Kehidupan bahagia yang dijalani Thalia setelah dinikahi oleh seorang pengusaha kaya, sirna seketika saat mendengar kabar bahwa suaminya tewas dalam sebuah kecelakaan maut. Keluarga almarhum sang suami yang memang dari awal tidak merestui hubungan mereka berdua, mengusir Thalia yang sedang hamil besar dari mansion mewah milik Alexander tanpa sepeser uang pun.
Di saat Thalia berhasil bangkit dari keterpurukan dan mulai bekerja demi untuk menyambung hidupnya dan sang buah hati yang baru beberapa bulan dia lahirkan, petaka kembali menimpa. Dia digagahi oleh sang bos di tempatnya bekerja dan diminta untuk menjadi pelayan nafsu Hendrick Moohan yang terkenal sebagai casanova.
"Jadilah partner-ku, aku tahu kamu janda kesepian bukan?"
Bagaimanakah kehidupan Janda muda itu selanjutnya?
Bersediakah Thalia menjadi budak nafsu dari Hendrick Moohan?
🌹🌹🌹
Happy reading, Best...
Jangan lupa tinggalkan jejak
⭐⭐⭐⭐⭐ bintang 5
💖 subscribe
👍 jempol/ like
🌹 kembang, dan
☕ kopi segalon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merpati_Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saya Tidak Minum Alkohol!
Mendengar suara keributan di koridor depan ruangannya, Moohan dan Zack keluar bersamaan. Rupanya, teriakan wanita itu yang begitu tinggi, berhasil masuk sampai ke ruangan Moohan yang tidak tertutup rapat. Melihat sang pujaan keluar, wanita seksi tersebut segera mendekati bos TMC.
"Sayang, lihatlah. Karyawanmu itu telah mengotori gaunku," rajuknya mengadu, seraya menunjuk ke arah Thalia yang berdiri terdiam di tempatnya.
"Maaf, Nona. Anda yang berjalan tidak melihat ke depan. Jadi saya rasa, ini bukan salah saya," balas Thalia memberanikan diri mengungkapkan kebenaran.
"Kamu yang jalan tidak pakai mata! Udah tahu bawa troli, jalan sembarangan! Aku enggak mau tahu, pokoknya kamu harus ganti gaun mahalku ini!" Wanita itu menunjuk ke arah Thalia dengan netra berkilat penuh amarah. Tentu saja dia sangat marah karena sudah berdandan dengan paripurna demi untuk berkencan bersama Moohan, tetapi karena insiden barusan mood-nya jadi berantakan.
Thalia hanya mengedikkan bahu. Dipecat sekalipun, dia tidak peduli sekarang karena Thalia sudah memiliki cukup uang dari gajinya dua minggu ini. Cukuplah untuk bertahan hidup hingga beberapa bulan ke depan karena Asisten Zack memberikan gaji yang sangat besar pada Thalia sesuai janjinya.
"Sayang, kalau dia enggak bisa ganti gaunku, pecat saja dia!" bujuknya pada Moohan, sambil bergelayut manja pada lengan kokoh pria tampan yang merupakan teman kencannya.
"Gaunmu 'kan hanya kotor, Claire, tidak rusak. Ya udah, lepas aja!" Santai, Moohan menanggapi aduan wanita seksi itu.
"Ini kuah sayur yang enggak mudah hilang begitu saja, Sayang." Claire masih mencoba mendramatisir keadaan.
"Kalau enggak bisa dicuci, buang aja. Beli yang baru," ujar Moohan dengan mudahnya sambil menatap Thalia dengan tatapan entah. Sementara yang ditatap, tersenyum dikulum melihat Claire yang terlihat kesal padanya
"Beli baru, sih, gampang, Sayang. Masalahnya ...."
"Udahlah, Claire ... itu masalah kecil, enggak perlu kamu besar-besarkan!" sergah Moohan, memotong perkataan teman kencannya yang memiliki body bak gitar Spanyol.
"Berapa yang kamu butuhkan, Claire? Apa segini cukup?" Moohan mengeluarkan sejumlah uang lembaran dari dalam dompet dan kemudian memberikannya pada Claire.
Senyum wanita seksi itu mengembang sempurna. Tanpa rasa malu, Claire mencium bibir Moohan yang disambut dingin oleh pria tampan tersebut. "Oke, Sayang. Aku akan ke butik dulu di depan dan aku akan segera kembali untukmu," pamitnya kemudian.
"Tidak perlu, Claire. Aku sibuk!" tolak Moohan, membuat Claire dan juga Asisten Zack yang berdiri tidak jauh dari Moohan, mengerutkan dahi. Namun, bos TMC itu tidak peduli dengan apa yang mereka berdua pikirkan.
"Thalia. Segera lanjutkan pekerjaan kamu. Setelah itu, cepatlah ke ruanganku!" titah Moohan yang dibalas Thalia dengan anggukan kepala.
Thalia segera berlalu menuju lift. Setelah tubuh wanita cantik itu menghilang dibalik pintu lift, Moohan pun ikut berlalu untuk kembali ke ruangannya. Sementara Zack tersenyum, mengerti. Asisten itu pun segera kembali ke ruangannya dan meninggalkan Claire yang masih berdiri mematung dengan wajah kesal.
Sekretaris Moohan yang sedari tadi menyaksikan kejadian tersebut dari mejanya, tersenyum mencibir pada Claire yang tengah menatap ke arahnya. Dia seolah mengejek Claire yang gagal kencan dengan Moohan karena Thalia. Ya, dari awal kedatangan Thalia dan wanita cantik itu ditugaskan khusus untuk membersihkan ruangan sang bos, sekretaris Moohan yang juga mengejar-ngejar bosnya itu sudah curiga bahwa sang bos pasti menaruh hati pada Thalia.
Claire kemudian segera berlalu meninggalkan tempat itu dengan memendam kemarahan dan kekecewaan karena gagal berkencan dengan Moohan, sang casanova yang royal dan memiliki banyak uang.
*****
Waktu terus berlalu. Setelah kejadian itu, Mooza, sekretaris Moohan semakin tidak suka dengan Thalia. Setiap kali ibu satu anak tersebut duduk di sofa di dekat meja kerja sang sekretaris, Mooza selalu saja mengeluarkan kata-kata sindiran pedas untuk Thalia.
"Kerja jadi office girl-nya hanya sebagai kedok saja, rupanya. Hem, kalau itu sih, sama aja kayak jual diri," sindir Mooza.
Sementara Thalia yang diminta oleh Moohan agar tidak lagi menunggu di pantry supaya jika Moohan membutuhkan sesuatu bisa cepat dilakukan oleh wanita cantik itu, nampak tidak peduli. Thalia telah menebalkan telinga. Dia tidak mau ambil pusing dengan apapun yang dikatakan oleh orang-orang terhadapnya.
Satu prinsip Thalia, yang penting dia tidak mengganggu dan merugikan orang lain. Dia bekerja keras untuk kehidupannya sendiri dan tidak bergantung pada orang. Thalia hanya fokus dengan masa depan putrinya, Aletha, putri kandungnya dengan Alexander Thompson.
Melihat orang yang disindir-sindir tidak peduli, Mooza terlihat sangat kesal. "Udah diapain aja kamu sama, Bos?" tanyanya dengan menatap sinis Thalia yang sedang duduk dengan santainya.
"Apa urusannya sama kamu? Apa Mr. Moohan kekasihmu? Sehingga kamu harus tahu apa yang sudah kami berdua lakukan?" balas Thalia, bertanya.
"Aku bukan kekasihnya!" Suara Moohan, membuat perhatian mereka berdua teralihkan ke arah pria tampan yang tahu-tahu sudah berdiri di depan pintu ruangannya yang masih tertutup rapat.
"Tuan, Anda sudah selesai?" tanya Mooza yang langsung menghampiri sang bos.
"Ini berkas yang harus kamu revisi, Mooza." Asisten Zack yang tadi berjalan di belakang Moohan, menarik tangan sang sekretaris menjauhkannya dari Moohan dan membawa Mooza kembali ke meja kerja sekretaris. Membuat sekretaris Moohan itu cemberut.
"Tuan Asisten, ini bisa aku kerjakan nanti, kan?" tawar Mooza yang masih berusaha untuk mencari perhatian sang presdir yang masih berdiri di depan pintu seraya menatap Thalia. Moohan sepertinya tidak pernah tertarik kepadanya itu.
Asisten Zack menggelengkan kepala. "Harus sekarang, Mooza. Setelah itu, antarkan ke ruanganku," titahnya, tegas dan segera berlalu dari sana.
"Thalia, masuklah," perintah Moohan kemudian sambil membuka pintu ruangannya. Presiden direktur TMC itu segera masuk ke dalam ruangannya.
Mooza sangat kesal. Wanita itu menatap Thalia yang tengah berdiri dan bersiap untuk masuk ke ruangan sang presdir seraya tersenyum kepadanya, dengan tatapan sinis. 'Apa, sih, lebihnya dia dibanding aku?' kesal Mooza dalam hati.
Thalia bergegas masuk ke dalam ruang kerja Moohan. Meninggalkan Mooza seorang diri yang semakin kesal pada Thalia. 'Sebaiknya, aku dekati saja Asisten Zack. Sepertinya, dia lebih mudah untuk aku rayu.'
"Duduklah, Thalia," titah Moohan seraya menunjuk kursi di depan meja kerjanya.
Thalia mengangguk patuh dan kemudian mendudukkan diri di kursi empuk tersebut. Setumpuk dokumen di depannya langsung dirapikan tanpa menunggu perintah karena dia sudah paham apa yang harus dilakukan. Ya, beberapa waktu terakhir, Moohan lebih senang memerintah Thalia daripada sekretarisnya yang jutek itu.
Bersama Thalia, Moohan bisa bekerja sambil melihat keindahan dunia dan seisinya, yaitu wajah cantik dan dada saksi Thalia. Wanita cantik itu juga tidak banyak bicara dan sangat cekatan dalam bekerja. Terkesan lembut, tetapi sangat tegas dan berani menyuarakan isi kepalanya.
Sebuah tantangan besar bagi Moohan, sang casanova ulung untuk menaklukkan Thalia. Meski sudah berminggu-minggu bersama, wanita cantik di hadapan belum juga dapat dia luluhkan dengan ketampanan dan juga hartanya. Membuat Moohan semakin penasaran pada sosok Thalia.
"Tuan, pekerjaan saya sudah selesai. Apa saya sudah boleh pulang sekarang?" ijin Thalia ketika melihat jam di dinding menunjukkan angka empat kurang tiga puluh menit.
Jika diberi ijin pulang lebih awal, Thalia bermaksud untuk berbelanja terlebih dahulu. Dia ingin membelikan putrinya pakaian karena pakaian Aletha sudah mulai tidak muat. Bayi perempuan yang kini genap berusia dua bulan itu tumbuh sehat dan montok, membuat Thalia bersemangat menjalani hari-harinya.
Moohan melirik pekerjaan Thalia dan kemudian melihat jam mewah di pergelangan tangan kanannya. "Belum waktunya pulang, Thalia. Temani aku minum." Moohan segera beranjak dan membuka almari pendingin di sudut ruangan.
Tidak lama kemudian dia telah kembali dengan dua botol minuman beralkohol tinggi di tangan. Melihat apa yang dibawa oleh Moohan, Thalia langsung beranjak. "Maaf, Tuan. Saya tidak minum alkohol!" tolak Thalia, tegas.
☕☕☕☕☕☕☕☕☕☕ tbc.