Angel hidup dengan dendam yang membara. Kakaknya ditemukan tewas mengenaskan, dan semua bukti mengarah pada satu nama
Daren Arsenio, pria berbahaya yang juga merupakan saudara tiri dari Ken, kekasih Angel yang begitu mencintainya.
bagaimana jadinya jika ternyata Pembunuh kakaknya bukan Daren, melainkan Pria yang selama ini diam-diam terobsesi padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
gairah
Angel baru menarik bibirnya dari bibir Ken ketika pria itu menyentakkan napas panjang napas yang terdengar seperti usaha terakhir menjaga kewarasannya.
Wajah Ken memerah, matanya gelap, dan rahangnya menegang keras.
Angel tahu ia sudah memicu sesuatu yang selama ini Ken tahan.
“Angel…” Ken memperingatkan, suaranya berat dan rendah, seperti menahan badai yang siap memporak-porandakan kapan saja.
Tapi Angel hanya tersenyum kecil, menyentuh dagu Ken dengan ujung jarinya.
“Kenapa? Kamu marah?” godanya.
Ken menatapnya lama. Terlalu lama.
Dan dalam jeda itu, sesuatu di dalam dirinya benar-benar pecah.
Dalam satu gerakan cepat, Ken menangkap pinggang Angel.
“Ken—”
Angel tidak sempat menyelesaikan kata-katanya.
Ken menarik Angel naik ke pangkuannya, mengunci posisinya seakan ia adalah satu-satunya hal yang bisa menenangkan seluruh gejolak dalam dirinya. Tubuh Angel terdorong rapat ke dada Ken, membuat napas mereka saling menghantam dalam jarak yang memabukkan.
“Sekarang,” desah Ken, suaranya berubah jauh lebih gelap, “kita bicara soal siapa yang mulai.”
Angel menatapnya dari jarak sedekat itu, dekat sampai ia bisa merasakan detak jantung Ken yang kacau.
“Kalau aku tahu begini reaksimu,” bisik Angel, suaranya menggoda namun bergetar halus, “aku akan mulai dari tadi.”
Ken memegang tengkuk Angel, menarik wajahnya turun.
“Kamu pikir aku bisa diam setelah kamu menciumku dan menggoda seperti itu?”
Ia tidak menunggu jawaban.
Ken kembali mencium Angel tapi kali ini jauh lebih dalam, lebih panas, sepenuhnya dikuasai oleh rasa yang sudah lama ia tekan. Ciumannya tidak terburu-buru, namun sangat intens, seolah ia sedang menuntut seluruh perhatian Angel hanya untuk dirinya.
Angel mengerang pelan di dalam ciuman, tangannya mencengkeram bahu Ken untuk menahan dirinya tetap stabil. Ken membalas lebih keras, seakan ingin menandai bahwa ia tidak lagi berusaha mempertahankan kendali.
Ketika Ken akhirnya menarik bibirnya sedikit, ia menempelkan keningnya pada kening Angel, napasnya memburu.
“Kamu bikin aku gila,” gumamnya, suara rendahnya sedikit bergetar.
Angel tersenyum kecil, jari-jarinya menyusuri rahang Ken.
“Itu yang aku mau, Ken.”
Dan Ken yang biasanya dingin dan selalu tenang hanya bisa memejamkan mata, mencoba menenangkan badai yang sudah telanjur Angel bangunkan.
“Kamu pikir cuma kamu yang bisa memulai?” suara Ken rendah, hampir seperti geraman.
Angel menelan ludah. “Aku hanya—”
Ken menarik pinggang Angel mendekat dengan satu tarikan halus namun tegas, membuat tubuh mereka menempel tanpa celah. Angel terdiam, terperangkap dalam dominasi yang tiba-tiba itu.
“Kamu bikin aku kehilangan kendali,” bisik Ken di telinganya, napasnya panas. “Sekarang giliranku.”
Angel menggigit bibir bawahnya, tubuhnya menegang karena tekanan suara Ken yang begitu dekat.
Dengan satu gerakan, Ken memegang sisi wajah Angel dan kembali mencium bibirnya kembali lebih dalam, lebih intens, jauh lebih mendominasi dibanding sebelumnya. Ciumannya menuntut, seolah ia ingin Angel merasakan setiap rasa yang selama ini ia pendam.
Ciuman itu bukan lagi permainan. Itu pengakuan.
sebelah tangannya menelusup masuk ke dalam dress angel, mengusap paha itu dengan perlahan.
Angel kehabisan napas, jari-jarinya mencengkeram kemeja Ken untuk bertahan. Ken memegang tengkuknya, mengarahkan ciuman itu, membuat Angel tidak punya pilihan selain menghanyut dalam ritme yang Ken buat.
Ketika Ken melepas bibirnya, hanya beberapa sentimeter, ia menatap Angel dari jarak yang mustahil untuk dihindari.
“Kamu yang mulai,” katanya pelan tapi tegas. “Sekarang kamu harus tanggung akibatnya.”
Angel terdiam, jantungnya berdetak liar.
“Ken…”
Ken menempelkan hidungnya pada pipi Angel, menarik napas panjang seolah mencoba menenangkan bara di dadanya, namun justru membuatnya semakin menyala.
“Aku sudah berusaha sabar selama ini,” bisiknya, suaranya berat dan rendah. “Tapi kalau kamu terus menggoda seperti tadi… aku tidak akan bisa berhenti.”
Angel hampir tidak bisa berpikir jernih. “Siapa bilang aku mau kamu berhenti?”
Ken tersenyum kecil senyum yang jarang muncul, tapi ketika muncul, selalu berbahaya.
“Bagus,” katanya pelan. Ia kembali mengunci pinggang Angel dengan kedua tangannya.
“Karena aku belum selesai denganmu.”
Dengan cepat ken membuka resleting dres Angel sedangkan sebelah tangannya lagi bermain di paha wanita itu.
"emgghh.. " angel mengerang pelan dengan sentuhan ken, kewanitaannya sudah mulai basah.
"Ken." kedua tangganya menjambak rambut ken saat merasakan sensasi nikmat dan panas menjalar di tubuhnya.
hembusan nafas ken terasa menggelitik lehernya. mengecup setiap jengkal kulit halus miliknya.
"ken hentikan! " Namun ken tidak mempedulikan perkataan angel, kedua tangannya masih sibuk mengeksplor tubuh kekasihnya.
"kita lanjutkan di rumah ken. aku tidak mau mobil ini bergoyang. " mendengar itu kesadaran ken kembali, hembusan nafas berat menerpa hangat wajah angel. angel turun dari pangkuannya membetulkan dressnya serta pindah tempat duduk ke samping kemudi.
"aku tidak ingin di keroyok masa. " lanjut angel kembali. wajahnya masih memerah dengan keringat yang mulai membasahi pelipisnya.
Ken hanya diam, mengatur napasnya yang masih memburu, setelah sedikit tenang ia menghidupkan stater dan mulai membelah jalanan jakarta.
