NovelToon NovelToon
Istri Siri Om Majikan

Istri Siri Om Majikan

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / CEO / Nikah Kontrak / Tamat
Popularitas:16.4k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Tanpa gaun putih, tanpa restu keluarga, hanya akad sunyi di balik pintu tertutup.
Aku menjalani hari sebagai pelayan di siang hari… dan istri yang tersembunyi di malam hari.

Tak ada yang tahu, Bahkan istri sahnya yang anggun dan berkelas.

Tapi apa jadinya jika rahasia itu terbongkar?
Saat hati mulai berharap lebih, dan dunia mulai mempertanyakan tempatku…

Istri Siri Om Majikan adalah kisah tentang cinta yang lahir dari keterpaksaan, tumbuh di balik status yang tak diakui, dan perjuangan seorang perempuan untuk tetap bernapas dalam cinta yang ia tahu tak pernah boleh ada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 29

Beberapa hari setelah kepulangannya dari luar negeri…

Betapa marahnya Jordan Atmadja. Ia baru saja kembali dari perjalanan bisnis panjangnya di Eropa dan Amerika lebih dari dua bulan meninggalkan tanah air demi memperluas jaringan perusahaan warisan keluarganya.

Bukannya disambut atau sekadar diberi kabar, ia malah menemukan rumah itu kosong. Bukan kosong secara fisik, tapi kosong dari keberadaan satu sosok yang belakangan ini selalu mengisi diam-diam hari-harinya, Syifa Mutmainnah.

Perempuan itu. Istri sirinya. Yang dulu hanya seorang pelayan pribadi di mansion mewah milik keluarganya. Anak yatim piatu yang tak punya siapa-siapa.

Yang dinikahinya hanya karena nafsu dan keisengan semata tanpa cinta, tanpa niat mulia. Tapi kini, kepergiannya membuat Jordan seperti dilempar ke jurang kehampaan.

Lebih menyakitkan lagi, kepergian Syifa tak meninggalkan jejak. Tak ada pesan. Tak ada satu benda pun yang sengaja ditinggalkan untuk dikenang.

Dan yang paling membuat dada Jordan makin sesak, kedua orang tuanya, Mami Laura dan Tuan Besar Julian Atmadja, malah terlihat bersyukur.

Mereka tak menahan Jordan yang memilih pergi malam itu dari mansion keluarga, bahkan seolah lega karena sang putra sulung yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur perusahaan mereka, akhirnya memilih menjauh tanpa harus diusir.

“Lebih baik kamu hidup di tempat lain daripada terus mengotori rumah ini dengan keputusan-keputusan yang nggak tahu malu,” sindir Mami Laura dingin.

Tuan Besar hanya menatap kosong, lalu berbalik pergi tanpa komentar. Dan malam itu, Jordan keluar dari mansion mewah itu dengan amarah menyesakkan.

Ia menuju apartemen pribadinya di pusat kota. Hujan mengguyur seperti mencerminkan isi dadanya kalut, panas, berantakan.

Begitu sampai di unitnya, ia membanting pintu dan langsung mengamuk. Apa saja yang terlihat oleh matanya dihancurkan.

Gelas kaca, kursi kayu, hiasan dinding, bahkan rak buku. Ia melempar, membanting, merusak apa pun yang bisa disentuh. Matanya merah, napasnya berat.

“Ke mana kau pergi, Syifa?! Kau pikir bisa lolos begitu saja?!”

Tangannya gemetar saat menggenggam syal tipis milik perempuan itu yang tertinggal di sofa.

Wangi samar tubuh Syifa masih tertinggal, menusuk hingga ke dalam rongga dadanya yang kini terasa kosong dan menyakitkan.

Tak lama kemudian, panggilan masuk dari Andra, anak buah kepercayaannya.

“Tuan maaf. Kami sudah cari ke mana-mana. Ke rumah lama orang tuanya, tempat kerja sebelumnya, bahkan semua rumah sakit dan bandara. Tapi, Syifa nggak pernah pulang ke Makassar. Kami kehilangan jejaknya.”

Jordan terdiam, tangannya mengepal. Rahangnya mengeras. Syifa benar-benar pergi. Dan entah mengapa kali ini, rasa kehilangannya berbeda.

Lebih dalam dari sekadar kehilangan seorang pelayan. Lebih menyakitkan dari sekadar kehilangan seorang perempuan yang pernah ia miliki.

‘Apakah ini... cinta?’ batinnya bergemuruh.

Atau hanya egonya yang terluka karena perempuan yang seharusnya tak punya daya itu, justru mampu meninggalkannya lebih dulu?

Jordan berjalan gontai menuju mini bar di sudut apartemennya. Sudah seminggu berlalu sejak malam itu, sejak amarahnya meledak dan semua benda di sekelilingnya jadi pelampiasan dentuman dalam dadanya tak kunjung reda.

Botol-botol kosong berserakan di meja. Gelas setengah isi dibiarkan terbengkalai, menumpuk bersama sisa keputusasaan yang ia telan setiap malam.

Sudah seminggu dia tak menyentuh meja kantornya. Tak ada laporan yang ia baca, tak ada rapat yang ia hadiri. Dunia bisnis yang biasanya begitu ia genggam erat, kini seolah menguap bersama bayang-bayang Syifa.

Ia menuang lagi cairan pekat ke dalam gelas, menatap kosong ke arah cermin kecil di belakang rak minuman. Wajahnya tampak kusut.

Jenggot tipis mulai tumbuh di rahangnya yang dulu selalu rapi. Mata merah, kelopak menghitam. Ia hampir tak mengenali dirinya sendiri.

"Apa yang sebenarnya aku cari, hah?" gumamnya lirih. Suaranya nyaris tak terdengar, tenggelam dalam dengung hening ruangan.

Syifa Mutmainnah nama itu terus berputar di kepalanya. Perempuan sederhana dengan suara lembut dan tatapan tunduk, yang dulu ia pilih hanya untuk memuaskan nafsu tapi kini menghilang tanpa jejak.

Anehnya, kepergian itu menorehkan luka. Luka yang ia sendiri tak paham bentuknya. Bukan cinta, karena Jordan tak pernah percaya pada cinta. Tapi bukan juga nafsu semata, karena jika hanya itu, seharusnya ia bisa menggantikan Syifa dengan perempuan lain itu mudah.

Namun nyatanya, tidak ada satu pun perempuan yang mampu mengisi kekosongan yang ditinggalkan Syifa. Ia menghela napas panjang, kepalanya terasa berat.

"Apa kau benar-benar pergi, Syifa?" lirihnya, nyaris seperti pengakuan yang enggan.

Di luar jendela, kota terus hidup seperti biasa. Tapi di dalam ruang itu, waktu seolah berhenti. Jordan Atmadja, Presdir muda yang disegani, anak konglomerat yang tak pernah gagal dalam bisnis kini hanya seorang laki-laki kesepian yang kehilangan sesuatu yang tak pernah ia hargai.

Dan entah apa yang lebih menyakitkan kehilangan Syifa, atau menyadari bahwa ia mungkin selama ini hanya pura-pura tidak butuh.

Waktu terus berlalu. Sudah tiga bulan sejak kepergian Syifa. Tiga bulan sejak Jordan Atmadja kehilangan arah.

Ia memutuskan untuk mundur dari perusahaan besar warisan ayahnya. Tanpa penjelasan. Tanpa konferensi pers. Tanpa pamit.

Surat pengunduran diri itu hanya dikirim lewat email singkat tanpa lampiran, tanpa alasan.

Dan sejak itu, ia mengurung diri di apartemennya. Tak ada lagi jas mahal, sepatu kulit mengkilap, atau mobil sport yang biasa mengisi parkiran lobby. Jordan kini hanya pria asing di dalam dirinya sendiri.

Rambutnya tumbuh acak. Wajah yang dulu selalu bersih dan terawat kini dipenuhi brewok tak terurus.

Tubuhnya mulai menyusut. Bahunya yang dulu tegap kini tampak menunduk. Di cermin, ia bukan lagi Jordan Atmadja sang pewaris tahta bisnis keluarga.

Tapi seseorang yang kosong, hilang, dan tak tahu ke mana harus melangkah. Parahnya lagi, kedua adiknya Jonathan dan Jayden tak pernah sekalipun bertanya kabar.

Tak ada yang peduli seolah, kejatuhannya adalah kabar biasa yang tak penting untuk disinggung. Kesepian menjelma jadi teman paling setia.

Hingga malam itu suara adzan subuh menyelinap dari jendela yang sedikit terbuka. Lantunan itu menggema lembut, lirih, namun menghantam hatinya yang sudah lama beku.

Jordan terdiam, untuk pertama kalinya, hatinya bergetar bukan karena emosi, bukan karena mabuk. Tapi karena sesuatu yang tak ia pahami.

Sesuatu yang asing tapi hangat. Seolah suara itu membangunkannya dari tidur panjang yang tak pernah benar-benar ia sadari.

Ia berdiri pelan, melangkah ke jendela. Menyibak tirai dengan jemari gemetar. Di kejauhan, langit mulai memucat.

Kota yang biasanya bising dan terang kini senyap dan hening, hanya dibalut semburat biru gelap yang pelan-pelan berubah.

Lalu entah kenapa air matanya jatuh. Tak terbendung tanpa suara. Dan untuk pertama kalinya sejak Syifa pergi Jordan tak mencari botol minuman.

Ia hanya berdiri lama di sana mendengar dan merasa. Dan perlahan mengakui bahwa ia kehilangan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kepergian.

Ia kehilangan dirinya sendiri. Dan entah mengapa ia merasa Syifa pernah menyebut nama Tuhan dalam setiap doanya.

Dalam bisikannya dalam diam-diamnya. Dan pagi itu mungkin Tuhan sedang menyapanya lewat suara adzan yang menyentuh relung jiwa yang paling dalam.

1
Retno Harningsih
lanjut
Reni Anjarwani
lanjut doubel up
Retno Harningsih
up
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: sambil nunggu bab selanjutnya kakak bisa mampir baca novel aku yang baru ceritanya lebih seru judulnya:

Dihina Camer Dirajakan Kekasih
Istri Badas Ustad Tampan
total 1 replies
Adinda
ayo fathan rebut hati naurah cocok kok kamu sama Naurah
Retno Harningsih
lanjut
sunshine wings
♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
😍😍😍😍😍
sunshine wings
🥰🥰🥰🥰🥰
sunshine wings
🥹🥹🥹🥹🥹
sunshine wings
♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Aamiin.. 🤲🤲🤲🤲🤲
sunshine wings
Alhamdulillah.. Semoga papa Jordan terus istiqomah di jalan-Nya ya Rabb.. Lindungilah ia dan keluarga kecilnya.. 🥹🥹🥹🥹🥹🤲🤲🤲🤲🤲
sunshine wings
Sedihnya punya saudara kandung yg begini kelakuannya.. Kebahagiaan gak akan menghampiri mereka yg sombong dan bongkan apalagi iri dan dengki karma Allah akan membuat mereka hancur atas perbuatan sendiri..
sunshine wings
Aamiin ya Rabbal Alaamiinn.. 🤲🤲🤲🤲🤲♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Yeah akhirnya 🥰🥰🥰🥰🥰
sunshine wings
🥹🥹🥹🥹🥹♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Aduh.. Capek daa.. 😁😁😁😁😁
sunshine wings
🙈🙈🙈🙈🙈
sunshine wings
Ahhh!!! Jordaaannn..
sunshine wings
Waduh kok makin parah bunyinya author.. Jordan!!!!
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: typo kakak 😭😭☺️🙏🏻
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!