NovelToon NovelToon
STEP FATHER FOR MY DAUGHTER

STEP FATHER FOR MY DAUGHTER

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / Single Mom / Hamil di luar nikah / trauma masa lalu / Anak Yang Berpenyakit
Popularitas:30.6k
Nilai: 5
Nama Author: Rona Risa

Cerita ini buat orang dewasa 🙃

Raya Purnama menikah di usia tujuh belas tahun setelah dihamili pacarnya, Sambara Bumi, teman sekelasnya yang merupakan putra pengusaha kaya.

Namun pernikahan itu tak bertahan lama. Mereka bercerai setelah tiga tahun menjalin pernikahan yang sangat toxic, dan Raya pulang kembali ke rumah ibunya sambil membawa anak perempuannya yang masih balita, Rona.

Raya harus berjuang mati-matian untuk menghidupi anaknya seorang diri. Luka hatinya yang dalam membuatnya tak ingin lagi menjalin cinta.

Namun saat Rona berusia tujuh tahun dan meminta hadiah ulang tahun seorang ayah, apa yang harus Raya lakukan?

Ada dua lelaki yang menyita perhatian Raya. Samudera Dewa, agen rahasia sekaligus penyanyi yang suara emasnya menguatkan hati Raya di saat tersulit. Alam Semesta, dokter duda tampan yang selalu sigap merawat Rona yang menderita leukimia sejak kecil.

Di antara dua pilihan, Raya harus mempersembahkan hadiah terindah bagi Rona.

Siapa yang akan dipilih Raya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rona Risa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DEMI RONA

Raya berlari sekencangnya menyusuri lorong panjang dan gelap. Horor mencengkeram udara kelam juga batinnya yang remuk redam.

Tolong...! Siapa saja tolong aku...!

"Berhenti kamu!"

DOR! DOR! DOR!

Raya melempar tubuhnya ke tanah dan tiarap tepat pada waktunya. Peluru-peluru maut itu menembus kekosongan.

Tapi itu tidak menjamin ia selamat.

Para pria berbaju hitam dan bersenjata itu mengepungnya. Seseorang menariknya kasar dan memeluk tubuhnya erat.

"Tidak! Tidak! Lepaskan aku!"

"Jangan lari, Raya..."

Suara manis, lembut, memabukkan itu berbisik tepat ke telinganya, membekukan Raya sepenuhnya.

"Ka-kamu...!"

"Aku."

Raya merasa bagai melihat hantu. Wajah tampan Sambara Bumi menembus netranya yang berkaca-kaca. Garis mukanya jauh lebih tegas dan dewasa sekarang. Namun tatapan mata kecilnya yang tajam itu masih sama. Seringai itu masih sama. Bahkan lekuk bibir yang tak asing itu perlahan mulai mendekati bibir Raya.

"M-mau apa kamu...?"

"Bukankah kamu membutuhkanku?" Sambara berbisik sambil menelusuri tubuh Raya yang beku dengan jemarinya yang kuat. "Aku di sini untuk menolongmu, Sayang..."

Raya berjuang keras untuk bernapas. "T-tidak...!"

"Jadi kamu mau Rona mati begitu saja?"

Air mata Raya menderas. Tubuhnya kian lumpuh. Sambara dengan mudah membaringkannya, melepaskan setiap helai pakaiannya.

"Kita dulu pernah melakukannya, pernah menikmatinya," bibir Sambara menyentuh telinga Raya. "Ayo kita lakukan lagi sekarang... kamu pasti bisa... demi menyelamatkan hidup Rona..."

"TIDAK!!!"

"Ra, bangun, Ra!"

Panggilan dan tepukan keras di wajahnya membuka mata Raya.

"M-Mama...!"

Raya menegakkan punggung dan menangis sejadinya dalam pelukan ibunya, Lintang Wening. Lintang membelai punggung putrinya dengan sedih.

"Mimpi buruk lagi, Nak...?"

Raya mengangguk kalut sambil mengubur wajahnya di bahu Lintang.

"Aku harus apa, Ma...?"

Sudah sebulan berlalu sejak Al memberi tahu kondisi Rona. Setelah tiga kali kemoterapi dan serangkaian uji lab dan radiologi dilakukan, telah disimpulkan kanker leukemia Rona tak bisa bersih sepenuhnya--akan selalu kambuh karena sumsum tulang belakangnya telah rusak.

Satu-satunya jalan untuk menyembuhkan Rona sekarang hanyalah dengan melakukan transplantasi sumsum tulang belakang, yang hanya bisa didapatkan dari saudara kandung yang tingkat kecocokannya bisa mencapai seratus persen.

Raya bagai disambar petir saat mendengarnya. Ia bahkan sampai pingsan dan Al harus membawanya ke kamar perawatan.

Al sendiri sangat sedih dan tidak tega saat melihat kondisi Raya seperti itu. Mata lembutnya berkaca-kaca saat menatap Raya yang sudah siuman namun membatu sambil berurai air mata.

"Aku tahu ini sangat berat bagimu... tapi tak ada jalan lain... andai aku bisa berbuat sesuatu untuk menolongmu, Raya... tapi tak ada yang bisa kulakukan... maafkan aku..."

Semua orang juga terguncang mendengar kabar itu.

"Itu... itu artinya... lo harus punya anak lagi dengan bajingan itu?" Riris bahkan sesaat kesulitan bicara dan bernapas setelah mendengar kabar itu, wajahnya pucat dan tubuhnya gemetar seakan dirinya habis diseruduk truk. "Cuma dengan donor dari anak itu... cuma dengan cara itu, Rona bisa sembuh dari kanker?"

Kedua sahabat itu pun berpelukan sambil menangis. Tak tahu lagi apa yang harus dilakukan.

Samudera yang selalu berjanji untuk menolongnya, bahkan kini tak berdaya dan tak bisa melakukan apapun untuknya dan Rona.

"Tolong ampuni aku, Raya..."

Samudera menundukkan wajahnya, air mata juga membasahi pipinya.

"Bukan salahmu, Sam...," membisikkan nama panggilan yang sama itu kini malah membuka kembali luka lamanya. Padahal sebelumnya ia kira ia sudah melampaui trauma masa lalu itu. Tapi dia sangat keliru.

Samudera menarik napas dalam.

"Jika kelak kamu sudah memutuskan, dan kamu butuh bantuanku untuk mendampingi dan menguatkanmu, aku akan selalu ada di sisimu untuk itu..."

Raya bungkam. Samudera meraih tangan Raya dan menciumnya dengan pilu.

"Sekali lagi, maafkan aku..."

Hari-hari berjalan bagai mimpi buruk bagi Raya. Sesungguhnya ia juga mulai dihantui mimpi buruk. Mimpi yang selalu hampir sama--diburu, ditelanjangi, dituntut untuk kembali terbenam dalam lukanya demi menyelamatkan hidup Rona.

Karena mimpi buruk yang selalu membuatnya menjerit dalam tidur itu, Raya tak bisa lagi menginap di rumah sakit saat malam hari untuk menjaga Rona. Rona akan terganggu istirahatnya dan bahkan ikut menangis saat melihat Raya menangis.

"Bunda... Bunda kenapa? Kenapa Bunda nangis...? Siapa yang nakal? Lona nakal ya...? Lona nyusahin Bunda, ya...?"

Raya makin hancur dan menangis saat mendengar bibir polos Rona mengucapkan kalimat itu.

"Enggak... enggak! Rona nggak salah, nggak nyusahin Bunda... ini salah Bunda sendiri, Nak... maafin Bunda ya..."

Maka setiap malam Raya akan kembali ke rumah ibunya, sementara Rona akan dijaga Al atau Arum. Samudera telah pulih sepenuhnya sejak tiga hari belakangan ini, dan mulai ikut membantu menjaga Rona. Ia juga kembali mengantar-jemput Raya ke mana saja dengan jeep hitamnya seperti dulu.

Meski semua orang berusaha menolongnya dan Rona, namun pada akhirnya, yang bisa menyelamatkan hidup Rona sekarang hanyalah Raya... dan juga Sambara, sebagai kedua orangtua kandung Rona.

"Haruskah aku melakukannya, Ma...?" isak Raya. "Apa aku harus bersatu lagi dengan ayah kandung Rona supaya bisa menyelamatkan hidup Rona...?"

Lintang mengusap air mata Raya lembut.

"Jika memang hanya itu satu-satunya jalan, Nak...," kata Lintang sedih. "Mama sendiri akan melakukan apapun untuk menyelamatkan nyawamu... karena kamu darah daging Mama... Mama rela mati untuk itu... kalau bisa, Mama juga akan memberikan segalanya untuk Rona... tapi tak ada yang bisa Mama lakukan... maafkan Mama..."

Raya membeku beberapa lama.

"Mama benar...," gumam Raya lirih. "Aku--aku harus melakukan segalanya demi Rona... tak ada yang bisa, selain aku dan... dan..."

Raya masih tak sanggup menyebut nama ayah Rona.

"Tapi, Ma... kalaupun aku bersedia... apa dia juga akan bersedia...?"

Sembilu besar dan menyakitkan itu kembali menghujam lukanya yang sudah terlalu dalam.

"Kita tidak tahu jika tidak mencobanya, Nak...," bisik Lintang pelan. "Cobalah kamu kontak dia dan beritahukan keadaan Rona padanya. Bagaimanapun, dia ayah kandung Rona. Mama doakan, Tuhan akan melembutkan hatinya untuk menyelamatkan Rona... ini semua demi Rona..."

Air mata Raya menetes lagi.

Menghubungi lagi Sambara seribu kali lebih buruk dari mimpi buruknya. Namun jika Sambara ternyata menolak menolong Rona... Raya tak sanggup membayangkannya. Ia tak sanggup membayangkan kehilangan Rona.

Meski luka, hati Raya juga perlahan dipenuhi tekad. Ia akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan Rona. Jika ia harus mengulang cara yang sama seperti lima tahun lalu untuk membuat Sambara menuruti keinginannya, maka ia bersedia melakukannya lagi.

Menghancurkan hidupnya sama sekali tak ada apa-apanya.

Raya akan melakukan apa saja asal Rona tetap hidup di dunia.

Dan jika Sambara setuju, jika Raya harus bersatu lagi dengannya...

Membayangkannya saja sudah sangat menyiksa. Raya tak tahu apa ia akan sanggup bertahan dalam neraka itu... tapi demi Rona, ia harus bisa. Terus berjuang dan bertahan sampai titik peleburan terakhir. Ia harus rela terbakar di neraka agar bisa memberi kehidupan bagi Rona.

Demi Rona...

***

"Lo udah yakin benar mau melakukannya?"

Pukul sembilan pagi, Raya dan Riris bertemu dan duduk di taman belakang rumah sakit CHC. Keduanya janjian menjenguk Rona yang kini sedang digendong Arum berkeliling taman sambil berjemur ringan seperti biasa.

Riris sendiri sangat pucat dan hampir menangis saat tahu Raya telah membulatkan tekad untuk menghubungi Sambara.

"Ya," raut muka dan suara Raya sehampa jiwanya. "Demi Rona."

Raya menatap sejenak kontak bernama Sambara yang tertera di layar ponselnya. Meski sudah membuang sim card lamanya, entah bagaimana ia masih bisa mengingat nomor HP Sambara dengan jelas. Dan nomor itu sudah diverifikasi kebenarannya oleh Samudera, yang punya metode khusus untuk melacak nomor yang masih aktif digunakan di seluruh negeri lengkap dengan identitas asli pemiliknya.

Nomor itu tidak pernah berubah sejak dulu sampai sekarang.

Raya bagai mengetuk gerbang neraka saat menekan tombol 'panggil'.

"Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi..."

***

"...sepertinya tidak bisa dihubungi karena sedang offline. Atau memang ponselnya sudah di-setting untuk tidak menerima panggilan dari nomor tak dikenal," kata Samudera setelah Riris menceritakan kegagalan Raya menghubungi Sambara pagi itu.

Pukul sebelas siang, Samudera kembali muncul di Kamar Bambi 3 sambil membawakan buku-buku dongeng baru untuk Rona. Rona sangat gembira dan bersemangat minta dibacakan cerita-cerita hewan ajaib itu segera.

"Bundaaa... sini, bacain buat Lona..."

"Ya..."

Raya memangku Rona di atas ranjangnya dan mulai membacakan cerita gajah kecil bersayap emas bernama Gajah Mas.

"Terus gimana caranya hubungin si breng--maksudku si... itu?" Riris nyaris keceplosan memaki, namun juga tak sudi menyebut nama Sambara Bumi.

"Aku bisa menghubunginya, aku punya cara untuk itu... tapi aku harus kembali ke apartemenku untuk mengambil laptop dan peralatan komunikasiku dulu," gumam Samudera pelan.

"Apa saya coba telepon aja?"

Riris dan Samudera memandang Arum yang tiba-tiba buka suara sambil mengeluarkan ponselnya.

"Eh... kan tadi katanya mungkin Tuan Sambara nggak mau angkat nomor nggak dikenal... sementara nomor saya kan disimpan di ponselnya Tuan, karena saya dulu pegawai mansion-nya Tuan dan Nyonya... saya juga nggak ganti nomor dari dulu sampai sekarang..."

"Yakin lo nomor lo nggak dihapus atau diblokir juga?" tanya Riris tajam. "Lo dulu kan deket sama Raya. Dan lo udah lama bukan pegawainya lagi. Apa pentingnya dia simpen nomor lo? Atau kalaupun dia masih save, apa pentingnya buat CEO Bumi Corporation angkat telepon lo?"

Arum tampak gugup. "Yah... kan nggak ada salahnya dicoba..."

"Kamu makan siang aja dulu, Rum," kata Raya datar saat Rona sibuk menggeser-geser potongan gambar di halaman buku dongengnya agar lebih terkesan menghidupkan cerita. "Urusan itu nggak usah kamu pikirin. Biar aku yang urus lagi nanti."

"I-iya, Kak..."

Arum pun pergi meninggalkan kamar menuju kafeteria untuk makan siang. Ponsel Riris tiba-tiba berdering nyaring.

"Halo, my tiger! Oh, udah di depan? Oke, gue ke sana. Tunggu, ya! Love you!"

"Sorry, Ra, gue udah dijemput Rangga," kata Riris sambil menjejalkan ponselnya ke tas selempangnya. "Gue pergi dulu, ya. Sampai ketemu lagi, Rona Sayang! Makan yang banyak, cepat sembuh yaa Sayangnya Tante!"

"Iyaa Tante... nanti ke sini lagi yaa," Rona tersenyum saat Riris memeluk dan mengecup keningnya lembut.

"Pasti," balas Riris tersenyum. "Bye, Sam, Raya!"

"Hati-hati," Samudera melambai tenang.

Sekarang hanya ada Samudera, Raya, dan Rona di kamar perawatan yang mirip mini playground itu karena saking banyaknya mainan yang dibelikan Samudera mengisi sudut-sudut kamar.

"Ayah Sam boleh ikut baca dongengnya nggak bareng Rona sama Bunda?" tanya Samudera lembut seraya mendekati Raya dan Rona.

"Boleeeh," sahut Rona gembira. "Sini, sini lihat, Ayah... sayap gajahnya bisa gelak-gelak... kayak telbang benelan...!"

"Oh, ya?"

Benak dan perasaan Raya masih setengah kebas dan setengah hampa saat Samudera duduk di sebelahnya dan berinteraksi dengan Rona melalui buku dongeng ajaib yang dibelikannya.

Namun perlahan air matanya mulai menggenang saat melihat Rona dan Samudera tampak akrab, ceria, dan tertawa bersama, seperti ayah dan anak perempuan kandungnya yang sedang menghabiskan waktu bersama.

Harusnya kamu yang seperti ini bersama Rona, Sambara... kamulah ayah kandungnya...

Tiba-tiba, pintu kamar terbuka tanpa peringatan. Tiga laki-laki tegap berjas hitam memasuki kamar tanpa bimbang.

Raya menoleh. Sekujur tubuhnya bagai dihempas ke kutub utara--beku sepenuhnya.

Salah satu lelaki berjas hitam itu, yang berdiri paling depan, menatapnya dengan matanya yang kecil dan tajam. Raut wajah tegas, pucat, dingin, sangat tampan itu membayang nyata, tak jauh berbeda dari ingatan lamanya, dan anehnya, persis seperti yang belakangan muncul dalam mimpinya.

Sambara Bumi berdiri di hadapannya dan Rona sekarang.

"Raya..."

Bahkan suaranya pun masih sama seperti yang diingat Raya.

Yang mengguncang Raya, tiba-tiba Rona memanggil Sambara dengan suaranya yang melengking seperti peri yang menemukan sekuntum bunga ajaib paling indah di dunia.

"Ayah...!"

...***...

1
Amelia
waduh apa enggak ada jalan lain
MentariSenja
1 iklan ya kak nanti main lagi
MentariSenja
keren👍
MentariSenja
bayangin lemper langsung tertawa😄
MentariSenja
emang iya sih enaknya sesaat, tp beban yg harus ditanggung seumur hidup
MentariSenja
emang cantik sih😍
Teteh Lia
lebih baik seperti itulah. daripada makan hati terus.
Teteh Lia
tak mampu berkomentar apapun. cuma pengen maki2 Si Sam...sambel.
F.T Zira
3ikln buat Samm
F.T Zira
secara tidak langsung Raya justru memberi kehidupan bagi Sam🥹🥹
F.T Zira
Raya🥹
F.T Zira
Sam..😭😭😭
F.T Zira
😭😭😭😭😭😭
F.T Zira
😭😭😭😭😭
F.T Zira
kasih ibu tak terbatas😭😭😭😭
F.T Zira
ni orang... udah yg di tembak bocah SMA tabah di tinju pula...aarghhh..... pen cekik ni orang rasanya😤😤
Albirru Novan
astagfirallah ... saking kepepetnya mungkin ya
𝐂𝐚𝐥𝐥_𝐌𝐞: Jangan kebanyakan baca novel orang nanti LU plagiat juga lagi🤣🤣🤣 kasian yg udah mikir pakek otak
total 1 replies
Kikan Dwi
jangan khawatir Raya kamu hanya perlu mendoakan nya
Kikan Dwi
berasa keinget drakor aku 😭😭😭
Kikan Dwi
Riris? org tua Riris sepertinya jahat gak sih bapak nya mungkin yg jahat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!