"Kenapa aku bisa di sini? Kenapa aku tak memakai baju?"
Alicia Putri Pramudya begitu kaget ketika mengetahui dirinya dalam keadaan polos, di sampingnya ada pria yang sangat dia kenal, Hafis. Pria yang pernah menyatakan cinta kepada dirinya tetapi dia tolak.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Alicia Putri Pramudya?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih ulasan bagus dan kasih bintang 5 untuk yang suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku ada permintaan, Sayang.
Sore hari telah tiba, walaupun sempat ada keraguan untuk menikah dengan Hafis, tetapi akhirnya Ci menikah juga dengan pria itu. Pernikahan sederhana yang dilakukan secara dadakan.
Acaranya juga hanya diadakan di kediaman Hanzel, tetapi walaupun begitu seluruh keluarga Pramudya dan juga semua keluar Sahira serta Dion datang menghadiri acara pernikahan itu.
Hafis yang merupakan anak dari pelayan itu hanya memberikan mas kawin sebesar Rp. 21032025, itu juga uang miliknya yang dia tabungkan dari hasil bekerja dengan Hanzel.
Setelah acara pernikahan selesai, semua keluarga nampak makan malam bersama. Lalu, disusul dengan pemberian kado kepada Cia dan juga Hafis.
"Nenek gak bisa ngasih kamu kado yang wah, cuma bisa ngasih apartemen aja. Rumah tangga yang bener, Nenek sayang Cia." Khadijah memeluk Cia sambil meneteskan air mata.
"Itu terlalu berlebihan, Nek. Cia gak dikasih kado juga gak apa-apa," ujar Cia.
"Itu pantas kamu dapatkan, Sayang." Khadijah mengurai pelukannya.
Dion lalu memeluk putrinya, dia mengecup puncak kepala putrinya yang sangat dia kasihi itu. Sebenarnya ada rasa kecewa di dalam hatinya, tetapi rasa sayangnya tetaplah sangat besar terhadap putrinya itu.
"Semoga samawa ya, Sayang. Daddy selalu cinta kamu, sebagai kado dari Daddy, rumah yang ada di deket Kafe untuk kamu aja."
"Dad!" protes Cia.
"Itu gak seberapa, Sayang. Kafe cabang yang di kota D juga udah Daddy balik nama atas nama kamu," ujar Dion.
"Daddy terlalu baik," ujar Cia.
Hanzel tak memberikan kado lagi, karena pria itu sudah memberikan Resto cabang kepada Cia. Justru Sahira yang memberikan kado kepada putrinya, yang memberikan seperangkat perhiasan untuk putrinya pakai.
Hafis sampai tidak bisa berkata-kata ketika melihat istrinya yang dihujani banyak hadiah oleh keluarganya, dari mulai emas, berlian, Kafe, rumah, apartemen, sampai mobil dan juga barang berharga lainnya.
"Ini sudah malam, kalian cepatlah masuk ke dalam kamar. Istirahatlah," ujar Hanzel.
"Ya," jawab Cia yang mengajak Hafis untuk masuk ke dalam kamarnya.
Setelah mereka ada di dalam kamar, Cia mengganti bajunya dengan baju tidur. Dia merasa gerah karena sejak sore tadi harus memakai baju kebaya pengantin.
Dia lalu duduk di depan meja rias sambil membersihkan wajahnya yang tadi sempat di make up, mau mandi malas. Alhasil dia hanya berniat untuk menghapus make up-nya saja.
Hafis juga mengganti bajunya dengan baju tidur, setelah itu dia menghampiri Cia. Tanpa Cia duga, Hafis langsung memeluk Cia dan menyandarkan dagunya pada pundak istrinya.
"Kamu mau apa sih, Fis?"
"Mau peluk istri aku," jawab Hafis sambil mengecup bibir istrinya.
"Aku lagi hapus make up, Fis. Kamu boboan aja dulu," ujar Cia.
"Nggak ah, aku mau temenin kamu aja."
"Temenin sih temenin, tapi jangan kaya gitu juga."
Cia merasa risih karena tiba-tiba saja tangan Hafis mengurut dadanya, tak lama kemudian tangan itu bahkan turun untuk mengelus miliknya.
"Kan' udah sah jadi suami istri, emang gak boleh kalau minta? Kemarin aja kamu perkosa aku, sekarang kaya orang gak mau."
"Bukannya gitu, aku lagi hapus make up. Kalau mau nanti dulu," ujar Cia.
Malu juga saat Hafis mengatakan hal seperti itu, takut-takutnya dia memang diduga hanya untuk memanfaatkan pria itu dalam keadaan terdesak saja.
"Oke, aku tunggu."
Hafis langsung merendahkan tubuhnya di atas tempat tidur, tentunya dia sambil menatap Cia tanpa berkedip. Cia yang tidak mencintai Hafis sebenarnya merasa kurang suka.
Namun, nasi sudah menjadi bubur. Dia sudah tidur dengan pria itu, lagi pula sekarang dia sudah menikah. Dia sudah saya sebagai suami istri dengan Hafis, rasanya kalau pria itu meminta haknya pun Cia tak bisa menolak.
'Jalanin saja hidup ini, Cia. Mungkin ini adalah skenario dari Tuhan untuk kamu,' ujar Cia dalam hati.
Setelah menghapus make up-nya, Cia langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Hafis yang sudah menunggu tentunya langsung meminta haknya, Cia tak bisa menolak.
Wanita itu memang melayani suaminya, tetapi entah kenapa hatinya terasa hampa. Walaupun pria itu memberikan kenikmatan, tetapi dia merasa jika hal itu tak sampai ke dalam hatinya.
"Makasih, Sayang."
Hafis mengecup bibir Cia, lalu dia merebahkan tubuhnya di samping istrinya dan menutup tubuh keduanya dengan selimut.
"Hem," jawab Cia yang langsung memiringkan tubuhnya dan membelakangi pria itu.
Hafis bukan tidak tahu bagaimana perasaan Cia, tapi sengaja dia selalu mendekatkan dirinya kepada Cia, agar wanita itu bisa menerimanya. Hafis bahkan sengaja meminta haknya, agar Cia cepat hamil.
"Kenapa membelakangi aku?" tanya Hafis sambil memeluk Cia dari belakang.
"Pegel, Fis. Nggak niat hindari kamu," ujar Cia.
"Oh gitu, kalau aku mau meminta sesuatu lagi, apa boleh?"
"Boleh, asal jangan minta itu lagi. Aku lelah," jawab Cia tanpa menolehkan wajahnya ke arah suaminya.
Hafis awalnya terlihat ragu-ragu untuk mengatakan apa keinginannya, tetapi tidak lama kemudian pria itu pun akhirnya mengungkapkan apa keinginannya.
"Sayang, kamu tahu kan' kalau bapak sama Ibu itu gak punya rumah di sini."
Hafis mulai berbicara, pria itu berbicara dengan sangat lembut sekali. Cia sedang berusaha untuk mencerna apa yang ingin dikatakan oleh suaminya tersebut.
"Lalu?"
"Kamu itu kan' orang kaya, masa mertuanya masih dijadikan pembantu juga. Bagaimana kalau rumah yang diberikan oleh daddy Dion untuk bapak sama ibu aja? Biar kamu gak malu punya mertua kaya kedua orang tua aku," pinta Hafis.
"Kamu mau kalau rumah yang dikasih sama daddy itu ditempati oleh kedua orang tua kamu?"
"Iya, Sayang. Kasihan mereka kalau terus jadi pembantu, kamu juga pasti malu punya mertua yang hanya jadi pembantu saja."
"Ya udah, rumahnya ditinggali aja sama kedua orang tua kamu. Tapi, kalau dikasih aku nggak bisa. Soalnya itu rumah dari daddy, pemberian sebagai bentuk kasih sayang dari ayah aku."
"Iya, Sayang. Gak apa-apa, terus... aku mau minta maaf."
Cia langsung membalikkan tubuhnya, lalu kini dia menatap wajah suaminya dengan lekat. Wajah pria itu lumayan tampan, tetapi sampai saat ini belum mampu menggetarkan hatinya.
"Minta maaf untuk apa?"
"Aku belum bisa kasih kamu nafkah lahir, aku masih kuliah. Walaupun aku sudah kerja, tapi gaji aku masih kecil. Cuma cukup untuk biaya kedua orang tua aku," ujar Hafis.
"Gak Maslaah, lagian aku masih dikasih uang jajan sama ayah dan juga daddy. Aku juga udah pegang resto, jadi kalau untuk nafkah bisa kehandle."
"Kamu memang pengertian, mulai besok kita tinggalnya di apartemen aja. Biar lebih leluasa kalau lagi pengen, terus... Kalau boleh, aku mau kerja bantu kamu aja di resto. Masa istri aku nggak ada yang bantuin," ujar Hafis.
Cia merasakan Hafis begitu banyak maunya, tetapi untuk saat ini dia tidak bisa menolak. Cia menyanggupi apa pun yang diinginkan oleh suaminya tersebut.
"Ya udah, atur aja. Mulai besok kita pindah ke apartemen, mulai besok kamu juga kerja di resto aku aja. Bapak sama ibu suruh pindah aja ke rumah aku, nanti aku kasih kuncinya."
"Siap, Sayang. Makasih ya," ujar Hafis yang langsung memberikan ciuman mesra di bibir istrinya.
yg penting bisa lepas dari lelaki jahat itu ..dan bongkar kejahatan dia.. Nanti suatu saat harta yg di rampas enggak selama nya milik dia..