"Pasti Bapak juga gak percaya, kan kalo saya masih perawan?"
"Iya saya gak percaya! Sebelum saya menikahi kamu."
_____
Bagi Tasila, Gezze itu menyeramkan. Dia tidak seperti laki-laki baik yang Ia idam-idamkan selama ini. Dia seorang duda kaya raya yang isu-isunya sempat terkena kasus KDRT sebelum bercerai dengan mantan istrinya.
Tapi, dibalik itu Gezze adalah penyelamatnya. Lebih tepatnya mereka saling menyelamatkan satu sama lain.
Gezze menikahi Tasila bukan tanpa sebab melainkan ada sebuah rahasia yang membuatnya tertarik kepada gadis itu.
Begitupun dengan Tasila, walaupun Ia menerima Gezze pada awalnya karena keterpaksaan namun, pada akhirnya Ia pun mulai menjadikan Gezze sebagai sosok pelindungnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naacha_Nadya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pasar Malam
Sudah hampir 1 Minggu Tasila bekerja sebagai asisten Kean. Sejauh ini tidak ada yang mengesankan, Ia pikir bekerja dengan Kean akan semakin membuatnya sibuk ternyata malah sebaliknya. Ia malah kebanyakan bersantai-santai dan duduk-duduk tidak jelas.
Sejak Kean mengambil alih kantor Ia rasa Felina sudah tidak pernah lagi datang menemui Johan. Ia lihat-lihat raut wajah Johan kebanyakan kusutnya sejak Kean berada di kantor ini. Mungkin karena dia tidak bisa leluasa selingkuh lagi seperti biasanya.
Hari sudah semakin sore dan Tasila rasa ini sudah saatnya Ia pulang. Tasila pun memasuki ruangan Kean untuk meminta izin sang Bos.
"Pak, saya izin pulang ya."
"Ya, Silahkan. Besok jangan telat, saya ada meeting penting. Kamu harus ikut!" Balas Kean masih terfokus pada laptopnya tanpa sedikitpun menoleh ke arah Tasila.
"Baik Pak." Tasila pun keluar dari ruangan Bos dinginnya itu sambil menghela nafas.
Ia cukup kecewa karena beberapa hari ini tidak mendapatkan informasi apapun disini, lebih tepatnya sejak Kean datang Johan dan Edric menjadi semakin jarang membicarakan rencana licik mereka secara terang-terangan.
****
"Ta..." Tasila yang kini sedang mencuci piring pun dikejutkan dengan kehadiran suaminya.
"Iya Mas?"
"Mas dua hari lagi mau ke New York buat ngurus kerjaan. Kamu gak papa, kan sendirian di rumah? Atau mau Mas panggil Bi Siti buat nemenin?"
"Enggak usah Mas gak papa. Nanti aku suruh Niki buat sering-sering main kesini aja."
"Sayang, malam ini kita jalan-jalan yuk. Di deket apotek situ Mas liat ada pasar malam."
"Emang iya? Aku gak lewat situ si tadi, soalnya naik taksi."
"Ayo pergi kesana sebelum Mas pergi ke New York."
"Aku selesain nyuci piringnya dulu ya, kamu siap-siap aja dulu."
"Okeh Bu Bos." Tasila terkekeh mendengar itu.
Gezze berjalan pergi menuju kamarnya untuk berganti pakaian.
Setelah selesai mencuci piring Tasila pun bergegas untuk bersiap-siap. Ia melihat jika suaminya kini sudah stay di ruang depan. Laki-laki itu nampak sudah rapih dengan kemeja hitam dan jeans birunya.
Tak lama kemudian Tasila pun keluar dari dalam kamar dengan sudah rapih menggunakan stelan gamis dongker dan hijab syar'i berwarna creamnya.
"Udah hmm?" Tasila mengangguk dan tersenyum.
"Ayo kita pergi." Girang Tasila.
Gezze terkekeh seraya keluar duluan untuk mengambil motor kesayangan si Asput. Motor Astrea putih yang Sidik beli entah darimana Gezze hanya tau memakainya saja.
"Ayo kita naik Asput." Tasila terkekeh sebelum akhirnya naik ke jok belakang motor itu.
Gezze melajukan motornya dengan kecepatan pelan. Ia ingin menikmati perjalanan malamnya bersama sang istri jadi Ia sengaja memelankan laju motornya.
Tasila merentangkan tangannya sambil tertawa bahagia. Gezze pun ikut tersenyum bahagia melihat sang istri bahagia. Kebahagiaan seorang Tasila itu ternyata sederhana.
Bukan barang mewah, ataupun mentahannya yang membuatnya bahagia akan tetapi hal-hal sederhana pun bisa membuatnya bahagia karena rasa syukurnya yang tak pernah berkurang.
"Maafin aku ya Mas kalo aku selama ini sering bikin kamu kesel, sering ngomel, sering ngambek."
"Gak papa. Istri itu kalo masih ngomel, masih marah-marah, masih ngambek itu tandanya masih peduli. Jadi perempuan itu harus siap ngomel setiap saat untuk mendidik keluarganya."
Tasila tersenyum dan memeluk pinggang suaminya sambil menyenderkan kepalanya pada punggung sang suami. Inilah Gezze, seorang laki-laki yang memiliki seribu cara untuk menyelesaikan masalahnya tanpa mau menyalahkan orang lain.
"Gak mau turun sayang? Udah sampe loh." Tasila menegakkan kepalanya dan celingukan ke sekitar. Ternyata mereka telah sampai di parkiran.
Keduanya pun turun dari si Asput dan berjalan memasuki pasar malam sambil bergandengan tangan.
"Kamu orang kedua yang ngajakin aku ke pasar malam setelah Papah. Terakhir aku ke pasar malam kayanya Pas aku masih TK deh." Gezze menatap istrinya dengan alis terangkat.
"Jauh banget sayang." Tasila terkekeh pelan.
"Setelah aku beranjak dewasa Papah gak pernah ada waktu buat aku. Atau bukan gak ada waktu si, kesehatannya yang sudah tidak mendukung beliau untuk beraktivitas dengan normal. Hidupnya di habiskan hanya untuk berobat dan berobat."
"Emang almarhum Papah sakit apa?"
"Papah punya penyakit stroke." Gezze mengelus kedua pundak istrinya.
"Udah ah, aku gak mau nginget-inget lagi mending sekarang kita masuk lebih dalam kita cobain wahana." Tasila berlari kecil memasuki area pasar malam lebih dalam lagi.
"W__wahana?" Gezze menelan ludah tegang.
"Iya. Kaya biang lala, kora-kora, kereta cepat tapi gak secepat kaya di dufan si jadi kamu tenang aja."
"Mending main itu aja sayang." Gezze menunjuk permainan kuda-kudaan di depan sana.
"Ih Mas! Itu buat bayi,"
"Kamu juga masih bayi." Ledek Gezze yang langsung mendapat cubitan maut dari sang istri.
"Aduh, sakit sayang." Keluh Gezze sambil memegangi perutnya.
"Mas, Mas main itu." Tasila menunjuk sebuah mesin capit boneka di depan sana dengan antusias.
"Mas bayar Mas juga yang main." Tasila terkekeh kecil.
"Iya deh iya. Kamu mau boneka apa?" Keduanya berjalan menghampiri mesin tersebut seraya Gezze mulai memasukan koin.
"Itu tuh yang mirip kamu," tunjuk Tasila.
"Ha? Yang mana," Gezze menggaruk tengkuknya bingung.
"Itu loh yang badannya gede ada gadingnya."
"Wah parah kamu sayang. Masa bandingin aku sama gajah." Gezze cemberut berpura-pura ngambek.
"Pokonya kamu harus dapetin boneka itu buat aku!" Tasila menatap sang suami tajam.
Gezze balik menatap istrinya. "Kalo aku berhasil dapetin boneka itu kamu mau ngasih aku apa?" Gezze melipat kedua tangannya.
"Aku kasih..." Tasila berbisik di telinga Gezze.
Raut laki-laki itu nampak berubah menjadi sumringah.
"Habis pulang dari sini?" Gezze menatap istrinya dengan tatapan menggoda.
"Iya ih!" Tasila nampak malu-malu.
"10 ronde ya." Tasila melotot mendengar itu.
"Main sono sama istri tetangga," Tasila memutar bola matanya.
"Emang boleh?"
"Iiiih!!!" Tasila mengepal tangannya di depan Gezze.
"Iya-iya sayang bercanda."
Tasila menghela nafas gusar.
"Cepatan capit tuh."
Gezze pun mulai memainkan mesin capit itu dengan serius dan berusaha mendapatkan target boneka yang Tasila minta.
"Yeeee." Teriaknya cukup keras saat Gezze berhasil menjatuhkan boneka yang Ia inginkan kedalam kotak keluar.
Tasila pun refleks memeluk suaminya erat hingga Gezze merasa hampir tak bisa nafas karena ulah istrinya. Tasila pun melepaskan pelukannya dan mengambil boneka yang otomatis keluar itu.
"Ini loh Mas kembaran kamu Gezze dan Gajah." Gezze tertawa mendengar itu.
"Aku gak gendut sayang."
"Nanti aku kasih makan setiap hari biar mirip."
"Dikasi makan emangnya aku ayam?"
"Ayam love you." Gezze terkekeh mendengar itu seraya menarik hidung mancung istrinya dengan gemas.
"Ayo kita foto bersama Pak Gajah." Tasila mengarahkan kameranya ke arah wajah Ia dan Gezze serta tak lupa Ia menunjukkan boneka gajah kearah kamera.
"Sekarang, ayo kita naik biang lala." Tasila menarik tangan Gezze dan membawanya ke tempat wahana.
Gezze berdekhem pelan dan berusaha rileks mengikuti kemauan istrinya.
"Ayo Mas..." Rengek Tasila saat suaminya itu tak kunjung masuk juga.
"I__iya." Gezze pun melangkah masuk dan duduk di depan istrinya dengan wajah tegang.
"Mas kenapa si?" Tasila meraih tangan kekar suaminya dan terasa dingin.
"Mas takut?"
"Ah, e__enggak Mas happy kok." Gezze tersenyum paksa.
Biang Lala pun mulai bergerak membuat jantung Gezze semakin terpacu.
"Mas liat deh bagus banget pemandangannya dari sini," Gezze hanya mengangguk tanpa mau mengikuti aktivitas istrinya.
"Mas! Liat dong!" Tasila mencebikan bibirnya kesal.
Gezze menoleh sebentar ke samping dan Ia langsung duduk kembali dengan ketegangan yang semakin bertambah.
"Arrghh..."
"Astagfirullah hala'dzim Mas," Tasila seketika panik saat menyadari Gezze mengerang kesakitan sambil memegangi dadanya.
"Pak Pak berenti Pak!" teriak Tasila kepada petugas biang lala tersebut.
Tasila langsung menuntun Gezze untuk turun dan membantunya berdiri tegak.
"Mas... Kalo takut bilang dong! Aku kan khawatir."
"Enggak papa. Maaf ya Mas jadi mengganggu kesenangan kamu."
"Udah gak usah di pikirin mending sekarang kita beli makan sekalian beli minum buat Mas biar lebih tenang."
Keduanya pun berjalan menelusuri jalan yang terdapat jajan-jajanan disana. Tasila membeli minum terlebih dahulu untuk suaminya setelah itu merekapun memesan beberapa makanan yang di jual disana.