NovelToon NovelToon
Kehidupan Baru Sebagai Istri

Kehidupan Baru Sebagai Istri

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / CEO / Selingkuh / Pelakor / Cinta Seiring Waktu / Saudara palsu
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: AgviRa

Seorang wanita muda bernama Misha, meninggal karena tertembak. Namun, jiwanya tidak ingin meninggalkan dunia ini dan meminta kesempatan kedua.

Misha kemudian terbangun dalam tubuh seorang wanita lain, bernama Vienna, yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Rian. Vienna meninggal karena Rian dan Misha harus mengambil alih kehidupannya.

Bagaimana kisahnya? Simak yuk!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ide

Waktu menunjukkan pukul 22.00 WIB. Di sebuah ruangan bernuansa putih, terdapat satu tempat tidur dan sofa panjang, disamping tempat tidur ada almari kecil dan satu kursi tunggu. Di ruangan tersebut juga terdapat toilet.

Diatas tempat tidur terbaring sosok laki-laki yang belum juga sadarkan diri. Tangan kirinya terpasang jarum infus. Entah sebenarnya dia lemas dan pingsan atau memang kebablasan tertidur. Disinilah Misha saat ini, menunggui Refan yang masih terbaring tak berdaya.

Misha tengah termenung.

"Bagaimana bisa dimakanan yang gue masak tiba-tiba ada obat pencaharnya? Gue tadi nyuruh Sari buat menatanya di meja, cuma gue gak yakin kalau dia yang berani menaburkan obat pencahar ke makanan gue. Gue harus cari tahu soal masalah ini, ya gue harus menyelidikinya. Apa di rumah Mas Refan gak ada CCTVnya ya?"

Misha masih bertanya-tanya tapi, dia tidak mau su'udzon. Dia akan menyelidiki siapa yang berani membuat masalah dengannya. Misha yakin kalau sebenarnya target utama bukanlah Refan melainkan dirinya.

Sedari tadi Misha belum juga mengisi perutnya. Rasa lapar seakan-akan hilang dan tak terasa karena khawatir dengan Refan.

Hoaam!!!

Tak terasa rasa kantuk sudah menghampirinya, sedari tadi Misha berkali-kali menguap. Matanya semakin berat dan tak lama Misha ketiduran.

°°°°°

"Hai, Mima." Panggil seorang wanita.

Mima menatap wanita tersebut. Mima menyipitkan kedua matanya. Matanya membelalak melihat siapa yang tengah memanggilnya. "Misha, loe Misha kan?" Tanya Mima meyakinkan.

"Iya, ini memang aku."

"Kita dimana? Apa loe datang ingin meminta tubuh loe kembali?"

Misha menggelengkan kepala.

"Tidak, Mima. Disini aku hanya ingin mengucapkan terima kasih. Terima kasih kamu sudah mau menjaga diriku dengan baik. Kini aku bisa bernafas dengan lega. Sekarang aku bisa pergi dengan tenang."

Misha membalikkan badan ingin melangkah pergi.

"Eh, loe mau kemana?"

Misha berhenti, lalu menoleh ke belakang.

"Waktuku sudah habis, Mima. Lagian, aku sudah tidak bisa kembali ke tubuh itu lagi. Takdirku memang sudah selesai sampai disini. Semoga kamu menemukan kebahagiaanmu." Jawabnya lalu pergi menghilang.

"Misha, Misha."

°°°°°

Misha terbangun dari tidurnya.

"Misha." Keringat dingin membanjiri tubuhnya. Nafasnya nampak ngos-ngosan. Dilihat jam pada ponselnya, jam menunjukkan pukul 02.00 WIB.

"Astaghfirullah, hanya mimpi. Tapi, terasa nyata sekali."

Misha menatap Refan yang masih setia menutup matanya.

"Mas, Misha tinggal sebentar ya!" Ucapnya tersenyum kearah Refan.

Setelah itu dia beranjak pergi keluar menuju mushola di Rumah Sakit. Misha akan melaksanakan shalat tahajud.

Sepeninggal Misha, Refan membuka kedua matanya. Sebenarnya tadi dia sudah sadar. Dia merasa sangat haus. Tapi, rasanya dia tidak tega membangunkan Misha. Dia ingin sekali membelai rambut Misha tapi, tiba-tiba mimik wajah Misha menunjukkan kegelisahan dan akhirnya Misha terbangun.

"Mimpi apa yang kamu alami sehingga kamu terlihat gelisah, Sha? Semoga itu hanya sekedar bunga tidurmu." Celetuk Refan yang akhirnya dia menutup kedua matanya kembali.

****

Keesokan harinya.

Refan kembali membuka matanya, dia memindai ruangan tersebut, mencari keberadaan Misha, namun diruangan tersebut tidak ada Misha.

Refan berusaha untuk bangun. Tubuhnya terasa masih sedikit lemah.

Tiba-tiba pintu terbuka.

Ceklek.

Misha lah yang datang dengan membawa beberapa kantong plastik.

"Loh, Mas Refan sudah sadar. Sebentar Mas biar Misha bantu." Gegas Misha berjalan cepat mendekati Refan dan membantunya untuk duduk.

Refan terus menatap Misha yang membantunya. Dengan jarak yang begitu dekat, membuat jantung Refan berdetak tak beraturan.

"Mas Refan sudah sadar sedari tadi ya? Maaf ya, aku tadi nyari makanan buat sarapan."

Misha tidak menyadari jika dirinya ditatap oleh Refan.

Misha membuka kantong plastik dan mengambil sebotol air mineral dan sedotan.

"Mas, minum dulu. Sedari kemarin malam, Mas Refan belum terisi apa-apa, apalagi Mas Refan mengeluarkan banyak cairan. Setelah ini, Mas Refan sarapan ya?" Ucap Misha memberi minum Refan.

Refan hanya mengangguk, menurut dengan Misha.

"Mas Refan harus minum yang banyak, agar tidak dehidrasi. Beruntung infus ini membantu Mas Refan, coba kalau tidak!"

Refan masih diam. Membiarkan Misha terus berbicara.

Misha membuka kantong plastik yang satunya dan mengambil satu kotak mika plastik berisi makanan.

"Mas Refan harus sarapan yang banyak, terus minum obat biar cepat pulih. Nanti kalau dokter datang, Mas Refan sudah terlihat lebih segaran." Ucap Misha sambil membuka mika makanan tersebut.

"Iya istriku. Tapi, suapin ya?" Jawab Refan lirih.

Walaupun begitu, Misha bisa mendengarnya.

"Hah, apa Mas?"

"Ah tidak. Tidak apa-apa kok."

"Tapi, aku tadi dengar Mas Refan ngomong sesuatu."

Refan tersenyum.

"Bukan apa-apa. Apa kamu keberatan jika aku memintamu untuk menyuapiku?"

Misha menggeleng tersenyum. Mukanya mendadak memerah karena malu.

Misha pun dengan telaten menyuapi Refan.

*****

"Haha, melihat makanan diatas piring mereka berdua, pasti saat ini mereka sedang dirawat. Rasain tuh wanita sok kecakepan. Tapi, ayang Refan benar-benar kasihan. Aku jadi tidak tega membayangkannya." Ucap Arum berdiri di samping meja makan.

Pagi ini dia ingin memastikan apakah rencananya berhasil atau tidak. Tapi, melihat apa yang ingin dia lihat sesuai dengan harapannya, Arum tertawa puas.

"Loh, Arum. Kenapa kamu hanya berdiam saja sambil senyum-senyum sendiri?"

Arum menoleh keasal suara.

"Bukan urusanmu." Jawab Arum menatap Sari sengit.

"Daripada memperhatikan aku, mending bantuin bawa makanan sisa tuh masih banyak diatas meja." Imbuh Arum.

Arum membawa kotoran piring ke dapur.

"Aneh, dia kenapa?" Tanya Sari dalam hati ketika melihat Arum yang tidak biasa.

Sari gegas mendekati meja makan.

"Loh, makanannya kok seperti tak tersentuh. Padahal enak banget. Pak Yoyo aja sampai nambah dua kali. Apa ada yang terjadi?" Pikir Sari.

Tak mau berpikir aneh-aneh. Sari membawa makanan tersebut ke dapur.

*****

Pukul 08.00 WIB. Dokter dengan diikuti seorang perawat datang untuk memeriksa Refan.

"Selamat pagi, Pak Refan. Bagaimana kondisinya saat ini? Apa ada keluhan?" Tanya Dokter.

"Selamat pagi, Dokter Arya. Kondisi saya sekarang sudah membaik. Saya tidak merasa pusing sama sekali. Ini tadi juga baru selesai sarapan dan minum obat jadi lebih segaran."

Dokter Arya mengangguk.

"Maaf, Pak. Sambil saya periksa tensi, Bapak ya."

Refan mengangguk.

"120/80 ya, Pak. Tensi Bapak normal." Ucap perawat.

"Saya rasa, Anda tidak sampai tiga hari dirawat akan segera pulih. Mungkin besok Anda sudah bisa pulang."

"Semoga saja, Dok."

"Kalau begitu, saya pamit dulu, saya harus memeriksa pasien yang lainnya. Semoga lekas pulih ya Pak Refan." Ucapnya tersenyum.

"Baik, Dok. Terima kasih, Dokter Arya."

Dokter Arya membalikkan badan dan berjalan meninggalkan ruangan inap Refan. Begitu pun dengan perawat yang datang bersama dengan Dokter Arya.

"Mas Refan kenal sama Dokternya tadi?"

Refan mengangguk.

"Iya kenal, dia sahabat Mama."

Misha mengangguk pelan. "Oh, pantes." Jawabnya.

Misha melirik Refan sedikit canggung.

"Em, Mas Refan. Maaf ya. Gara-gara makan masakanku, Mas Refan harus merasakan sakit dan berakhir disini. Aku juga tidak tahu, kenapa dalam masakanku ada taburan obat pencaharnya." Ucap Misha, kepalanya menunduk menatap tangannya yang tiba-tiba berair alias keringat dingin.

Refan menatap Misha. Dalam hati Refan tidak menyalahkan Misha. Tapi, dipikiran Refan terlintas ide jahil.

"Itu kamu sadar. Kamu memang harus bertanggungjawab. Aku tidak peduli, mau kamu atau bukan yang sengaja melakukannya."

"Tapi, kan. Aku sudah bertanggungjawab membawa Mas Refan ke Rumah Sakit."

"Aku gak mau itu. Harus yang lain."

"Em, memangnya Mas Refan maunya aku harus tanggungjawab yang gimana?"

Refan tersenyum miring.

"Aku mau, 1 bulan penuh kamu mengurus segala keperluanku."

Misha mendongakkan kepalanya menatap Refan.

"Me-mengurus segala keperluan? Seperti istri?"

Refan mengangguk. Refan mendekatkan wajahnya kewajah Misha. "Ya, bukankah kamu semalam mengaku kalau kamu ini istriku?"

Ya, semalam Refan tidak sepenuhnya pingsan. Dia hanya merasa lemas, dia juga bisa mendengar semua perkataan Misha dan Dokter. Disaat Misha pergi mengurus administrasi, meskipun matanya masih terpejam dengan sempurna tapi, Refan mengembangkan senyumnya.

Mata Misha melotot.

"Em, itu, anu. Itu tidak-" Misha mendadak salah tingkah. Dia terlihat gugup. Ibarat maling ketangkap basah.

Perkataan Misha langsung dipotong oleh Refan. "Aku tidak mau tahu. Atau aku akan meminta Kevin untuk mengurusmu."

Dengan cepat Misha menggelengkan kepalanya.

"Ah tidak-tidak, jangan ya Mas. Em, kalau itu bisa menebus kesalahanku, akan aku lakukan, Mas. Asal jangan membawa masalah ini ke jalur hukum."

'Yes. Dengan begitu kamu akan selalu berada disisiku, Misha.'  Batin Refan bersorak ria.

1
Nyai Suketi
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!