Apa yang terjadi jika Seorang Pendekar Nomer satu ber-Reinkarnasi dalam bentuk Tahu Putih?
padahal rekan Pendekar lainnya ber-Reinkarnasi dalam berbagai bentuk hewan yang Sakti.
Apakah posisi sebagai Pendekar Nomer Satu masih bisa dipertahankan dalam bentuk Tahu Putih?
ikuti petualangan serunya dengan berbagai Aksi menarik dan konyol dari Shantand dan Tahu Ajaib nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzy Husain Bsb, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jejak menghilang
Shantand menerobos hutan Saloka dengan napas yang semakin berat. Gelap dan lebatnya hutan seolah hidup, ranting-ranting menjulur seperti tangan-tangan tua yang mencoba meraihnya. Tapi tekadnya lebih kuat dari rasa takut. Dia tahu… dua makhluk besar dari masa lalu—Bhanu Rekso dan Gondil Laksono—sedang bertarung. Dan itu bisa mengubah banyak hal.
"Bhanu Rekso... Gondil Laksono… Kakak seperguruanku..." gumamnya lirih, tapi matanya menyala. "Aku harus tahu kenapa kalian hidup kembali, dan di pihak siapa kalian sekarang…"
Akar-akar besar menjulur, kabut makin tebal. Namun di sela semua itu, Shantand merasa... ada yang mengawasinya.
Sementara itu…
Pak Lanselod menjadi gelisah.
> "Ke mana Shantand?" gumamnya. "Kenapa bocah itu tiba-tiba hilang?"
Ia melangkah cepat ke arah tempat terakhir mereka bicara. Tak ada jejak.
Namun sesuatu mengganggu pikirannya…
Seekor ayam jantan yang tadi pagi berkotek keras di dekat tubuh kakek tua itu—sekarang menghilang.
Seorang pemuda desa datang tergopoh-gopoh.
> “Pak Lanselod! Di dapur umum, kami temukan tikus yang bisa bicara! Tadi lari ke arah hutan!”
Pak Lanselod menatap tajam ke arah hutan Saloka.
> “Celaka... kita tak hanya berhadapan dengan manusia reinkarnasi, tapi juga makhluk-makhluk lain yang menyamar sebagai hewan!”
Ia lalu memerintahkan beberapa pendekar muda untuk menyusul Shantand, namun melarang mereka masuk terlalu dalam.
> “Hutan Saloka bukan hutan biasa… Jika kalian masuk tanpa ilmu batin yang cukup, kalian akan kehilangan arah bahkan lupa siapa diri kalian…”
*****
Di dalam hutan Saloka
Debu, daun, dan tanah beterbangan. Terlihat sekilas sosok Gondil Laksono dan Bhanu Rekso yang bertarung sengit—tubuh mereka penuh luka, tapi kekuatan mereka seolah tak habis.
Pemandangan itu sungguh luar biasa yang membuat jantung Shantand berdegup kencang! Dua sosok makhluk seperti monster raksasa sedang bertarung mengerikan!
Pohon-pohon besar tumbang dan debu beterbangan..
Namun yang membuat Shantand tercekat adalah…
Dari kejauhan, di atas batu besar yang menjulang di tengah rerimbunan hutan Saloka… seseorang berdiri tegak.
Jubah hitam panjangnya berkibar tertiup angin malam. Wajahnya tak terlihat, tersembunyi di balik topeng emas berukir aneh—simbol yang asing bahkan bagi Shantand. Tapi auranya… mengancam, tenang, dan sangat menguasai keadaan.
Di bawah lindungannya, berlutut dua makhluk yang baru saja lolos dari kekalahan: si Elang Wiroseno dan Kodok Bangkong Pragalba. Luka mereka parah, napas tersengal, namun mereka menunduk patuh pada sosok bertopeng emas itu. Tidak ada yang berani bersuara. Bahkan malam pun seolah takut membuat suara.
Shantand yang bersembunyi di balik semak, matanya membelalak. Ada rasa gentar dalam hatinya, namun juga tekad yang tak bisa diredam.
> "Aku tidak boleh membiarkan kodok itu lolos... dia saksi penting… bahkan bisa jadi kunci dari semua kekacauan ini!"
Ia menggenggam erat tongkat pendeknya, matanya tak berkedip menatap sosok bertopeng.
> “Siapa dia…?” desis Shantand, matanya tajam.
Dan dari balik kabut, sesosok burung hantu dengan tiga mata hinggap di pundak orang bertopeng itu… menatap langsung ke arah Shantand.
Benturan demi benturan mengguncang tanah Saloka. Pohon-pohon tua tumbang satu per satu. Tanah merekah. Kabut semakin pekat. Tapi dua sosok besar itu masih terus bertarung.
Bhanu Rekso, gorila raksasa bertulang putih itu, mengerang keras. Matanya merah menyala, napasnya berat tapi penuh amarah. Tubuhnya penuh goresan, namun tenaga kasarnya belum habis.
Gondil Laksono, harimau besar berwibawa itu mencoba menyerang dari sisi kanan dengan cakar mautnya. Tapi Bhanu menangkapnya—dan untuk sesaat dunia seperti berhenti bergerak.
> “RAAAAHHH!!!” teriak Bhanu, dan tubuh harimau besar itu diangkat ke atas!
“BRAK! BRAK!!”
Tubuh Gondil dibanting ke kanan… lalu ke kiri! Suara bergemuruh seperti batu raksasa jatuh dari gunung. Tanah di bawah mereka pecah. Akar-akar mencuat.
Gondil Laksono sang Harimau besar meraung kesakitan. Tubuhnya sudah tak seimbang. Luka dalamnya terlalu banyak. Nafasnya terengah. Ia mencoba bangkit, namun Bhanu menginjakkan kakinya di dada Gondil, menatap lurus ke mata musuh lamanya.
> “Kau memang kuat, Gondil…” suara Bhanu berat. “Tapi kekuatan tanpa tekad yang benar… hanya akan berakhir sebagai kebodohan!”
Bhanu tidak membunuh Gondil. Ia hanya menatapnya lama, lalu hendak melangkah pergi perlahan sambil membawa kemenangan melawan musuh bebuyutan nya.
Dari kejauhan, Shantand melihat semua itu. Napasnya tercekat. “Itu… Bhanu Rekso… dia telah menang…”
"Tenang muridku jangan biarkan emosi menguasaimu, Bhanu bukan lawanmu ,dia terlalu kuat, tapi aku akan menggertak nya.. " Bhaskara menyambung.
tanpa disadari oleh Shantand, gurunya sendiri tersulut emosinya melihat sang murid Gondil Laksono kalah dan terluka. Butiran tahu melesat keluar dari labu tuak Shantand.. Di antara cahaya bulan butiran tahu Bhaskara semakin menyerap kekuatan dari sari tanaman dan semakin banyak butiran tahu tercipta lalu berputaran dengan cepat ke arah Bhanu rekso yang tidak tahu bahwa itulah wujud Bhaskara!
Kemudian pusaran angin besar berupa butiran putih tahu seperti salju itu mengangkat tubuh gorilla raksasa yang tak berkutik dan ketakutan.. Gerengannya keras.. Lalu tubuh itu ikut berputaran ke atas..
"gila! kekuatan apa ini?" tubuhnya bergetar.
Butiran tahu itu menyerap kekuatan alam, menyatu dengan sari-sari tanaman, dan terus bertambah—hingga akhirnya, semua butiran itu menyatu, membentuk wajah besar di langit malam, wajah berwibawa, Wajah Bhaskara!!
Kemudian wajah itu berubah lagi menjadi sebuah kepalan tangan yang sangat besar dan menghajar tubuh gorilla itu tanpa ampun, suara bergemuruh seperti geledek memekakkan telinga ketika kepalan tangan tanpa ampun meninju, menghempas tubuh Gorilla!!
“BUUMM!!!”
Kepalan itu menghantam tubuh Bhanu Rekso dari atas seperti palu godam yang menghancurkan gunung!
Blaaarrr!!!
Getaran besar menyebar, pohon-pohon tumbang, tanah retak! Suara dentuman itu menggema seperti halilintar. Tubuh Bhanu terpental keras, menghantam tiga pohon raksasa di belakangnya hingga hancur berantakan. Beberapa tulang iganya patah, membuatnya akan kesusahan bertarung lagi..
Sementara itu, di antara puing-puing pohon dan tanah yang hancur, Gondil Laksono yang tubuhnya berlumuran luka, perlahan berdiri. Tubuh harimaunya masih goyah, tapi mata bulatnya bersinar—penuh kekaguman dan haru.
> “Itu… guru…”
Wajahnya berseri.
Setelah sekian lama, ia akhirnya bisa menyaksikan wujud sejati gurunya, sosok yang selama ini hanya ia kenali lewat ajaran dan suara samar di medan latihan siluman.
Tapi apa yang dilihatnya sekarang... bukanlah manusia, bukan pula dewa.
Wujud itu—ular naga putih raksasa—berjalan pelan mendekat. Sisiknya mengilap seperti perak di bawah cahaya bulan, matanya tajam menyala bak bara. Tapi tatapannya tenang, bijak, dan penuh kekuatan tua yang tak terjelaskan oleh dunia ini.
> “Kau boleh pergi sekarang…”
Suara Bhaskara—dalam bentuk naga putih—menggelegar namun penuh wibawa, seperti suara dari langit yang tak bisa dibantah.
Bhanu Rekso yang masih tergeletak, menggertakkan gigi, namun tak sanggup melawan.
Ia hanya mengangguk pelan, tubuhnya gemetar.
Sosok besar gorilla itu perlahan bangkit, lalu pergi terseok-seok menembus hutan, tanpa satu pun menoleh ke belakang.
Gondil maju, perlahan.
> “Guru… Terima kasih… Terima kasih telah menyelamatkanku…”
Tubuh harimaunya sedikit menunduk, seperti memberi penghormatan. Ia tahu, jika tidak karena gurunya, hari ini mungkin menjadi akhir hidupnya.
Sang naga putih tak menjawab dengan kata-kata.
Ia hanya menatap Gondil sejenak… lalu, perlahan… tubuh raksasa itu mulai mencair kembali menjadi butiran-butiran kecil, melayang naik ke udara, seperti debu cahaya yang menari lembut di angin malam.
Butiran itu beterbangan dan menghilang satu per satu, meninggalkan keheningan dan jejak keagungan di hutan Saloka yang baru saja menyaksikan salah satu pertarungan dan penampakan paling langka sepanjang zaman.
Shantand bengong menyaksikan semua itu..
Namun perhatiannya buyar ketika ia menyadari sesuatu:
Saat ia hendak mendekat, angin malam tiba-tiba menguat… dan kabut tebal naik dengan cepat. Dalam sekejap, sosok bertopeng dan kedua hewan itu lenyap dari pandangan!
> “Hilang…” gumam Shantand, kecewa tapi matanya tetap menyala—rasa penasaran makin dalam.
> Sosok bertopeng emas tadi…dan terutama si kodok buduk itu menghilang.
Kemana dia harus mencari si kodok buduk itu???