Mengubah Takdirku

"Aku...sedang mandi, bukan?" Leon sedikit terkejut. Melihat ekspresi Aurel, sepertinya wanita itu tidak tahu bahwa dia ada di dalam kamar mandi. "Kamu mandi... ken... kenapa kamu tidak menyahut saat kupanggil?" Aurel sangat malu.

"Barusan aku sedang berpikir dengan serius, jadi aku tidak, tidak dengar...." Leon juga tergagap, dia terpana oleh situasi yang tiba-tiba ini. "Lalu kenapa kamu tidak mengunci pintunya!" Aurel semakin malu dan marah.

"Kamu biasanya tidak mandi di kamar ini...." Leon menjelaskan dengan tidak berdaya. Memang biasanya Aurel tidak mandi di kamar ini. Setelah mandi di kamar orang tuanya, Aurel akan berganti pakaian dengan baju tidur yang sangat tertutup baru kembali ke kamar.

Namun, hari ini Aurel tidak mau mendengarkan omelan Siska. Dia saja sudah tidak sabar untuk kabur dari sana, bagaimana mungkin mau mandi di kamar orang tuanya? Selama tiga tahun pernikahan mereka, ini adalah pertama kalinya Aurel ingin mandi di kamar mandi mereka, tapi malah mengalami hal yang begitu memalukan!

"Kupikir kamu mau mandi denganku..." ucap Leon sambil menyentuh ujung hidungnya. "Dasar mesum!" Aurel pun berteriak marah dan membanting pintu setelah sadar bahwa dia sendiri yang salah.

Leon menggelengkan kepalanya sambil tersenyum masam. Mereka sudah menikah selama tiga tahun dan bisa dianggap sebagai pasangan lama, tetapi dia disebut mesum hanya karena melihat tubuh satu sama lain?

Aurel yang menutup pintu sangat malu. Wajah dan telinganya merah padam, hal ini benar-benar memalukan! Jantungnya berdetak tidak karuan. Namun, dia juga merasa ada gairah yang membuatnya agak bersemangat...

Ternyata tubuh Leon sebagus itu, Aurel tidak pernah melihatnya karena biasanya mereka bertemu saat masing-masing berbalut pakaian. Bahkan sejujurnya, Aurel belum pernah benar-benar memperhatikan Leon.

Pesona pria bertubuh kekar sama kuatnya dengan daya tarik wanita bertubuh seksi di mata pria. Jadi, Aurel benar-benar terkejut dengan tubuh Leon dan entah mengapa jadi berharap.

Ketika Leon keluar dari kamar mandi, Aurel. sudah mengenakan pakaian tidurnya yang tertutup dan sedang duduk di samping tempat tidur dengan wajah dingin.

"Ke depannya, tanpa ijinku kamu tidak boleh masuk ke dalam kamar mandi!" Aurel berkata dengan dingin. Dia mengeryit sambil melihat Leon. Leon tercengang, berlebihan sekali. Sekarang ke kamar mandi saja tidak boleh.

"Secara hukum kita sudah menikah, hubungan kita sah." Leon merasa perlu untuk memberi tahu Aurel tentang ini. Aurel terdiam sejenak, lalu menyahut, "Tetap saja tidak boleh. Kalau begitu apa aku saja yang pindah dan kamu tinggal sendiri di sini?"

"Kamu tidak takut mengalami mimpi buruk?" Leon menatap Aurel dengan penuh makna. Wajah Aurel sedikit memerah ketika mendengar kata-kata itu. Memang, dia kadang-kadang mengalami mimpi buruk. Keberadaan Leon di kamarnya ketika dia bangun di tengah malam bisa sedikit mengurangi rasa takutnya.

Ini juga alasan mengapa dia tidak mengusir Leon dari kamarnya meski dia membencinya. "Tanpamu, aku juga bisa tidur nyenyak sendirian. Aku sama sekali tidak butuh bantuanmu. Jadi, jangan menganggap dirimu penting," ujar Aurel dengan kesal.

"Ya, ya, terserah kamu saja." Leon menyentuh ujung hidungnya. Dia tidak ingin berdebat dengan Aurel, jadi dia langsung berbaring di tikarnya.

Sebenarnya barusan dia hanya pura-pura marah untuk menutupi hatinya yang gugup. Dia benar-benar takut, bagaimana jika Leon menjadi bergairah setelah melihat tubuhnya? Apa yang harus dia lakukan kalau pria itu memaksanya?

Seperti yang dikatakan Leon, bagaimanapun juga, secara hukum mereka adalah pasangan suami istri yang sah, jadi apa pun yang dilakukan Leon padanya sebenarnya tidak melanggar hukum.

Dengan itu, Leon berhak memaksanya melakukan apa pun dan Aurel hanya bisa menahannya dalam diam. Untungnya, Leon tidak terbawa suasana. Keduanya berhenti berbicara, masing-masing berbaring dan tidur.

Leon yang berbaring di tikarnya sedang memikirkan rencana selanjutnya, jadi tidak langsung tertidur. Sedangkan Aurel yang jelas terlalu lelah langsung tertidur, terdengarlah suara nafas yang lembut.

"Maaf sudah menyulitkanmu." Leon menghela nafas pelan. Untung saja Leon kembali berhubungan dengan Keluarga Carson. Kalau tidak, bahkan jika Aurel bisa mendapatkan kerja sama besar kali ini, usaha dan kerja kerasnya masih akan menjadi milik orang lain.

Situasi keluarga Aurel di perusahaan Keluarga Bimasena terlalu sulit untuk digambarkan dengan kata-kata, bahkan Nyonya Besar Bimasena saja tidak dapat membela mereka.

Untungnya, Leon hari ini bukan lagi Leon yang dulu. Untuk mengubah hal-hal ini, dia hanya perlu menelepon atau memberikan isyarat mata saja.

"Buat saja semuanya jadi sulit. Seberapa keras kamu mempersulitnya besok, kamu akan semakin menyesalinya nanti." Bagi Group MoonLight, membunuh perusahaan Keluarga Bimasena sama mudahnya dengan menginjak semut.

"Ah... uh... "Tiba-tiba, sebuah suara aneh terdengar di telinga Leon. Jelas ini adalah suara Aurel. "Leon.... "Tepat saat Leon hendak bangun, dia mendengarkan Aurel membisikkan namanya.

Leon menggelengkan kepalanya sambil menghela sambil menghela nafas, Aurel itu memang wanita yang berpura-pura kuat. Wanita ini baru saja bilang tidak membutuhkan Leon dan mau pindah. Namun, sekarang saat mimpi buruk, dia mulai memanggil Leon lagi.

"Aurel, kamu mimpi buruk lagi?" panggil Leon pelan sambil menyalakan lampu. "Perutku sakit.... " Aurel duduk di atas kasurnya, wajahnya pucat pasi. Dia menutupi perutnya dengan kedua tangan sambil menutup mata dengan rapat, terlihat sangat kesakitan.

Leon terkejut, sepertinya ini lebih gawat dari mimpi buruk. Tanpa pikir panjang, Leon langsung menghampirinya dan meraih telapak tangan Aurel. Aurel ingin melepaskan genggaman tangan itu, tapi saat ini rasa sakit di seluruh tubuhnya benar-benar membuatnya tidak berdaya.

"Tolong tuangkan secangkir air panas... " kata Aurel dengan susah payah. Leon tertegun sejenak, dia dapat merasakan suhu telapak tangan Aurel. Dia pun mengerti setelah melihat bagian perut yang Aurel tutupi dengan tangannya.

"Apa kamu lagi.... 'itu'?" tanya Leon dengan sedikit malu-malu. "Ya." Aurel terdiam beberapa saat akhir mengangguk lemah.

"Tunggu sebentar." Leon menyelimuti Aurel kemudian keluar dari kamar. "Kamu!" Aurel menggertakkan gigi putihnya erat-erat dengan kesal. Dia mencoba yang terbaik untuk membuka matanya dan melihat punggung Leon.

Dia sangat kecewa dengan Leon. Meski hubungan antaranya dengan Leon tidak benar seperti pasangan suami istri, bagaimanapun status mereka adalah suami istri. Mereka telah tinggal di bawah satu atap selama tiga tahun, bohong jika mengatakan tidak ada rasa sama sekali.

Setidaknya di dalam hati Aurel, pria di luar sana tidak sebanding dengan Leon. Kalau tidak, seterbuka apa pun Aurel, dia tetap tidak akan membiarkan seorang pria tidur di kamarnya begitu saja, 'kan?