Aku hampir gila, karena dihadapkan pada dua wanita.
Nadira adalah gadis pilihanku, sedangkan Naura adalah gadis pilihan ibu.
Jika tetap mempertahankan Nadira, maka hati ibulah yang akan tersakiti, tetapi jika memilih wanita pilihan ibu, maka aku harus siap melihat Nadira terluka dan kecewa.
lalu aku harus bagaimana? Apa aku bisa mencintai wanita pilihan ibu seperti aku mencintai Nadira?
hai...mampir yuk di cerita terbaruku!
jangan lupa like dan komen ya.. terima kasih...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 30
"Bagaimana kalau Naura kita bawa ke rumah sakit jiwa? Orang yang gila sudah pasti dibawa ke rumah sakit jiwa. Naura itu harus di rawat oleh orang-orang yang paham betul tentang kejiwaan, Raf. Kalau kamu setuju, aku punya saudara yang bekerja menangani orang gila. Nanti aku kenalin deh sama saudara aku." Ucap Nadira tersenyum penuh kemenangan.
Rafka merenung, ia mencoba memikirkan saran Nadira.
"Sudah ah, jangan galau lagi ya..waktunya kita bersenang-senang." Ujar Nadira memainkan matanya.
Nadira menarik tanganku sambil berlari kecil, sementara aku bak kerbau yang di cocok hidungnya.
Nadira mengajakku masuk ke kamarnya.
Aku berdiri mematung, jujur hati dan pikiranku bertentangan.
Jika menuruti hati, tentu aku tidak ingin bermesraan dengan Nadira tapi..otakku lebih jauh bekerja. Aku merindukan sentuhan wanita.
Tidak perlu aku beri tahu, lelaki dewasa dan wanita dewasa jika berada di dalam satu kamar. Ya..entah siapa yang memulai, aku dan Nadira sudah melakukan senam ranjang bersama. Kamu berbagi keringat bersama.
Sesaat aku melupakan Naura.
Maafkan aku Naura.
***
"Kamu nginap ya?"
Nadira memegangi lenganku. Ia tampak keberatan melepas kepulangan ku.
"Raf.." rengeknya lagi.
"Kamu tahu kan? Aku sendiri loh.."ucap Nadira lagi.
"Nadira..aku gak bisa lama-lama ninggalin ibu. Kamu tahu kan, Naura bisa ngamuk kapan saja. Ibu bisa kewalahan."
Aku berusaha membujuk Nadira.
"Raf..aku gak pernah nuntut kamu apa pun. Aku cuma minta kamu malam ini di sini nemanin aku. Raf..aku mohon! Apa perlu aku bersujud di kaki mu?"
Air mata Nadira sudah mulai tergenang. Ah, hatiku jadi bimbang. Tetap bertahan atau memilih pulang.
Apa yang dibilang Nadira memang benar. Ia cuma meminta aku nginap bukan menceraikan Nadira.
Akhirnya setelah mengirim pesan singkat pada ibu, aku memilih menemani Nadira malam ini.
Istri kedua ku itu tampak senang. Ia selalu bergelayut manja penuh menggoda.
Ah, Nadira....
***
Drtttt..drrttt..drrrttt
Aku mendengar suara ponsel berbunyi. Namun aku tidak kuasa untuk membuka mata. Mataku terasa berat.
Permainan tadi malam menyisakan beberapa ronde.
Aku hampir kewalahan menandingi permainan yang dikendalikan oleh Nadira. Sungguh luar biasa Nadira.
Drtttt drtt..drrttt...
Lagi-lagi ponselku berbunyi,
Aku menggapai-gapai meja, berusaha menemukan ponselku. Tapi... Nadira menahan tanganku.
"Raf..tidur saja dulu.. kamu pasti masih ngantuk."
Ucap Nadira sembari tangannya membenarkan selimut ke badanku. Ia juga kembali melingkarkan tangannya di perutku.
Jujur aku masih mengantuk, tapi..bagaimana kalau itu panggilan penting?
"Raf..." Nadira kembali melarangku.
Aku berusaha bangun. Ponsel yang dari tadi berbunyi tiada henti pasti ada panggilan penting.
Dan benar saja. Ibu. Ya, yang menelpon sepagi ini adalah ibu.
"Ha.."
"Kamu dimana sih Raf? Ini sudah panggilan kesekian kali."
Omelan ibu begitu memekakkan telinga. Bahkan aku sendiri tidak bisa menyelesaikan kata halo.
"Kamu tahu tidak? Naura kabur."
Mendengar Naura kabur gegas aku mematikan sambungan telepon.
Melihat aku bersiap dan mencari kunci mobil, Nadira tampak bingung.
"Kamu cari apa Raf?"
"Kunci. Kunci mobilku mana?" Tanyaku cepat.
"Kamu mau kemana? Ini masih pagi. Kunci mobil kamu ada di meja rias. Aku siapin sarapan ya. Minimal kamu mandi dulu biar segar."
"Aku gak bisa lama-lama Nad. Naura kabur."
"Hah? Kabur? Kabur kemana Raf?"
"Mana aku tahu Nad, kalau aku tahu namanya Naura bukan kabur. Aku pulang sekarangnya."
" Aku ikut ya Raf." Nadira bergegas mengambil handuk.
"Nad, kamu gak usah ikut. Aku buru-buru."
Cup!
Aku mengecup pipinya yang putih bersih dan mulus.
Kemudian aku pergi meninggalkannya tanpa menoleh lagi kebelakang.
***
"Nau..kamu kemana sih?"
Aku sibuk berbicara sendiri.
"Kenapa harus kabur-kaburan?" Keluhku bercampur kalut.
Aku menyusuri jalanan menuju rumah ibu. Barangkali saja Naura ada di pinggir jalan.
Namun semuanya nihil. Bahkan aku kini sudah sampai di depan rumah ibu.
Ibu berdiri cemas di depan rumah.
Melihat mobilku, ibu bergegas menghampiriku.
Aku turun dari mobil.
"Kenapa Naura bisa kabur sih Bu? Emang ibu gak kunci pintunya?" Tanyaku penasaran.
"Ibu lupa cabut kuncinya Raf." Sahut ibu dengan mata berkaca-kaca.
"Ibu tahu Naura kabur jam berapa?"
"Pagi tadi mau sholat subuh lihat pintu depan sudah terbuka. Ibu telepon kamu, tapi gak kamu angkat. Payah kamu." Omel ibu padaku.
"Jadi sekarang kita gimana Bu? Aku sudah menyisir jalan poros ini, tapi tidak menemukan Naura."
"Lalu kita gimana Raf? Lapor polisi?"
"Belum dua puluh empat jam Bu."
"Kalau nunggu dua puluh empat jam kelamaan,Raf. Kita harus cari sendiri." Desak ibu lagi.
Ya Tuhan! Rasanya kepalaku berdenyut mau pecah.
Perut lapar, badan bau ditambah lagi mataku terasa berat karena habis begadang sama Nadira.
Aku menarik rambutku sekencangnya, berharap semua permasalahan ini akan sirna.
"Bu, izinkan Rafka mandi sebentar, makan lalu kita cari Naura."
Ibu pun mengizinkan aku mandi. Aku bergegas mandi. Badanku sudah terasa gerah.
***
Kami sudah seharian mencari Naura, namun Naura belum juga diketemukan.
Aku sudah lelah, begitu pun dengan ibu.
Aku menghentikan laju mobil di persimpangan menuju rumah.
"Kenapa berhenti Raf?" Tanya ibu heran.
"Hm..apa mungkin Naura pulang ke rumah ya Bu? Atau..Naura ada di makam sekarang? Mungkin gak sih Bu?"
"Ya sudah kita lihat sekarang. Mudah-mudahan saja Naura di sana." Sahut ibu penuh harapan.
Aku gegas melajukan mobilku. Dalam hati aku juga harap-harap cemas.
Berharap Naura tidak kemana-mana dan ada di pemakaman.
Jujur..aku takut Naura bunuh diri, atau terpeleset ke sungai. Dan lebih ngerinya lagi .Naura bertemu dengan orang-orang jahat.
"Ya Allah..lindungi istriku dimana pun dia berada." Doaku dalam hati.
Hari sudah sore saat kami tiba di makam.
Bahkan aku yakin jika sebentar lagi adzan magrib akan segera berkumandang.
"Ibu di sini saja. Biar aku yang masuk ke dalam." Ucapku sambil membuka pintu mobil.
"Raf, ibu ikut." Ucap ibu sambil membuka pintu mobil.
Aku pun hanya mengangguk.
Kami berjalan bergandengan.
Suasana sudah semakin gelap. Mendung juga sudah menghiasi langit.
"Ya Allah..jangan hujan dulu sebelum aku berjumpa dengan Naura." Lagi-lagi aku berdoa untuk Naura. Padahal sebelumnya, aku tidak pernah mendoakan dia. Lalu sekarang? Aku berharap Naura baik-baik saja.
"Raf..dimana kuburannya Aisyah?" Tanya ibu.
Sepertinya ibu mulai dilanda ketakutan.
"Sebentar lagi Bu." Aku terus berjalan sambil menggandeng tangan ibu lebih erat lagi.
Kami semakin dekat dengan kuburan Aisyah. Dari tempat kami berjalan aku dapat melihat sosok wanita berambut panjang sedang telungkup memeluk gundukan tanah merah.
Apa itu Naura?
seperti appa! sakit. udhh gitu nadira kena racun dr air ketuban yg nyerang syaraf dan janntung. mukanya menyot ke kiri. tangan lumpuh,kaki lumpuh sebelah.
90% isinya perempuan/ istri2 yh ditinggal nikah lagi dan suaminya tdk peduli dgn anak2nya. yg buat stress dan depresi yg istrinya tdk bisa cari uang,tdk bisa apa2
nadira hidupnya bahagia ya, cuma didunia nadira! tp nanti ketika di akherat durimu masuk neraka kekal.
RASULLAH BERKATA " BUKAN UMATKU DAN GOLONGANKU BAGI LAKI2 DAN PEREMPUAN YG DENGAN SENGAJA MENGHANCURKAN IKATAN PERNIKAHAN SEPASANG SUAMI ISTRI YANG SAH DI MATA ALLAH, TEMPAT MEREKA DI NERAKA BERSAMA RAJA IBLIS..
ADA HADISNYA !!!