Seorang gadis yang terpaksa menikah dengan ayah dari sahabatnya sendiri karena sebuah kesalahpahaman. Apakah dirinya dapat menjalani kehidupannya seperti biasanya atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jatuh miskin
Acara pun di mulai. Azalea yang tadinya berganti pakaian pun terlihat sudah bergabung di meja ayah bundanya. Ayah Leo mengucapkan terima kasih atas kehadiran tamu undangan. Dan meminta maaf atas masalah kecil yang telah terjadi di awal acara. Ayah Leo juga menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi kepada mereka supaya nanti tak ada hal-hal yang tak diinginkan di kemudian hari dan mereka semua pun mengerti. Ayah Leo pun menyampaikan maksud diadakan acara malam ini.
"Selamat malam semuanya. Saya ingin mengucapkan terima kasih atas kehadiran rekan-rekan sekalian. Pasti kalian sudah tahu apa maksud diadakan acara ini. Yah, setiap setahun sekali acara ini akan diadakan untuk mempererat jalinan silaturahmi diantara kita terutama dalam kerjasama perusahaan kita. Tiada rekan semua saya bukanlah siapa-siapa. Saya juga mau meminta maaf dengan sedikit masalah diawal acara tadi, mungkin kalian akan bertanya-tanya!! Wanita yang duduk disebelah istri saya adalah anak pertama saya, dan disebelahnya lagi kalian pasti semua sudah tahu bukan? Yah, Pak Damian Wijanarko dan anak semata wayangnya. Pak Damian ini adalah menantu saya. Jika kalian bertanya kapan mereka menikah, itu sudah 3 minggu yang lalu. Untuk acara resepsi, tunggu undangan dari kami. Sedang yang saya usir tadi adalah orang yang sudah menghina anak dan menantu saya dan sudah berbuat curang di perusahaan saya. Jadi, saya harap untuk kedepannya tak akan ada isu yang tidak-tidak tentang keluarga saya maupun anak saya. Baik, sekian dari saya. Silahkan dinikmati jamuannya." Ucap ayah Leo panjang lebar.
Semua orang pun bertepuk tangan. Acara pun berjalan dengan lancar dan selesai pukul 23.00 WIB. Azalea pun berpisah dengan kedua orang tuanya.
Sesampainya di rumah, mereka langsung beristirahat.
.......
Hari pun telah berganti. Pagi hari setelah sarapan, Azalea dan Dina langsung berangkat ke kampus. Sedang papa Damian belum ke kantor karena hari ini jadwalnya sedikit senggang.
Azalea dan Dina pun sampai di Kampus. Suasana kampus pun sudah tak seperti kemarin yang ramai membicarakan Azalea. Terlihat Amel dan teman-temannya berjalan kearah dimana Azalea dan Dina.
"Heh, cewek murah*n, puas lu semalam udah buat gue malu?" Ucap Amel.
What??
"Kamu yang berulah kamu yang menerima getahnya kenapa nyalahin aku?" Ucap Azalea dengan santai.
"Eh lu anak kampung kok kamu bisa-bisanya sih jahat banget begitu? Sampai kamu tega menyiksa Amel begini!!" Ucap Lusi yang sebenarnya tak tahu pokok permasalahannya.
Azalea langsung memerhatikan wajah Amel. Terlihat sudut bibirnya terluka, pipinya juga memar.
"Kenapa nyalahin aku? Aku bahkan tak tahu menahu soal wajah dia." Tanya Azalea.
"Sepertinya dia mengarang cerita deh, Zaa." Bisik Dina pada Azalea. Azalea pun mengangguk dan membenarkan perkataan Dina.
"Lu kan yang udah nampar dan hajar Amel sampai begini? Jahat amat sih lu." Ucap Rara.
"Bagaimana kalian menuduh Zaazaa tanpa bukti?" Ucap Dina yang tak terima mamanya dituduh melakukan penganiayaan.
"Amel sendiri bilang semalam temenmu ini sudah melakukan tindak kriminal. Harusnya lu sebagai temennya paham, suruh temen lu itu tanggungjawab." Ucap Lusi dengan menunjuk-nunjukkan Dian.
"Wow, sepertinya ada yang mengarang drama, kalian pasti ditipu sama dia. Ih kasihan banget sih kalian. Kalian mau tau gak cerita aslinya gimana?" Ucap Dina.
Amel yang merasa rencananya akan gagak berantakan pun gugup.
"Gays, ayo kita pergi aja. Gak penting ngladenin mereka." Ucap Amel yang tak mau teman-temannya mengetahui kebenarannya.
"Gak bisa, Mel. Kita harus kelarin semuanya sekarang." Kekeh Rara.
"Iya, Mel. Kli perlu kita balas cewek kampungan ini." Sambung Lusi.
"Duh duh, udah deh gak perlu drama. Ka Amel yang merasa teraniaya, punten. Maaf banget karena aku, ka Amel jadi seperti ini. Tapi, teman-teman ka Amel harus tau, kalau beneran bukan aku yang nglakuin hal itu. Asal kalian tahu ya, ka Amel ini semalam sudah ngeguyur aku pakai air minum. Mana dia juga menghina aku, nah disaat itu ayahnya juga ngebela ka Amel. Tapi, sayangnya ayah ka Amel kena pecat oleh bosnya. Jadi, mungkin penganiayaan tersebut berasal dari keluarganya sendiri. Apalagi ayah ka Amel dipecat secara tidak terhormat karena korupsi uang perusahaan." Jelas Azalea.
"Hahhh,,, apa itu benar, Mel? Lu kere dong sekarang?" Ucap Lusi.
"Em, anu," Gagu Amel.
"Lu klo udah kere mah kere aja sekarang. Gak perlu buat drama juga. Menjijikkan. Ayo Ra kita pergi. Dia udah gak level lagi sekarang sama kita." Ucap Lusi dan Rara pun mengangguk.
"Hei, kalian jangan munafik ya, kalian lupa siapa gue? heiii." Amel tak terima dengan perkataan teman-temannya.
"Makanya, jadi orang jangan belagu. haha." Ucap Dina.
Azalea dan Dina pun ikut meninggalkan si ondel-ondel yang masih emosi gak jelas.
......
Kediaman Pak Wirya
"Bun, aku benar-benar pusing dengan semua ini. Mana semua yang ayah lakuin ketahuan oleh bos. Sebelum semuanya nanti ditarik oleh polisi kita harus segera mengamankan harta kita." Ucap pak Wirya.
"Lagian kenapa sih ayah bisa sampai ketahuan korupsi segala? Kalau sudah begini bagaimana? Bunda gak mau jatuh miskin, yah." Ucap bundanya Amel.
"Ya mana ayah tau, bun. Ayo bun cepat, sebelum nanti polisi datang, kita harus pindah dari sini. Cepat hubungi Amel, nanti kita bertemu disuatu tempat." Ucap pak Wirya.
Istri pak Wirya pun langsung menghubungi Amel. Namun, baru telepon tersambung, tiba-tiba ada hang mengetuk pintu.
Tok tok tok
Sepasang suami istri itu pun saling berpandangan, sementara diseberang telpon diabaikan.
"Yah, coba lihat siapa yang bertamu." Ucap bundanya Amel.
"Kamu ajalah, bun. Masak ayah." Ucap pak Wirya.
Bundanya Amel pun membuka pintu. Betapa kagetnya dia dengan siapa yang datang. Kini dia menjadi gugup dan ketakutan.
"Siapa, bun?" Tanya pak Wirya yang ikut menyusul istrinya ke arah pintu.
Jelas pak Wirya juga kaget.
"Selamat siang, dengan pak Wirya?" Ucap salah satu polisi.
Yah, petugas kepolisian lah yang datang.
"I-iya, dengan saya sendiri." Ucap pak Wirya dengan sedikit gugup.
"Kami membawa surat penangkapan, Anda. Mohon segera ikut dengan kami." Ucap petugas.
"Tidak, saya tidak melakukan apa-apa. Saya tidak bersalah." Ucap pak Wirya membela diri.
"Tolong kerjasamanya, pak. Atau kami akan menyeret Anda dengan paksa." Ucap petugas.
Sial!!
Mau tak mau pak Wirya pun menurut. Istrinya pun berteriak-teriak meminta pada petugas untuk jangan membawa suaminya itu. Namun, petugas abai saja.
Sedang sambungan telepon juga belum terputus, di seberang Amel berulang kali memanggil-manggil bundanya dan bertanya ada apa yang terjadi namun, semua percuma.
Akhirnya Amel pun berinisiatif untuk pulang. Sesampainya di rumah.
"Bunda, bunda, apa yang terjadi?" Ucap Amel.
Amel memanggil-manggil bundanya namun tak ada sahutan sama sekali. Lalu, Amel menuju kamar ayah bundanya. Dan benar saja, bundanya berada di kamar sedang menangis.
"Bunda." Amel perlahan mendekati bundanya yang sedang menangis sesenggukan.
"Ayah kamu, Mel. huhu" terpotong karena terisak "Ayah kamu ditangkap polisi. huhu. Semua aset yang kita miliki juga ditarik dan diamankan untuk bukti nantinya. Kita sudah tak punya apa-apa. huhu" Jawab bundanya Amel.
"Apa? Tidak, tidak, tidak, bunda bohong kan?" Amel yang tak percaya dengan ucapan bundanya.
"Bunda tak bohong, Mel." Ucap bundanya Amel.
"Tidak, Amel gak mau miskin bun, gak mau."
Amel pun ikut menangis. Dia lebih histeris dari bundanya. Bagaimana dia akan menjalani hidupnya setelah ini? Dia tak siap dengan semuanya ini. Apa yang dinikmatinya sekarang akan hilang begitu saja. Hancur sudah.