VR Immortal: Sekteku Aturanku

Malam hari perlahan menyelimuti kota-kota besar di Bumi. Lampu jalan menyala satu per satu, dan layar-layar di kamar para pemain mulai gelap,—satu demi satu dari mereka keluar dari dunia kultivasi. Namun, kehidupan justru baru dimulai di VR Immortal Forum.

@DualQi:“Baru aja keluar dari game...tapi rasanya susah percaya kalau itu semua cuma dunia virtual”

@ImAtomic:“Gua baru logout... dan sumpah, masih susah percaya kalau itu cuma game”

@TryMyLuckPls:“Serius? Realistis sampe segitunya?”

@imAtomic:“Kau gak paham, bro. Gua bisa rasain angin nerpa muka gua di tebing. Aroma tanah dan detak jantung gua naik beneran. Oh ada juga sistem anti rasa sakit untuk para pemain, dan menurut gua itu bagus, Sungguh”

@HofeFulDraw01:“Huhuhu... kenapa bukan aku yang dapet undangan beta? Hidup ini tidak adil...”

Thread demi thread bermunculan.

Banyak dari mereka yang tidak dapat undangan beta iri dan ada juga yang tidak percaya dengan game ini.

Tapi ada satu thread yang menarik perhatian para pemain dan ada juga yang tidak dapat undangan beta ikut berkumpul

(VR Immortal Forum > Reality dive > Thread HOT)

“Sistem Karma bukan cuma gimmick –Ini dunia beneran”

Dibuat oleh @AshenVale:

Aku nggak nyangka bakal ngomong gini, tapi... sistem karma di game ini gila sih. Jenius banget.

Di game lain, Player Killer (PK) biasanya cuma dianggap gaya main. Tapi di sini? Setiap tindakan kalian punya konsekuensi langsung ke perkembangan karakter. Kalian mulai dari 0 karma, dan kalau turun ke -1 saja, EXP yang kalian dapat udah mulai berkurang.

Jadi bukan cuma soal bunuh-bunuhan antar player. Kalian ngatain NPC ketua sekte? Karma turun. Ganggu NPC dengan hal bejat? Turun. Sikap seenaknya? Turun. Dan ini bukan sistem yang bisa diakalin seperti minta maaf atau bayar denda.

Kalian harus bersihin aula, cuci kuil, atau yang paling horor: masuk Gua Ratapan. Dua

jam waktu dunia cuma buat nunggu... literally cuma nunggu, sendirian, nggak bisa apa-apa.

Dan ini dampaknya nyata. Pemain dengan karma negatif mulai tertinggal jauh. Yang main dengan benar, level naik cepat, relasi NPC bagus, mungkin dapat misi rahasia. Yang toxic? Kecebur jurang stagnasi.

Sekali lagi, aku salut. Sistem ini secara gak langsung mendidik pemain buat lebih ‘hidup’ di dunia sekte. Bukan cuma main-main, tapi belajar hormat, tanggung jawab, dan berpikir panjang.

Ini bukan cuma game, ini simulasi dunia kultivasi yang punya etika sendiri. Bravo, dev.

Oh, dan terima kasih untuk cultivationNerd yang sudah membuktikan bahwa bertindak konyol di depan NPC ketua sekte memang... bukan ide terbaik. Semoga dua jam di Gua Ratapan bisa memberi banyak waktu untuk refleksi.

Komentar demi komentar langsung membanjiri thread milik @AshenVale. Tapi bukan cuma soal sistem karma yang jadi bahan bahasan.

Sebagian besar perhatian malah tertuju ke satu nama yang disebut di akhir:@CultivationNerd.

@BlueHerbalist:“Bro... lu beneran ngatain NPC ketua sekte di depan aula upacara? (๑°⌓°๑)gua kira lo cuma roleplay rebel, tapi ternyata... random stupidity? Respect.”

@CallMeZilong:“Gua ada disana, baru memulai game bro langsung memohon dijadikan murid inti, sungguh bodoh.”

@ToxicLily:“Ini yang bikin aku kesel. Kita yang nunggu beta kayak orang bodoh malah nonton orang seperti kau merusak reputasi player beta.

Dua jam di Gua Ratapan itu hukuman kecil. Harusnya disuruh sapu puncak gunung pake lidi satu-satu.”

@RedAndWhite:“Gua malah mikir, karma sistem ini terlalu realistis. Ini bukan game, ini kuliah etika digital.”

@NoBetaNoPeace:“Sarkas Makasih loh @cultivationNerd, berkat kau kita semua di luar sini mikir, “Oh jadi sistem realistis yang dimaksud tuh... bisa bikin malu seumur hidup.”Btw ada yang punya klip full-nya gak? mau gua editin masuk Short VR”

@SlowAndWise:“Gua salut sama devs... tapi juga salut sama cultivationNerd. Lu jadi pelajaran hidup.

Kadang kita harus jatuh dulu buat naik. Semangat ya... semoga karma lu bisa naik.”

Banyak yang menanggapinya dengan tawa, sebagian menyindir, tapi satu hal menjadi jelas—di antara segala sistem kompleks yang ditawarkan game ini, justru satu tindakan sembrono dari seorang pemain menjadi sorotan. Insiden kecil itu memicu diskusi luas tentang konsekuensi, etika, dan sejauh mana dunia kultivasi ini terasa hidup serta bermakna. Sebuah bukti tak terduga bahwa game ini bukan sekadar soal level dan misi, tapi juga soal pilihan dan tanggung jawab.

Sementara itu, para pemain yang belum mendapat undangan makin gelisah. Rasa penasaran mereka memuncak—bukan untuk mengulang kesalahan yang sama seperti cultivationNerd, tapi untuk membuktikan bahwa mereka bisa berperilaku lebih bijak... atau setidaknya, menunjukkan sedikit lebih banyak rasa hormat pada NPC, Han Wuqing.

Di sisi lain, para beta tester yang sudah sempat keluar untuk makan, mandi, atau sekadar istirahat sebentar, mulai masuk kembali ke dunia kultivasi. Beberapa bahkan melakukannya sambil berbaring untuk tidur—karena game ini, dijelaskan bisa bermain sambil tidur dan tidak membuat lelah pemain, justru membuat tubuh terasa lebih segar saat bangun. Rasanya seperti diberi waktu tambahan dalam sehari.

Saat kembali masuk, para pemain mendapati dunia sudah berubah. Langit gelap bertabur bintang, kabut tipis melayang di antara puncak gunung, dan suara lembut serangga malam mengisi udara. Cahaya bulan menyorot bebatuan dan dedaunan, menciptakan bayangan yang nyaris terasa nyata.

“Bro… sistem malamnya halu banget ini.”

“Gila... gua baru sadar ini bukan sekadar gelap, ini atmosfer.”

“Liat tuh, bayangan karakter bisa goyang-goyang sama cahaya api unggun.”

“Ini bukan sekadar game. Ini dunia lain.”

Tepat saat para pemain mulai menikmati keindahan malam yang tenang itu, notifikasi muncul bersamaan di hadapan tiap pemain. Teks berwarna biru muda, tenang namun tak bisa diabaikan:

[Panggilan dari Pemimpin Sekte Han Wuqing: Seluruh murid baru diminta berkumpul di Aula Utama Sekte dalam waktu 10 menit.]