Aisyah, seorang istri yang selalu hidup dalam tekanan dari mertuanya, kini menghadapi tuduhan lebih menyakitkan—ia disebut mandul dan dianggap tak bisa memiliki keturunan.
mampukah aisyah menghadapi ini semua..?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon prettyaze, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tuduhan kejam
Beberapa hari kemudian, kabar tentang krisis di perusahaan akhirnya sampai ke telinga ibunya. Saat Farhan tiba di kantor, ibunya sudah menunggunya di ruangan dengan ekspresi marah.
“Apa yang sebenarnya terjadi, Farhan?” suara ibunya terdengar tajam. “Kenapa perusahaan kita sampai terlibat dalam kasus penyalahgunaan dana?”
Farhan menghela napas. “Ibu, aku sedang berusaha menyelesaikan semuanya. Aku butuh waktu.”
“Tapi selama ini kamu ke mana? Kamu terlalu sibuk dengan urusan pribadi, dengan Aisyah! Seharusnya kamu lebih fokus pada perusahaan ini, bukan malah mengabaikannya!”
Farhan menegang. “Jangan bawa Aisyah ke dalam masalah ini, Bu. Ini bukan salah dia.”
“Tentu saja ini ada hubungannya!” sang ibu bersikeras. “Sejak kamu menikah dengannya, kamu berubah. Kamu jadi lebih banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan bisnis! Dan sekarang lihat akibatnya, perusahaan kita terancam hancur!”
Farhan mengepalkan tangannya. “Ibu, perusahaan ini jatuh bukan karena Aisyah. Ini karena ada pengkhianatan di dalam, dan aku sedang mencari tahu siapa yang bertanggung jawab.”
“Dan sementara itu, Rania yang berusaha menyelamatkan semuanya,” sang ibu melanjutkan dengan nada sinis. “Mungkin kalau dari awal kamu lebih mendengarkan dia daripada istrimu, masalah ini tidak akan sebesar ini.”
Farhan menatap ibunya tajam. “Ibu masih tetap sama. Selalu berpikir bahwa Aisyah adalah masalah, padahal dia tidak pernah sekalipun menghalangiku dalam pekerjaan.”
Ibunya mendengus. “Kalau begitu buktikan, Farhan. Buktikan bahwa kamu bisa menyelamatkan perusahaan ini sendiri. Jika tidak, jangan salahkan kalau akhirnya Rania mengambil alih posisimu.”
Farhan terdiam. Ia tahu ibunya tidak akan pernah berubah. Tapi satu hal yang pasti, ia tidak akan membiarkan siapa pun, termasuk ibunya, merusak pernikahannya dengan Aisyah.
•••
Siang itu, Aisyah sedang merapikan bunga-bunga di tokonya ketika bel pintu berbunyi. Ia menoleh dan terkejut melihat ibu Farhan berdiri di ambang pintu dengan ekspresi dingin dan penuh penilaian.
“Selamat siang, Bu,” sapa Aisyah sopan, meski hatinya mulai diliputi kegelisahan.
Ibu Farhan melangkah masuk tanpa menjawab sapaan itu, matanya menyapu seluruh ruangan seolah menilai apakah tempat ini pantas atau tidak. Kemudian, ia menatap Aisyah tajam.
“Kita perlu bicara.”
Aisyah menelan ludah. “Silakan, Bu. Ada yang bisa saya bantu?”
Sang ibu melipat tangannya di dada. “Aku ingin tahu, sampai kapan kamu akan terus mengganggu kehidupan Farhan?”
Aisyah mengerutkan kening, bingung dengan tuduhan itu. “Mengganggu? Saya tidak mengerti maksud Ibu.”
Ibu Farhan mendesah, seolah tidak memiliki kesabaran untuk menjelaskan lebih lanjut. “Farhan punya tanggung jawab besar di perusahaan. Tapi sejak menikah denganmu, dia jadi lemah, kehilangan fokus, dan sekarang perusahaan berada di ambang kehancuran.”
Aisyah menegang. “Farhan tidak pernah mengatakan bahwa pernikahan kami mengganggunya dalam bekerja.”
“Tentu saja dia tidak akan mengatakan itu,” balas ibunya cepat. “Tapi aku melihat sendiri bagaimana kamu menariknya menjauh dari tanggung jawabnya. Kamu hanya sibuk dengan toko kecilmu ini sementara dia harus menyelamatkan bisnis keluarga!”
Aisyah merasakan hatinya sakit mendengar kata-kata itu. Namun, ia berusaha tetap tenang. “Bu, saya selalu mendukung Farhan. Saya tidak pernah menghalanginya untuk bekerja atau menjalankan tanggung jawabnya.”
Ibu Farhan mendekat, nadanya semakin tajam. “Kalau begitu, buktikan. Pergilah dari kehidupan Farhan. Biarkan dia kembali fokus tanpa ada gangguan dari perempuan yang tidak mengerti bagaimana mendukung suami dengan benar.”
Aisyah terdiam. Kata-kata itu begitu menusuk, membuat dadanya terasa sesak. Apakah selama ini kehadirannya benar-benar hanya dianggap sebagai penghalang?
Sementara itu, ibu Farhan menatapnya dengan penuh kemenangan, yakin bahwa Aisyah tidak akan bisa melawan keinginannya.
Namun, Aisyah menggenggam tangannya erat, berusaha menahan air matanya. Ia tahu bahwa meninggalkan Farhan bukanlah solusi. Tapi bagaimana ia bisa melawan tekanan ini sendirian?