Apa yang kamu lakukan jika kamu tahu bahwa kau sebenarnya hanya seonggok pena yang ditulis oleh seorang creator, apa yang kau lakukan jika duniamu hanya sebuah kertas dan pena.
inilah kisah Lu San seorang makhluk tertinggi yang menyadari bahwa dia hanyalah sebuah pena yang dikendalikan oleh sang creator.
Dari perjalananya yang awalnya karena bosan karena sendirian hingga dia bisa menembus domain reality bahkan true reality.
seseorang yang mendambakan kebebasan dan kekuatan, tapi apakah Lu San bisa mendapatkan kebebasan dan mencapai true reality yang bahkan sang creator sendiri tidak dapat menyentuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumah pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 30 - Gerbang yang Mengarah ke Beyond
Ruang kosong tempat mereka berdiri perlahan tenang. Namun ketenangan itu hanya ilusi, seperti tenangnya permukaan air sebelum badai datang. Lu San berdiri di ambang batas dunianya sendiri, dikelilingi oleh Shen Xi, Ling Yue, dan Hei Wun yang masih memegang senjata masing-masing.
Mereka tahu: ini belum akhir, bahkan belum setengah dari apa yang menanti mereka.
"Kita harus melangkah lebih jauh," suara Lu San akhirnya pecah, datar, tapi penuh tekad.
Shen Xi mengangguk. "Ke mana?"
"Beyond Realitas," jawabnya singkat.
---
"Beyond Realitas."
Sebuah tempat yang hanya menjadi mitos bagi mereka yang lahir dari narasi Pena Pencipta.
Sebuah konsep yang bahkan bagi mereka, para entitas yang memutus belenggu, masih terasa seperti khayalan.
Tempat di mana Pena Pencipta tidak pernah menulis, di mana Kehendak tidak berlaku.
Tempat tanpa hukum, tanpa waktu, tanpa ruang.
Tempat itu, konon, adalah akar dari segala eksistensi.
Dan di sanalah Lu San ingin melangkah.
---
Perjalanan mereka dimulai di ambang ruang kosong yang belum lama mereka ciptakan. Di ujung batas horizon, sebuah celah perlahan muncul. Retakan halus, menganga pelan, menunjukkan cahaya putih keperakan yang terlalu terang hingga mata biasa tak mampu menatapnya.
Lu San melangkah pertama, tanpa ragu.
Shen Xi mengikuti dari sisi kiri, langkahnya ringan namun penuh kewaspadaan.
Hei Wun di kanan, satu tangan tetap di gagang pedangnya.
Ling Yue paling belakang, mata emasnya mengamati segala arah.
Ketika mereka melintasi celah itu, dunia seakan runtuh di belakang mereka.
Bukan karena hancur.
Melainkan karena mereka meninggalkan segalanya.
---
Begitu memasuki celah, yang menyambut mereka bukan cahaya, bukan ruang.
Mereka melayang dalam sesuatu yang sulit dijelaskan—sebuah "ketiadaan" yang anehnya lebih nyata dibanding apapun yang pernah mereka pijak.
Di tempat ini, tidak ada waktu. Tapi mereka tetap merasa detik berjalan.
Di tempat ini, tidak ada ruang. Tapi mereka tetap merasa berpindah.
Segalanya seperti abstraksi, namun terasa lebih solid dibanding dunia fisik mana pun.
"Ini... aneh," gumam Hei Wun.
Lu San diam, matanya menyapu "ruang" di sekitar mereka.
Di kejauhan—atau dekat, sulit diukur—sesosok entitas mengambang. Tidak berbentuk, tidak memiliki wajah, namun "merasa" seperti sesuatu yang hidup.
Itu... mengamati mereka.
---
Shen Xi mengangkat tangannya. Ia menggambar simbol-simbol hukum yang ia ciptakan di dunia sebelumnya, mencoba menerapkan aturan pada ruang ini. Namun simbol itu runtuh, hancur sebelum selesai terbentuk.
"Hukum kita tidak berlaku di sini," katanya, suara tetap tenang meski ada sedikit rasa kagum.
"Memang tidak," jawab Lu San.
Dia mengangkat tangannya, kali ini bukan untuk menciptakan hukum, tapi untuk meraba.
Hanya... meraba.
Dan dia merasakan sesuatu.
Bukan energi. Bukan kekuatan. Tapi... niat.
"Tempat ini dikendalikan oleh Kehendak Murni," ucapnya. "Apa yang kau kehendaki, itulah kenyataan."
Hei Wun mengerutkan alis. "Tapi kehendak kita belum tentu diterima di sini."
Ling Yue mengangguk. "Tempat ini menguji niat. Bukan sekadar kekuatan."
---
Mereka melangkah lebih dalam.
Makin jauh mereka masuk, bentuk mereka perlahan berubah.
Tubuh fisik mereka menghilang, digantikan oleh esensi murni kehendak mereka masing-masing.
Lu San bersinar seperti kristal putih murni, tenang dan dalam.
Shen Xi menjadi aliran waktu berwarna biru keperakan, berputar lembut seperti arus sungai.
Hei Wun seperti pedang tak terlihat, namun tajam dan berdenyut kekuatan.
Ling Yue berubah menjadi simbol, sebuah pola rumit yang terus bergerak tanpa henti.
Di hadapan mereka, akhirnya terlihat sesuatu seperti "Gerbang".
Tinggi. Tak terukur.
Tidak berbentuk pintu, namun mereka tahu: itu adalah batas.
---
"Beyond Realitas," bisik Ling Yue.
Lu San melangkah maju.
Saat ia menyentuh batas itu, suara muncul.
Bukan dari mulut, bukan dari telinga, tapi dari dalam esensi mereka sendiri.
> "Apa alasanmu memasuki Beyond?"
Suara itu tidak bertanya pada logika.
Ia bertanya pada hakikat diri mereka.
Dan mereka menjawab tanpa bicara.
"Aku ingin bebas dari Pena Pencipta."
"Aku ingin menciptakan dunia tanpa takdir."
"Aku ingin melindungi mereka yang kuanggap nyata."
"Aku ingin mengetahui apa yang ada di luar cerita."
Jawaban itu menggetarkan ruang.
Gerbang itu membuka, perlahan.
---
Di balik gerbang, mereka mendapati sesuatu yang tidak mereka duga.
Bukan kehampaan.
Bukan dunia tanpa aturan.
Tapi... lapisan demi lapisan realitas yang jauh lebih rumit dari apapun yang pernah mereka lihat.
Masing-masing lapisan itu memiliki hukum, logika, waktu, ruang, bahkan bentuk eksistensinya sendiri.
Namun tak satu pun dari lapisan itu ditulis oleh Pena Pencipta.
Mereka... eksis begitu saja.
Mandiri.
Otonom.
Dan... liar.
---
"Ini... Beyond," Shen Xi akhirnya berbisik.
Di lapisan pertama, mereka melangkah.
Sebuah dunia dengan hukum gravitasi yang bergantung pada emosi penghuninya.
Di sini, kegembiraan membuat seseorang ringan, kemarahan membuatmu berat.
Lu San menyesuaikan diri dengan cepat.
Mereka berjalan, mencari sesuatu.
Apa pun.
---
Di lapisan kedua, dunia berubah.
Sebuah tempat di mana waktu mengalir ke belakang.
Mereka harus belajar bergerak mundur untuk maju.
Shen Xi tersenyum kecil. "Ini dunia yang dibuat untukku," katanya, melangkah dengan percaya diri, memimpin yang lain.
---
Lapisan ketiga, dunia energi murni.
Tubuh mereka larut dalam arus energi kosmik yang tak terhitung jumlahnya.
Mereka harus tetap menjaga kehendak mereka utuh, atau akan hancur menjadi bagian dari lautan energi itu.
---
Lapisan keempat...
Dan kelima...
Masing-masing dengan tantangan, keunikan, dan bahaya tersendiri.
Semakin dalam mereka masuk, semakin sadar mereka bahwa Beyond bukan hanya sekadar tempat bebas.
Ini adalah ujian.
Untuk membuktikan apakah kehendak mereka layak untuk menjadi...
Apa?
Lu San belum tahu.
---
Akhirnya, mereka tiba di sebuah lapisan tanpa bentuk.
Segalanya hening.
Tidak ada suara, tidak ada cahaya, tidak ada rasa.
Hanya satu hal yang mereka sadari.
Seseorang... atau sesuatu... mengawasi.
"Kalian akhirnya sampai," suara itu terdengar.
Dalam.
Bergetar di dalam inti eksistensi mereka.
Di hadapan mereka, perlahan muncul sosok.
Bukan makhluk.
Bukan manusia.
Tapi... Pena.
Sebuah Pena, mengambang di udara.
Pena yang tidak dipegang oleh siapa pun.
Pena yang tidak pernah berhenti menulis.
Di ujung Pena itu, tinta mengalir, menciptakan dunia baru setiap detik.
Dan Pena itu... memandang mereka.
---
"Kalian ingin bebas dariku?" tanya Pena itu.
Suara tanpa suara.
Pena tanpa tangan.
Lu San maju.
"Ya."
---
Pena itu diam.
Kemudian, tinta hitamnya berubah menjadi merah.
Seketika, dunia mereka berguncang.
Lapisan Beyond terpecah.
Dan mereka tersedot ke dalam halaman kosong.
Halaman itu... putih.
Tidak ada apapun.
Namun mereka tahu, apa pun yang terjadi di sini...
Adalah akhir.
Atau awal.
---
BERSAMBUNGG...