Laras Sagita, gadis kampung yang polos, lucu, dan blak-blakan, merantau ke kota untuk mengubah nasib. Di hari pertamanya melamar kerja sebagai sekretaris, ia tanpa sengaja menabrak mobil mewah milik seorang pria tampan yang ternyata adalah calon bosnya sendiri, Revan Dirgantara, CEO muda yang perfeksionis, dingin, dan sangat anti pada hal-hal "tidak teratur"—alias semua yang ada pada diri Laras.
Tak disangka, Revan justru menerima Laras bekerja—entah karena penasaran, gemas, atau stres akibat energi gadis itu. Seiring waktu, kekacauan demi kekacauan yang dibawa Laras membuat hari-hari Revan jungkir balik, dari kisah klien penting yang batal karena ulah Laras, hingga makan siang kantor yang berubah jadi ajang arisan gosip.
Namun di balik tawa, perlahan ada ketertarikan yang tumbuh. Laras yang sederhana dan jujur mulai membuka sisi lembut Revan yang selama ini terkunci rapat karena masa lalu kelamnya. Tapi tentu saja, cinta mereka tak mudah—dari mantan yang posesif,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Pagi Pertama di Rumah
Laras bangun dengan rambut acak-acakan, memakai daster bergambar bebek Bali, dan menyeret kaki menuju dapur. Revan sudah duduk sambil baca tablet, tampak terlalu rapi untuk hari Senin pagi.
"Kamu serius ngantor?” tanya Laras
“Iya lah. Bos harus tampil duluan. Kan aku sekarang bukan cuma suami kamu, tapi juga suami yang berwibawa.” jawab Revan
“Wibawa dari mana, kopi aja kamu nggak bisa bedain yang manis sama yang gosong.” tawa Laras
“Tapi istriku bisa.” jawab Revan
Revan mencubit pipinya, bikin Laras ngakak setengah sadar. Beginilah mereka sekarang, pasangan suami istri yang mulai belajar hidup bareng. Kadang akur, kadang ribut cuma gara-gara pasta gigi dipencet dari tengah.
Arga, si asisten setia, menyambut mereka dengan wajah serius.
“Pak Revan, Bu Laras, kita punya dua masalah.” ujar Arga
Revan: “Kasih yang ringan dulu.”
Arga: “Masalah pertama: Clara mulai muncul lagi.”
Laras: angkat alis “Tuh mantan zombie belum juga tobat?”
Arga: “Dia kirim hadiah perak ke meja Bapak, isinya kado kawin... tulisannya ‘kenangan yang tak tergantikan’. Mau saya bakar?”
Laras: “Nggak usah. Kirim balik, tambahin catatan: ‘Sudah terganti, dan jauh lebih baik.’”
Arga hampir tepuk tangan. Revan cuma geleng-geleng.
Arga : " Masalah Kedua ini tentang Bella"
Arga: “Dia rilis produk baru mirip banget sama kita, bahkan nama mereknya nyerempet.”
Revan: “Aku udah tebak, dia pasti main tiru. Karena setelah penolakan aku kemarin dia coba buat proyek sama dengan kita”
Laras: “Dia kira ini TikTok trend? Duplikat trus viral?”
Tiba-tiba, Laras berdiri dan melangkah ke whiteboard di ruang rapat.
“Aku punya ide. Kalau dia mau main licik, kita main cepat. Launch produk baru sebelum dia resmi rilis. Dan kasih pesan yang nyindir halus. Yang ngerti-ngerti aja.”
Revan menatap istrinya dengan takjub.
“Istriku .. makin keren tiap hari.”
“Jangan keseringan muji, nanti aku minta tas.” jawab Laras
------
Malam itu, Revan pulang lebih dulu, masak mi instan karena Laras lembur di kantor.
Pas Laras datang, rambutnya berantakan, mata sembab, dan mood-nya...
"Jangan tanya."
“Aku tadi nangis gara-gara supplier ngebatalin kontrak. Tapi untungnya tim cepet gerak. Sekarang tinggal nunggu pak suami peluk.” ujar Laras
Revan berdiri, membuka tangannya lebar-lebar. Laras langsung masuk ke pelukan itu.
“Capek ya?”tanya Revan
“Banget. Tapi aku bahagia.” jawab Laras
“Kenapa?” tanya Revan
“Karena pulang ke kamu, rumah bagiku ” jawab Laras dan membuat Revan tersenyum bahagia
Rumah tangga bukan cuma tentang bulan madu dan bantal berbentuk hati. Tapi juga tentang mencuci piring bareng, ngadepin mantan yang nggak bisa move on, sampai bersaing sehat (dan kadang licik) di dunia bisnis.
Tapi selama mereka bisa saling genggam, semua tantangan itu... bisa jadi bahan ketawa.
Pagi itu, Laras baru saja selesai menata vas bunga di ruang tamu. Revan masih sibuk memilih dasi di depan cermin, dan Arga seperti biasa sudah siap dengan agenda kerja di tangannya.
Tiba-tiba, pintu rumah diketuk dengan keras.
“Siapa pagi-pagi gini?” tanya Revan.
“Gaya ngetuknya sih... antara debt collector atau keluarga,” jawab Laras, lalu membuka pintu.
Dan benar saja.
“Assalamualaikum, Laaaraaasss! Duh, rumahmu gede juga ya… walau belum sekelas rumah anak konglomerat sih…”
Itu dia.
Bibi Nur.
Bibi Nur Menyusup ke Istana
Bibi Nur, adik dari ibunya Laras, adalah tokoh legendaris dalam keluarga. Mulutnya lebih tajam dari eyeliner cair, dan matanya lebih jeli dari CCTV. Tujuannya datang? Katanya sih cuma "silaturahmi". Tapi Laras tahu: ini penyelidikan lapangan!
Bibi langsung menatap Revan dari atas ke bawah.
“Laras suamimu udah dikasih jamu? Atau Laras belum bisa masak?”
Revan cuma senyum canggung. Laras? Sudah menyiapkan senjata balasan.
“Bibi, Revan tuh udah kenyang masakan aku. Tapi karena bibir aku lebih pedes, dia ketagihan dua-duanya.”
Revan tersedak air putih.
Inspeksi Dimulai
Siangnya, Bibi Nur jalan-jalan keliling rumah. Tangannya sesekali mengusap furnitur sambil berkomentar.
“Hmm... lemari bagus, tapi ya... kenapa warnanya abu? Kurang ceria, kayak hubungan kalian ya? Hahaha.”
“Bibi, ini rumah bukan feed Instagram. Yang penting adem, bukan norak,” balas Laras santai.
Lalu Bibi melihat rak buku Revan.
“Wah, banyak buku bisnis... Tapi mana buku agama, Rev?”
“Ada, Bi. Tapi bukan di sini. Saya baca di ruang kerja. Kalau buku ‘cara menghadapi keluarga julid’, belum nemu sih.” jawab Revan
Arga yang lewat hampir kepleset saking nahan ketawa.
Makan Malam yang Memanas
Saat makan malam, Bibi terus mengkritik: dari rasa sambal, cara Laras duduk, sampai cara Revan mengunyah.
“Revan, kamu jangan terlalu disetir istri ya. Laki-laki harus tegas.” ujar bibi Nur
“Saya tegas, Bi. Makanya saya nikahin Laras, bukan ninggalin dia pas susah kayak orang-orang.” jawab Revan
Laras tersenyum penuh kemenangan. Tapi Bibi belum menyerah.
“Laras, kamu tuh harus lebih sopan ke suami. Jangan terlalu dominan. Laki-laki nggak suka.” ujar bibi Nur lagi
“Laki-laki nggak suka? Yang mana, Bi? Yang suka selingkuh pas pasangannya bangkrut?” jawab Laras
Suasana makan malam berubah hening. Hanya suara sendok yang bersentuhan dengan piring. Revan menahan tawa, Arga pura-pura batuk di dapur, dan Bibi... mendadak diam sambil menatap lontong.
Iya Arga tetap disana karena ingin memastikan keluarga ini utuh dan juga tidak ketinggalan keseruan nya
---------------
Dikamar Revan dan Laras duduk di kamar, membahas kejadian seharian.
“Besok kita kasih tiket city tour aja ke Bibi, biar dia sibuk dan nggak julid mulu.” ujar Laras
“Atau kita kasih seminar pengendalian emosi.” jawab Revan
“Atau lo kasih dia lawan debat yang setara Clara.” ujar Laras lagi
“Eh jangan. Nanti dua-duanya malah kolaborasi bikin drama.” larang Revan
Mereka berdua tertawa. Walau capek, tapi hari ini tetap menyenangkan karena mereka bisa hadapi semua... bareng-bareng.
Bibi Nur memang julid, tapi Laras dan Revan lebih tangguh. Kadang rumah tangga diuji bukan cuma dari luar, tapi dari dalam—dari keluarga sendiri. Tapi selama mereka bisa saling membela dan tertawa bersama, nggak ada yang nggak bisa dilalui.
Dan tentu saja... ini baru awal. Karena Bibi belum pulang, dan Clara belum menyerah.
Pagi itu, rumah Revan-Laras kembali tenang setelah Bibi Nur akhirnya pulang—dengan oleh-oleh sindiran dan komentar tajam yang membuat rumah terasa lebih sepi sekaligus... damai.
Tapi kedamaian itu tak bertahan lama.
Bersambung
🌹🌹🌹🌹🌹