Sebuah cerita perjuangan hidup seorang ayah yang tinggal berdua dengan putrinya. Meski datang berbagai cobaan, selalu kekurangan, dan keadaan ekonomi yang jauh dari kata cukup, tapi keduanya saling menguatkan.
Mereka berusaha bangkit dari keadaan yang tidak baik-baik saja. Ejekan dan gunjingan kerap kali mereka dapatkan.
Apakah mereka bisa bertahan dengan semua ujian? Atau menyerah adalah kata terakhir yang akan diucapkan?
Temukan jawabannya di sini.
❤️ POKOKNYA JANGAN PLAGIAT GAESS, DOSA! MEMBAJAK KARYA ORANG LAIN ITU KRIMINAL LHO! SESUATU YANG DICIPTAKAN SENDIRI DAN DISUKAI ORANG MESKI BEBERAPA BIJI KEDELAI YANG MEMFAVORITKAN, ITU JAUH LEBIH BAIK DARI PADA KARYA JUTAAN FOLLOWER TAPI HASIL JIPLAKAN!❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28. Sedihnya Hati
Bel pulang sekolah berbunyi. Ayu, berjalan pelan keluar kelas. Saking pelannya, salah seorang temannya tak sengaja mendorong Ayu hingga terjatuh.
"Ayu lelet banget sih. Jatuh kan jadinya." Temannya itu bukannya menolong karena sudah mengakibatkan Ayu terjatuh malah menyalahkan Ayu.
Ayu bangun. Tanpa ada yang membantu berdiri. Sudah biasa seperti itu, biasanya dia hanya diam saat teman-temannya mengejeknya. Menarik rambutnya secara sengaja, kadang tasnya di buang ke luar kelas pun pernah. Sudah biasa, tapi kali ini mata Ayu memanas.
"Kenapa kelian nakal banget sama Ayu? Ayu enggak pernah ganggu kelian! Ayu salah apa?" Suara itu muncul membuat beberapa teman menoleh ke arah suara.
"Iiieh apa sih Ayu ini, mewek sana! Nangis.. Huhuhuuu ngadu sana sama ibumu..! Oiya lupa.. Ayu kan enggak punya ibu..! Ayu enggak punya ibu.. Enggak punya ibu!!" Bukannya prihatin, entah kenapa teman Ayu yang lain malah berbicara seperti itu.
"Ayu punya ibu kok!" Kesal. Ayu enggak tahan dengan ejekan teman-temannya yang makin bersemangat mengejeknya.
"Jangan dekat-dekat Ayu yuk.. Ayu aneh! Enggak punya ibu.. Enggak punya ibu!" Terus seperti itu.
Ayu kesal. Sangat kesal. Berjalan cepat dengan netra yang sudah basah karena tak bisa membendung air mata. Berlari membelah kerumunan orang-orang yang dia anggap teman, sampai akhirnya dia sudah ada di area luar sekolah.
"Kenapa mereka jahat sama Ayu.. Ayu enggak pernah nakal sama mereka... Ibuk.. Ayu disuruh ngadu sama ibuk, hiks.. ibuk lihat enggak mereka ngejek Ayu buk.." Tangis itu pecah. Ayu masih berjalan tapi sambil menangis.
Bocah itu bahkan ingat saat dengan sengaja teman-temannya di sekolah mematahkan krayon yang dia punya, mencoret-coret buku serta PR yang sudah susah payah dia kerjakan. Pernah Ayu mengadu pada bu guru, hanya beberapa minggu kemudian keisengan atau bisa disebut kenakalan mereka muncul kembali.
Vera melihat Ayu yang berjalan sendiri. Dia menatap malas ke punggung bocah yang dia tak suka itu.
"Din.. Tawari temenmu itu pulang bareng kita." Perintah Vera kepada Dinda. Dinda menatap bingung.
"Mamah enggak apa-apa Ayu naik motor bareng kita? Kata mamah kan Dinda enggak boleh deket-deket Ayu.. Nanti mamah marah lagi sama Dinda, sama Ayu..." Dinda masih tak percaya mamahnya menyuruhnya untuk mengajak Ayu pulang bareng.
"Hiiih kamu ini, tinggal tawari aja. Basa-basi gitu. Paling juga dia enggak mau! Udah kamu nurut aja!" Kesal karena putrinya banyak protes.
"Mamah aneh."
Vera melotot dikatai anaknya seperti itu. Tapi, Vera memilih diam. Motornya dia gerakkan mendekati Ayu. Sedikit mengerutkan kening, saat melihat Ayu menangis.
"Ayu.. Pulang bareng Dinda yuk, mamah Dinda bolehin kok. Ya kan mah?" Tanya Dinda saat ada di dekat Ayu.
"Iya. Ayo naik, bisa kan naik motor? Takutnya kagok terus jatuh soalnya biasanya kan naik sepeda." Meski tersenyum saat berucap tapi kalimat yang keluar juga bukan kalimat yang enak didengar telinga.
"Mamah kok gitu.." Dinda cemberut.
"Makasih bulek. Makasih Dinda. Ayu jalan saja." Air matanya dia hapus cepat.
"Oowh ya udah kalau mau jalan aja.. Tante juga enggak maksa ikut kok. Hmm ngomong-ngomong, nanti bilang ke bapakmu ya tante Vera yang baik udah nawarin kamu pulang bareng tapi kamu enggak mau. Jangan lupa lho.. Bilang kalau tante udah nawarin kamu!! Jangan enggak bilang!!" Perkataan itu penuh penekanan. Vera melaju meninggalkan Ayu yang hanya diam tak menjawab perintah Vera tadi.
"Mamah kok gitu..."
"Apa sih Din, dari tadi ngomong mamah kok gitu mamah kok gitu terus! Emang mamah kenapa?" Vera enggak peduli anaknya protes dengan keanehan yang dia tunjukkan.
"Masa nawarin baru sekali aja langsung bilang 'ya udah kalau enggak mau..' Itu kan namanya enggak ikhlas ngajak Ayu pulang bareng kita mah."
"Alaaah.. Kamu anak kecil tahu apa tentang ikhlas. Udah diem aja. Oiya mulai sekarang kamu kalau mau ke rumah si dekil eh si Ayu itu enggak apa-apa, mamah bolehin.. Sesekali ajak dia main ke rumah kita. Kalau dia nolak juga enggak masalah, yang penting tawari aja, gitu ya Din!"
Dinda makin tak paham dengan perubahan sikap mamahnya ke Ayu. Terkesan baik tapi baiknya setengah-setengah.
"Mamah mau tanya.. itu kenapa dia tadi mewek?" Vera kepo.
"Dinda juga enggak tahu mah, pas Dinda lihat ada rame-rame Ayu udah lari sambil nangis." Ucap Dinda menjelaskan.
"Kok bisa enggak tahu. Kamu ini teman sekelasnya apa bukan sih? Masa enggak tahu.."
"Iiiih mamah! Kan mamah pernah bilang abis bunyi bel pulang sekolah suruh cepet-cepet keluar kelas. Soalnya mamah enggak mau nunggu Dinda kelamaan di luar. Kata mamah di luar panas, ya udah.. Dinda lari duluan kalau ada bel bunyi."
"Iya emang panas. Kamu kira di luar sana tadi enak banget apa?"
Kedua ibu dan anak itu terus mengobrol di atas sepeda motor. Melaju pelan, menikmati hembusan angin yang menerpa kulit mereka. Berbeda dengan Ayu yang menatap sendu ke punggung Dinda dan ibunya yang semakin menjauh meninggalkan Ayu dengan motor matic yang dikendarai Vera.
Ayu melepas sepatu yang dia pakai. Rasanya sakit pada jempolnya karena sepatu yang sempit itu. Dengan cekatan Ayu keluarkan sandal jepit beda warna dari dalam tasnya. Dan memasukkan sepatu ke dalam tas setelah sebelumnya sepatu itu dia bungkus plastik hitam. Dia sudah menyiapkan itu dari rumah. Dan setelah bertukar alas kaki, Ayu kembali melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.
____
"Mas.. Hssshttt mas.., Mas Teguh.." Ervin memanggil Teguh pelan. Teguh menaikkan alisnya seakan bertanya 'Opo?'.
"Nanti kalau ada cewek ke sini nyari aku, bilang aku udah resign dari sini ya mas." Ervin berkata sepelan mungkin. Sambil celingak-celinguk mencurigakan.
"Maksudnya apa?" Teguh ikutan bicara pelan.
"Aduuh jelasinnya nanti aja, aku tak ngumpet dulu.." Setelah ucapannya selesai, tanpa penjelasan Ervin langsung pergi menuju pantry.
Tak lama benar ada perempuan berambut pendek, berponi sampai alis, dengan baju merah dan celana hijau mentereng masuk ke dalam toko tempatnya bekerja.
"Mbak.. Mpinku masuk kerja enggak?" Tanya perempuan tadi pada karyawan yang baru saja keluar dari pantry. Teguh melihat ke pantry, menyaksikan Ervin yang bersembunyi di balik pintu. Pandangan mata Teguh dan Ervin bertemu, tangan Ervin memberi kode untuk tutup mulut. Teguh tersenyum saja.
"Maaf mbak.. Di sini enggak ada yang namanya Mpin." Lalu karyawan itu berlalu pergi.
"Masa enggak ada.. Terus dia di sini di panggil siapa?"
Perempuan itu melihat Teguh yang mengangguk sopan kepadanya. Tak khayal dengan langkah pasti dia langsung menghampiri Teguh.
"Mas kenal Mpin? Dia kerja di sini mas.. Oiya sebentar.. Ini fotonya, nah ini kan seragam toko ini kan, sama kayak yang mas pake." Menunjukkan foto Ervin di media sosialnya memakai seragam yang sama dengan Teguh pakai.
"Masa mbak tadi bilang enggak ada nama Mpin di sini.. Emang di sini dia dipanggil siapa lho?" Tanya perempuan tadi duduk di depan Teguh.
"Oowh ini Ervin mbak.. Mbak kenal Ervin?" Teguh balik bertanya.
"Oalah nama aslinya Ervin to.. Cakep lah, kayak orangnya hihihi.. Saya ini pacarnya mas. Pacar onlennya. Kami udah tiga bulan jadian mas, selama ini dia pake nama Mpin di akunnya. Jadi saya kenalnya ya Mpin. Dia ngajakin saya ngopdar mas, dia ngasih saya foto ini terus saya kasih foto asli saya.. Eeeh abis itu dia tidak pernah on lagi mas.. Dia ngilang. Untung aja saya pinter mas, saya bisa lacak dia dari seragam yang dia pake ini. Saya dari jauh lho mas.. Bukan orang sini, saya cinta banget sama Mpin nyampe bela-belain ke sini demi dia." Panjang lebar si mbak ngasih penjelasan.
"Pacar onlen itu apa mbak? Kok bisa pacaran tapi belum pernah ketemu.." Teguh menggaruk kepalanya yang tak gatal saking bingungnya.
"Aiiish mas ini, pacar yang nemu di aplikasi kayak ginian itu namanya pacar onlen mas! Saya sama Mpin emang enggak pernah ketemu, tapi hati Saya yakin kalau Mpin adalah jodoh saya. Dari chatnya dia ini baik, peduli sama saya, sering ingetin saya makan, sholat, tidur juga. Ah jadi kangen kan sama dia.." Si mbak menunjukkan bukti chatnya dan Mpin dari ponselnya.
Teguh tersenyum. Tersenyum tak mengerti.
"Dia bilang mau nerima saya apa adanya, tapi waktu saya kirim foto asli saya kok dia ngilang.." Terdengar kekecewaan di suara si mbak.
"Jadi selama ini mbak enggak kasih foto asli gitu ke Ervin?" Tanya Teguh makin penasaran.
"Ya enggak lah mas. Saya kasih akun saya foto ini.." Menunjukkan akunnya yang menggunakan foto Dilraba Dilmurat pada Teguh.
Setelah pembicaraan panjang tak berujung, si mbak itu pergi dengan kehampaan dalam hatinya karena tak menemukan pacar onlennya.
"Maturnuwun lho mas.. Ya Allah ampuni dosaku..." Ervin keluar dari pantry setelah memastikan semua aman, dia baru keluar dari persembunyian.
"Sebenarnya ada apa Vin.." Tanya Teguh yang langsung mendapat tatapan memelas oleh Ervin.