Selby dan Bagas saling mencintai dalam diam. Saat Bagas menyatakan cinta Selby menolak karena berpikir mereka saudara sedarah.
Padahal mereka bukan sedarah. Akankah hal itu bisa terungkap?
Akankah ibu dari Bagas mengungkap rahasia yang selama ini dia simpan rapat?
Dapatkah Bagas dan Selby bersatu.(Disarankan baca lebih dulu novel Benih Kakak Iparku.)
Baca kisah mereka hanya di Mangatoon/Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon miss ning, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Selby duduk diam di dalam pesawat. Dia tidak tahu kenapa Bagas duduk di sebelahnya. Padahal selama ini mereka hampir tidak pernah berdekatan. Tidak pernah berbicara. Dan jarang sekali berinteraksi tentang hal apapun.
Selby tidak menoleh saat Bagas duduk. Ia lebih memilih mengabaikan keberadaan Bagas. Ia memejamkan mata karena lelah. Semalam dia membereskan semua keperluannya sendiri. Selby tidak ingin ada barang yang tertinggal. Ia tidak ingin merepotkan kedua orang tuanya atau siapapun.
“By.” Panggil Bagas.
Tidak ada jawaban. Bagas menoleh. Ia melihat Selby tertidur. Senyum terbit di wajah Bagas saat melihat wajah Selby yang tenang dan damai.
Tangan Bagas terulur menyingkirkan beberapa anak sulur rambut yang menutupi wajah Selby. Lalu ia membelai lembut pipi Selby yang halus. Bagas menahan nafas ia mendekat, sangat dekat. Menatap wajah Selby menikmati kecantikan gadis itu.
“Aku tahu kita tidak mungkin. Setidaknya empat tahun kedepan aku bisa bersamamu. Sebelum melepasmu untuk orang lain. Walau sulit aku berharap kau bahagia nanti dengan lelaki pilihanmu.” Gumam Bagas dalam hati.
Bagas menarik diri. Ia kemudian menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Mengambil sebuah majalah bisnis untuk ia baca.
Pesawat sudah mengudara selama dua jam. Selby terbangun. Dia ingin pergi ke toilet. Saat berdiri dia melihat Bagas yang terpejam. Entah tidur atau hanya memejamkan mata. Yang terlihat hanya nafasnya yang teratur. Tidak ada dengkuran atau apapun. Hanya ketenangan yang terlihat di wajah Bagas.
Selby berusaha melewati Bagas tanpa ingin mengusik pria itu. Satu kaki di depan sudah melewati tubuh Bagas. Namun saat kaki satunya ingin melewati lutut Bagas, pegangan tangan Selby pada sandaran kursi di depannya terlepas. Sehingga tubuhnya langsung terjatuh diatas pangkuan Bagas.
Lelaki itu langsung membuka mata. Beberapa detik mata mereka bertemu. Diam beberapa saat. Tubuh mereka membeku. Tidak bergerak. Hanya hembusan nafas yang terdengar.
Oh Tuhan rasanya Bagas ingin menghentikan waktu. Menikmati momen ini untuk beberapa saat.
“Maaf. Aku tidak sengaja.” Ucap Selby yang belum beranjak dari pangkuan Bagas.
Tangan Bagas memeluk pinggang Selby. Menatap wajah cantik gadis yang di sukainya secara diam-diam.
“Apa duduk di pangkuanku terasa nyaman?”
Selby langsung bangkit. Dia mendadak gugup.
“Aku mau ke toilet.” Selby berlalu begitu saja tanpa menoleh ke arah Bagas.
“Imut banget.” Bagas tersenyum melihat kepergian Selby.
Di dalam toilet Selby memegang jantungnya yang berdebar-debar. Baru kali ini dia merasa gugup. Tatapan mata Bagas yang tajam membuat dadanya bergemuruh hebat. Ingin meledak. Menghancurkan tubuhnya.
“Rasanya ingin pergi dari pesawat. Tidak ingin bertemu lagi dengan Bagas.”
Huh
Selby menghembuskan nafasnya dengan kasar. Ia merasa malu dengan kejadian tadi. Setelah menuntaskan hajatnya ia enggan kembali. Tetapi dia sudah terlalu lama di dalam toilet.
“By.” Suara Bagas terdengar dari luar pintu.
“Selby, kau di dalam?” teriak Bagas.
“Iya.”
Ceklek
Pintu terbuka. Selby keluar dari toilet. Sebelum itu dia sempat mengatur nafas agar tidak gugup dan malu saat berhadapan dengan Bagas. Ia berusaha tenang saat menatap Bagas.
“Kenapa?”
“Kau sudah terlalu lama pergi. Jadi aku pikir mungkin terjadi sesuatu dengan mu makanya aku kemari.”
“Oh.”
Selby berjalan melewati Bagas. Dia tidak memberi jawaban lebih selain kata “Oh” lagipula dia tidak tahu harus merespon seperti apa.
“Apa katanya hanya “oh”. Apa dia tidak tahu sudah membuatku khawatir.”
Bagas menyusul Selby. Gadis itu sudah memejamkan mata kembali. Bagas hanya menghembuskan nafas pelan. Ia pun kembali duduk. Tidak ada percakapan hingga pesawat landing.
“Ayo.”
Bagas mengambil alih koper milik Selby. Mengajak gadis itu untuk mengikutinya. Selby melangkah mengejar Bagas yang sudah berjalan lebih dulu.
“Kemana kita?”
“Apartemen.”
Apartemen? Mungkinkah ia akan tinggal bersama. Oh tidak bagaimana dia akan menghadapi Bagas setiap hari. Bagaimana ia bisa melupakan Bagas jika tinggal bersama. Tidak bisa. Ia tidak bisa terus bertemu dengan Bagas. Ia takut tidak dapat mengendalikan perasaannya nanti.
“Bagas.”
“Hm.”
“Apa kita akan tinggal bersama?”
“Menurutmu?”
“Ehm…Begini. Apa tidak sebaiknya kita tinggal terpisah. Kau laki-laki dan aku Perempuan. Tidak baik kan jika kita tinggal satu rumah.”
Bagas menghentikan langkahnya. Lalu tersenyum tipis. Menatap wajah Selby yang berdiri di belakangnya.
“Kenapa? Kau takut?”
Selby mengangguk lalu menggeleng cepat.
“Bukan begitu.Maksudku…”
“Tidak ada penolakan Selby. Mama minta aku menjagamu. Dan aku hanya bisa menjagamu jika kita dekat. Apartemen ada dua kamar. Kita tidur terpisah. Tidak akan terjadi apa-apa. Lagipula kita saudara. Jadi apa yang kau takutkan?”
Benar.
Mereka saudara. Tidak akan terjadi apa-apa. Apa yang Selby takutkan?
Tidak tahukah Bagas, Selby takut perasaan ini tumbuh semakin dalam dan ia takut tidak bisa membuka hati untuk orang lain.
Bruk
Seseorang menabrak tubuh Selby. Wanita itu membuka kacamata hitam yang membalut kedua matanya. Menatap seseorang yang baru saja ia bentur bahunya.
“Selby.” Panggil wanita itu lalu menoleh ke arah Bagas.
“Bagas. Sedang apa kalian?”
Selby hanya diam. Sungguh dia tidak menyangka akan bertemu dengan Nina disini. Padahal dia sudah susah payah pergi dari Indonesia untuk menghindari gadis yang secara blak-blakan menyukai Bagas. Oh tidak dia menyukai semua pria tampan dan kaya. Termasuk Zain dan Zean.
“Kalian liburan atau kalian lanjut kuliah disini?”
Sungguh Nina tidak sabar mendengar jawaban mereka. Tidak ada yang bersuara. Membuat nina kesal. Ia berusaha tetap tenang. Ingin menggali lebih dalam tentang mereka disini.
“Ayo By.” Bagas menggandeng tangan Selby. Membawa gadis itu untuk segera pergi dari sana.
“Tunggu.” Nina kembali menghentikan langkah mereka.
“By, kau panggil dia By Bagas. Kalian …” tunjuk Nina pada mereka berdua.
Selby langsung melepaskan genggaman Bagas. Ia tidak ingin Nina salah paham dan berakhir dengan gosip yang tidak-tidak di grup alumni sekolah nanti. Sebab ia tahu Nina itu orang seperti apa.
“Bukan Nina. Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Nama aku kan Selby. Bagas hanya memanggil belakangnya saja. Jadi By. Hubungan kita tidak seperti yang kamu pikirkan.”
“Oh.”
“Selby cepat.” Teriak Bagas yang sudah berdiri di samping taksi. Entah sejak kapan lelaki itu memesan taksi dan memasukkan semua barang mereka ke dalam bagasi mobil tersebut.
“Nina, aku pergi dulu ya. Bye.” Selby bergegas pergilalu melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan.
Bagas menutup pintu mobil setelah Selby masuk. Ia pun memutari sebagian badan mobil untuk masuk ke sisi sebelah Selby. Bagas menyandarkan punggung melipat kedua tangan di dada dan menatap lurus ke arah depan. Wajahnya terlihat tidak baik-baik saja. Hatinya dalam suasana yang buruk.
Selby melirik Bagas melalui ekor matanya.
“Kenapa dia?”