NovelToon NovelToon
BAKSO KALDU CELANA DALAM

BAKSO KALDU CELANA DALAM

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Selingkuh / Playboy / Penyesalan Suami / Mengubah Takdir
Popularitas:310
Nilai: 5
Nama Author: Mama Rey

Sri dan Karmin, sepasang suami istri yang memiliki hutang banyak sekali. Mereka menggantungkan seluruh pemasukannya dari dagangan bakso yang selalu menjadi kawan mereka dalam mengais rezeki.
Karmin yang sudah gelap mata, dia akhirnya mengajak istrinya untuk mendatangi seorang dukun. Lalu, dukun itu menyarankan supaya mereka meletakkan celana dalam di dalam dandang yang berisikan kaldu bakso.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SRI MENCARI KARMIN

"Mau ke mana Mas Karmin itu? Kok dia mengendarai motor ke arah barat?" Kedua mata Sri memicing sipit.

"Katanya mau tidur di rumah Emak? Kok naik motor ke arah sana?" tandasnya.

Tak mau berlarut-larut dalam rasa penasaran yang membuncah, Sri pun segera mengambil handphone-nya dan menelpon nomor Tumi, tetangganya sekaligus sahabat baik Sri.

TUUT TUUT.

TUUT TUUT.

"Halo, Sri."

"Halo, Tum. Kamu belum tidur?"

"Belom, Sri. Masih gak ngantuk."

"Aku boleh pinjam motornya gak? Mau ada perlu."

"Sekarang?"

"Ya, Tum. Mau ke rumah Emak sebentar."

"Haah? Tengah malam begini?"

"Iya, Tum."

"Kamu sendirian apa bareng Karmin?"

"Sendirian, Tum. Ini mau ngecek dia di rumah Emak."

"Jangan sendirian, nanti kamu dibegal rampok, lho."

"Hussh! Lambemu!"

"Ayo aku anterin."

"Kamu mau, Tum?"

"Mau lah. Gak tega membiarkan kamu keluar tengah malam sendirian."

"Kamu gak ngantuk, Tum?"

"Kagak. Aku biasa insomnia, efek menjadi perawan tua, hahaha."

"Lambemu, Tum!"

"Wes ayo ojo rewel, ayo aku anterin!"

"Yo wes, aku mau siap-siap dulu."

"Oke, Sri."

Sri pun segera bersiap-siap dan kemudian pergi ke rumah Tumi. Tak lupa ia mengunci seluruh jendela dan juga pintu di rumahnya, karena Sri tidak mau putrinya dalam bahaya saat berada di rumah sendirian. Dia benar-benar memastikan bahwa Ghea aman berada di rumah meskipun tinggal seorang diri.

Baru saja Sri membuka pagar kayu di halaman rumahnya, sudah nampak Tumi yang tengah mengeluarkan motor matic miliknya.

"Mau ke mana sih, Rek?" tanya emaknya Tumi.

"Mau ke rumah mertua Sri sebentar, Mak," kata Tumi.

"Mau ngapain?"

"Ada hal darurat, Mak. Nanti Sri ceritakan." Istri Karmin itu menimpali.

"Yo wes ati-ati. Jangan lama-lama."

"Iya, Mak."

Sri pun mengangguk santun kepada wanita tua itu, lalu naik ke atas boncengan Tumi, dan mereka pun segera pergi melajukan kendaraan secara berboncengan. Mereka nekat membelah gelapnya malam meskipun berduaan dan sesama wanita.

Motor melesat cepat, dan tanpa menunggu waktu lama, mereka sudah sampai di depan rumah Mak Satupa—mertua Sri.

Waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 dinihari. Dan Sri nekat untuk mendatangi rumah mertuanya yang cerewet itu hanya demi memastikan apakah sang suami benar-benar numpang tidur di rumah emaknya.

TOK TOK TOK.

Dengan setengah hati, Sri mengetuk pintu rumah bercat biru itu.

TOK TOK TOK.

Tak ada sahutan. memanglah ini waktunya orang-orang terlelap.

"Orangnya pasti sudah tidur, Sri," kata Tumi.

"Biasanya jam segini Emak masak di dapur, karena nanti subuh beliau sudah harus otw ke pasar." Sri mencebik.

"Kayaknya keputusanku datang ke tempat ini di tengah malam begini salah ya?" gumamnya.

Merasa tak enak hati karena langkahnya kali ini benar-benar kurang pantas, Sri memilih meninggalkan teras itu. Dia merasa enggan untuk mengganggu tidur sang mertua.

Baru saja kakinya bergeser sekian depa, Sri terhenyak saat mendengar suara pintu dibuka.

KRIEETT.

"Kamu, Sri?" Suara Mak Satupa terdengar serak.

"iya, Mak." Sri tergugu.

"Ngapain ke sini tengah malam? Kamu sama Karmin?"

DEGH!

Pertanyaan Mak Satupa otomatis membuat Sri paham jika Karmin tidak datang ke tempat emaknya ini.

"Maaf, Mak. Maaf sudah mengganggu waktu istirahat Emak." Sri nampak tak enak hati.

"Ada perlu apa? Kamu sama siapa?" Mak Satupa nampak menelisik.

"Saya sama Tumi, Mak. ini tadi saya meminta antar Tumi untuk membelikan obat buay Ghea. Badannya tiba-tiba panas. Warung jamu Yuk Jum kan buka 24 jam." Otak Sri tiba-tiba menemukan jawaban yang pas untuk pertanyaan sang mertua.

Kening Mak Satupa nampak mengernyit.

"Karena lewat di sini, saya sekalian mampir mau ngasih ini buat Emak." Istri Karmin itu mengulurkan tangannya dan menyalami tangan sang mertua. Beberapa lembar uang berwarna merah muda pun lolos berpindah tangan ke genggaman Mak Satupa.

Wanita tua itu nampak tersenyum bahagia. "Owalah, kok ya repot-repot sih, Sri? Emak kan jadi terharu. Kan bisa kamu kasihkan besok kalau kita ketemu di pasar. Heheheh."

"Buat beli lombok dan tomat, Mak. Hehehe. Sri soalnya ingin memberikan ini dari kemarin-kemarin. Kalau diberikan di pasar, nanti malah dibegal sama Bawon, si tukang tagih itu. Kalau ada Mas Karmin juga kagak bakalan boleh ngasih Emak uang jajan tambahan, soalnya kata Mas Karmin ... hutang Emak yang dia bayarin kan sudah banyak." Sri mengeluarkan alasan-alasan jitu dengan begitu saja.

"Walah, iya, Nduk. terima kasih lho ya." Senyuman melengkung nampak menghiasi wajah Mak Satupa.

"Karmin memang suka perhitungan. Sebel aku sama dia! Bayar hutang dikit aja nyocot!" Dia mendengkus.

"Tapi dia sebenarnya juga selalu menuruti kemauan Emak sih, hanya saja dia melarang Emak njajan atau beli-beli hal yang katanya tidak perlu. Itulah sebabnya, kalau Emak pengen apa-apa, ya Emak ambil dapin (dana pinjaman) di Bawon, hahahah. Biar Karmin yang bayarin. Emang enak aku kerjain? Weekekek." Wanita tua itu terkekeh.

"Ya wes, Sri pamit pulang ya, Mak. Kasihan Ghea. Dia sendirian."

"Lhoh? Karmin ke mana?"

"Dia masih ngopi sama teman-temannya, Mak."

"Owalah, iya iya. Biarkan dia ngopi. Dia pasti butuh hiburan karena seharian sudah capek cari uang. Berjualan bakso itu capeknya dobel." Mak Satupa mencebik. Wanita tua itu seakan tidak mau mengakui jika sang menantu juga sama capeknya dengan putranya.

"Iya, Mak. Itulah sebabnya, saya minta anter sama Tumi. Kan biar tidak mengganggu Mak Karmin gituh."

"Wah, kamu sekarang benar-benar berubah ya, Sri. Jadi lebih bijak dalam bertindak dan menyikapi kelakuan Karmin yang kadang-kadang memang sedikit menyebalkan. Kalau begini kan Emak jadi semakin sayang kepada kamu." Mak Satupa menyembulkan pipinya.

"Woiya jelas, Mak. Saya juga capek kalau terus menerus bertengkar hanya gara-gara Mas Karmin yang sering keluar malam untuk ngopi dengan teman-temannya."

"Bener itu. Dia pamitnya ngopi kan? Paling yo ngopi di warungnya Yayuk. Kamu tidak perlu khawatir, suamimu itu tidak akan melakukan hal-hal yang aneh-aneh."

"Iya, Mak." Sri mengangguk paham.

"Ya sudah, Mak. Sri mau pamit ya. Assalamualaikum."

"Wa alaikum salam,  Sri." Mak Satupa nampak tersenyum lebar.

Sri pun segera bergegas meninggalkan kediaman mertuanya setelah mencium punggung wanita tua itu. Tumi yang menunggu di atas motor hanya mengangguk santun kepada mertua Sri itu, kemudian mereka pun melajukan kendaraan pulang.

*****

"Kamu yakin kalau Karmin pergi ngopi?" Tumi tiba-tiba membuka obrolan.

"Dia sih bilangnya mau tidur di rumah Emak, tapi kok tadi di rumah Emak tidak ada ya? Feeling-ku sih ... dia mungkin pergi ke warung kopi seperti biasanya." Sri mendesah panjang di belakang Tumi yang sedang menyetir motor.

"Apakah kita perlu mengecek ke warung Yayuk?"

"Jam segini?"

"Ya memang warung kopi Yayuk kan bukanya tengah malam sampai subuh Sri." Tumi mencebik.

"Apakah tidak apa-apa kalau kita tiba-tiba datang ke sana untuk mencari Mas Karmin? Sedangkan kita ini kan wanita." Sri nampak ragu.

"Yo wes, nanti kamu bisa menunggu aku di tikungan. Aku yang akan masuk ke warung Yayuk untuk memastikan." Tumi menyahuti.

"Sek, Tum. Bagaimana seandainya Mas Karmin tidak ada di warung Yayuk?" Sri nampak bimbang.

"Mungkin saja suamimu yang cungkring itu sedang mendatangi seorang janda. Hahahah." Tumi tergelak.

"Hush! Lambemu!"

"Lah? Buktinya dia berbohong. Dia bilang mau ke tempat Mak Tupa, eh dia kagak ke rumah emaknya. Yo wes, ini tanda-tanda. Tanda-tanda kalau suamimu mulai main bohong-bohongan. Itu awal mula dari serong-serongan." Tumi kembali tergelak.

Sri kembali terdiam.

"Jawban pastinya itu ya di warung Yayuk. Kita cek di sana. Kalau Karmin ada di sana, berarti dia memang sedang sumpek dan ingin mencari hiburan. Tapi ... kalau Karmin tidak ada di sana, ya wes .... kamu harus bisa berbesar hati untuk menerima, bahwa suamimu mulai pandai tidak jujur dan pasti ada sesuatu yang dia sembunyikan."

Sri menarik nafas panjang. Tumi pun terus melajukan motornya hingga sampailah mereka di sebuah tikungan.

"Tunggu di sini, Sri. Aku akan ke warung Yayuk," kata Tumi.

Sri nampak mengamati halaman lebar di depan warung kopi yang terkenal itu.

Warung Yayuk memang warung kopi yang buka jam 10.00 malam dan tutup setelah subuh. Itu adalah warung yang bejualan kuliner malam, seperti; Indomie nyemek, ketan kacang bubuk, ronde, dan lain-lain.

"Tum! Kamu gak usah ke sana!" Sri menghentikan langkah sahabatnya.

"Gak usah ngecek ke warung Yayuk dah!" tandasnya.

"Lha? Kenapa?" Tumi memicing.

"Aku sudah tahu jawabannya. Mas Karmin tidak ada di sini. Ayo kita pulang saja." Sri nampak begitu yakin.

"Lhoh, serius?"

"Iya, motor Mas Karmin tidak ada di sini. Motor Marsam—sahabatnya—juga tidak nampak. Wes ayo moleh wae!"

Tumi pun mengangguk setuju.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!