Falling In LOVE Again

Sebuah jendela besar di dalam ruang kerja Ava memperlihatkan pemandangan Kota Sydney. Ia menatap jauh kota tersebut seakan mencari sesuatu. Pertemuannya kembali dengan Ryan membuat hatinya sedikit kacau.

Rasa cinta yang dimiliki oleh Ava selama bertahun tahun ternyata tak semudah itu lenyap. Masih tersisa rasa yang tersimpan rapi di dalam hatinya.

Di ambang pintu, Mario melihat ke arah Ava yang termenung. Ia menghela nafas pelan kemudian mencoba melangkah mendekat. Dalam hatinya ada pertanyaan yang mungkin tak akan dijawab oleh Ava.

“Apakah Ava masih mencintai Tuan Ryan?” batin Mario, “tentu saja. Kamu bodoh, Mar. Sejak dulu di matanya hanya ada Tuan Ryan seorang.”

“Va.”

Ava yang mendengar Mario memanggilnya pun menoleh kemudian tersenyum tipis.

“Ada apa, Kak?” tanya Ava.

“Apa kamu mau menerima kerja sama dengan Perusahaan Dome?” tanya Mario.

Ntah mengapa Mario sangat berharap jawaban Ava sama dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Namun, ia juga tak bisa memaksakan keinginannya. Memang siapa dirinya yang berhak mengatur keputusan Ava.

Ava menatap Mario, pria yang belakangan ini selalu saja membuat jantungnya berdebar. Sesaat kemudian ia menganggukkan kepalanya.

“Ya, terima saja rencana kerja sama itu,” ucap Ava.

Deghhh

Ntah apa yang sekarang dirasakan oleh Mario saat ini. Sesuai perkiraannya kalau Ava akan menerima kerja sama itu.

“Apa ia benar benar mencintai Tuan Ryan? Bahkan ia masih menerima kerja sama itu. Apa ia ingin dekat kembali?” batin Mario.

“Apa kakak tidak setuju dengan rencana ini?” tanya Ava.

“Semua keputusan ada di tanganmu, Va. aku tak berhak ikut campur,” ucap Mario.

*****

“Yeahhh!!” teriak Ryan sambil mengepalkan tangannya dan senyum bahagia tersemat di wajahnya, “Lihatlah, sudah kuyakini bahwa ia akan menerima kerja sama ini. Siapa yang bisa menolak seorang Ryan Dome. Aku sangat yakin Ava masih sangat mencintaiku.”

Tak bisa menyembunyikam kebahagiaannya, Ryan langsung memberitahukan gal tersebut pada Freddy Dome, ayahnya. Freddy tentu saja merasa sangat senang akan hal itu.

“Lakukan yang terbaik, Ryan. Dad tidak mau kerja sama itu gagal.”

“Tenang saja, Dad. Aku sangat yakin kerja sama ini akan berhasil.”

“Kalau begitu, kapan rencana pertemuan kalian?” tanya Freddy.

“Belum tahu, Dad. Mario hanya memberitahu padaku bahwa Ava akan mempelajari proposal kita. Namun, secara garis besar mereka menerima kerja sama kita,” ujar Ryan.

“Mario?”

“Ya, Dad. Mario. Asistenku yang tidak tahu diri itu ternyata kini bekerja sebagai asisten pribadi Ava.”

“Tak bisa dibiarkan,” gumam Freddy tapi masih terdengar oleh Ryan.

“Ada apa, Dad?” tanya Ryan.

“Jangan sampai rencana ini gagal, Ryan. Bisa saja Mario menggagalkannya. Mungkin kini ia memiliki tujuan untuk mendekati Ava, agar putri Williams itu jatuh hati lalu menikah dengannya,” jawab Freddy.

“Tak mungkin, Dad.”

“Jangan berkata tidak mungkin! Kamu tetap harus berhati hati. Dad akan menyetujui rencana pernikahanmu dengan Ava dan membatalkan pernikahan dengan Tamara, kalau … ingat kalau kamu berhasil mendapatkan kerja sama ini dan kembali memenangkan hati Ava.”

Ryan tiba tiba saja tertawa, “Tak mungkin Ava berpaling Dad. Ia mencintaiku, bahkan sangat mencintaiku. Mungkin jika aku memintanya terjun dari ketinggian untuk membuktikan rasa cintanya, Ava pasti akan melakukannya.”

“Jangan merasa yakin dulu, Ryan.”

“Aku memang yakin, Dad. Ava sangat mencintaiku. Jika aku mengatakan aku juga mencintainya, aku yakin ia akan menerimaku dengan sangat mudah,” ucap Ryan.

“Dad juga berharap begitu. Ingat, Dad tidak mau ini sampai gagal.”

“Percayalah padaku, Dad.”

*****

“Siallaannn!!!” ucap Alex dengan geram. Salah satu anak buah Black Alpha yang berada di Australia mengavari dirinya bahwa Ava bertemu dengan Ryan.

“Awasi dia, jangan sampai lengah! Aku tak mau pria itu sampai berbuat hal yang buruk pada adikku. Ingat itu!” perintah Alex.

“Baik, Tuan.”

Alex memutus sambungan ponselnya, kemudian ia kembali menatap latar ponselnya lalu menghubungi adik kesayangannya itu.

Beberapa kali Alex mencoba, tapi Ava masih tak mengangkatnya. Tak ingin berlama lama serta menduga duga, Alex pun mulai memainkan jari jemarinya di atas keyboard laptop. Dalam sekejap, ia bisa mengetahui di mana Ava berada saat ini dan bersama dengan siapa. Ya, ia memeriksa lokasi Ava dan juga meretas CCTV tempat di mana Ava berada.

Perasaannya sangat lega karena saat ini Ava sedang berada di sebuah restoran dan sedang bersama dengan Mario. Alex tak percaya dengan siapa pun, termasuk Mario, meskipun Nala yang merekomendasikan pria itu untuk bekerja di Perusahaan Orlando. Oleh karena itulah ia mengirimkan Candela untuk menjaga adik semata wayangnya itu.

*****

Setelah makan malam bersama dengan Mario di sebuah restoran, Ava pun kembali ke apartemennya. Ia membuka laptop miliknya kemudian mengetikkan sesuatu di sana. Hampir tiga puluh menit ia melakukannya, setelah itu ia pun masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

Ava merendam tubuhnya di dalam bathtub. Ia menarik nafas dalam kemudian membuangnya panjang. Ia menengadahkan wajahnya ke atas sambil memejamkan matanya.

“Ini langkah yang benar. Aku tak ingin menjadi Ava yang dulu, Ava yang lemah dan hanya dimanfaatkan.”

Setelah berendam, Ava membulas tubuhnya di bawah kucuran air shower. Ia perlu mendinginkan kepalanya agar tak terbawa emosi yang pada akhirnya membuat dirinya akan kembali kalah.

Masih menggunakan bathrobe, Ava kembali berkutat dengn laptop miliknya. Ia tersenyum tipis setelah berhasil melakukan sesuatu. Namun tiba tiba sebuah pesan masuk ke aplikasi pesan yang terhubung dengan laptop miliknya, dan itu pesan dari kakaknya, Alex.

“Kamu mulai menggunakan keahlianmu, Va?” tanya Alex melalui pesan singkatnya.

Ava pun tersenyum kemudian membalas pesan tersebut, “Jangan menggangguku kali ini, Kak. Aku tahu apa yang kulakukan dan aku tak ingin dipandang lemah ataupun sebelah mata.”

“Dan jangan mengawasiku terus. Aku tak suka,” Ava kembali mengetikkan pesan itu untuk Alex.

“Sampai kapan pun kakak akan terus mengawasimu, Va. Bahkan jika kamu sudah menikah nanti, kakak akan tetap mengawasimu.”

“Carilah seseorang untuk kamu awasi setiap detik, Kak. Menikahlah dan jangan menggangguku terus.”

Setelah pesan terakhir Ava itu, Alex tak lagi membalas. Alex memang sedikit sensitif jika orang orang di sekitarnya membahas mengenai kekasih ataupun pernikahan. Itu kembali mengingatkannya pada seseorang yang mungkin tak akan pernah ia lupakan.

Berbeda dengan Ava yang kini bersiap untuk beristirahat, seseorang di tenpat yang lain kini tengah berteriak dengan kencang.

“Aghhhhhh …. Sakit !!!”

🧡🧡🧡