Gea Arunika tidak menyangka pernikahannya yang semula baik-baik saja tiba-tiba jadi rusak setelah kehadiran seorang wanita yang katanya adik dari suaminya bernama Selena.
Namun, setelah diamati tiap harinya, tingkah David dan Selena tidak seperti adik dan kakak melainkan seperti pasangan suami istri.
Hingga pada akhirnya Gea tahu, kalau dirinya adalah istri kedua dan Selena adalah istri pertama suaminya.
Rasa sakit itu semakin bertambah ketika tak sengaja mendengar obrolan mereka yang akan membawa pergi anak yang dikandungnya setelah ia melahirkan.
Lalu bagaimana kisah mereka selanjutnya?
ikuti ceritanya terus ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoyota, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 - Memutuskan Pergi
Selama berada di rumah sakit Gaza jadi gabut, bingung mau melakukan apa. Karena apa yang ia ingin lakukan selalu dilarang oleh Keanu atas perintah sang mama.
"Udahlah Nu, lagian mama tidak ada pun. Aku cuma mau cek laporan yang masuk sebentar. Cuma lima menit, nggak lama."
"Tidak boleh Bos. Nyonya Hani sudah menugaskan saya untuk mengawasi anda."
Gaza menghela napasnya. Untuk bermain ponsel pun tidak diizinkan karena takut kecolongan Gaza mengurusi perusahaan. Alhasil, hiburannya di rumah sakit ya cuma menonton televisi. Mana tontonan nya kartun pula.
"Kalo buat nelpon orang boleh kan, Nu?" tanya Gaza lagi.
Keanu mengangguk. Lalu bertanya siapa yang akan ditelepon oleh bosnya karena ia yang akan menelponkannya.
Panggilan sudah terhubung dengan seseorang. Rupanya Gaza menghubungi informannya. Kini ia mendapatkan sedikit informasi lagi tentang David dan Selena yang pernah melakukan program kehamilan, tapi hasilnya belum berhasil.
Panggilan pun terhenti. Gaza jadi memikirkan apa yang ia dengar tadi.
Apa mungkin karena itu mereka merencanakan ingin punya anak dari wanita lain lalu diklaim jadi anak mereka sendiri? Tapi apa alasannya? Kalau masalah anak kan bisa mengadopsi di panti asuhan, pikir Gaza.
*
*
Keseharian Gea tiap harinya tak pernah berubah. Buat kue di malam hingga dini hari, istirahat sebentar lalu setelahnya berkeliling menjual kue dan menitipkannya di warung-warung. Terus seperti itu.
Sampai pada akhirnya, Bu Endah datang menemui Gea di kontrakannya. Keduanya duduk lesehan di ruang tamu.
"Mau sampai kapan kamu berjualan terus Ge? Apa uangnya belum cukup untuk kamu pergi ke Jakarta?"
Gea menggeleng.
"Belum Bu."
"Tapi, kalau menunggu uangnya terkumpul pasti lama sekali Ge. Mumpung anak kamu masih bayi, dan belum mengerti apapun masalah orang dewasa, lebih baik kamu segera ke Jakarta Ge. Daripada menunggu uangnya terkumpul dan nggak sadar usia anakmu sudah cukup besar. Dia pasti sudah bisa mengenal orang-orang di sekitarnya. Kalau kamu tiba-tiba datang, dia tidak akan memilih kamu, karena kamu tidak pernah ada dalam ingatan masa kecilnya dan tidak ada di kehidupannya. Ibu bicara seperti ini, melihat dari pengalaman beberapa teman ibu."
Mendengar hal itu, Gea jadi kepikiran juga. Tapi bagaimana nasibnya nanti ketika di kota?
"Yakinlah, rezeki itu pasti akan datang padamu Ge dengan cara yang tidak pernah kamu duga. Ibu juga yakin, di sana pun kamu bisa berjualan kue seperti disini. Lagipula kata kamu, kamu punya teman disana. Dia pasti tidak akan membiarkan temannya sengsara."
Gea jadi semakin kepikiran. Apa iya ia harus ke Jakarta secepatnya? Memang benar sih, kalau nunggu ia punya uang banyak untuk membayar hutangnya ke Gaza, untuk biaya sewa pengacara nantinya, butuh waktu yang tidaklah sebentar.
"Gea akan coba pikirkan Bu."
"Syukurlah Ge. Ibu bilang begitu karena nggak mau kamu ngalamin hal yang sama seperti teman ibu yang anaknya tidak mengakui ibunya. Karena dia pikir ibunya lah yang meninggalkannya. Bukannya mau suudzon, cuma ibu takut saja."
"Iya Bu Endah, makasih ya udah selalu peduli sama Gea. Selalu kasih nasehat dan saran buat Gea. Kalau nanti Gea sudah di Jakarta, Gea nggak akan pernah lupain semua kebaikan ibu."
Bu Endah pun mengangguk walau sebenarnya wanita paruh baya itu pun sedih juga jika Gea harus pergi ke Jakarta. Selama ini, Gea selalu jadi penawar rindunya pada anak-anaknya yang jauh di rantauan. Tapi, kalau Gea tetap disini, itu tidak bagus juga.
Keduanya pun terus mengobrol. Bu Endah juga membantu Gea untuk membungkus kuenya.
*
*
Setelah dipikir-pikir hampir dua hari semalam, Gea akhirnya memutuskan untuk pergi ke Jakarta lebih cepat. Ia pergi menuju ke agen travel untuk memesan tiketnya. Gea akan pergi dalam tiga hari ke depan. Karena urusan Gea yang ada di malang harus diselesaikan dulu. Gea pasti tidak akan bisa langsung pergi tanpa berpamitan dan ia juga pun harus mengurus alat-alat pembuat kuenya juga mengurus motornya. Gea memutuskan untuk tidak menjual semuanya. Ia memilih untuk mengirimnya saja ke Jakarta dengan bermodalkan alamat rumah Gaza lebih dulu.
Tentunya kabar Gea yang akan datang lebih cepat ke Jakarta membuat Gaza senang. Laki-laki yang sudah keluar dari rumah sakit itu, jadi mempersiapkan kamar untuk Gea sementara sebelum wanita itu menemukan tempat tinggal.
Mama Hani yang melihatnya agak sedikit curiga.
"Siapa yang mau menginap di rumah? Kenapa harus kamu sendiri yang turun tangan beresin kamarnya? Kan ada pembantu di rumah."
"Ih, mama ngagetin tau nggak," ucap Gaza sambil mengelus dadanya karena terkejut mamanya tiba-tiba datang dan bersuara.
"Nanti Gea mau menginap disini beberapa hari ya Ma. Terus besok juga sepertinya barang Gea dari Malang akan sampai ke rumah. Tolong amankan dulu ya Ma."
"Kamu memaksanya untuk segera ke Jakarta? Kamu sudah mau mengenalkannya ke mama dan papa?" tanya Mama Hani.
"Apaan? Nggak Ma. Gea di Jakarta itu ada urusan penting, Ma. Kan sudah aku bilang, Gea itu cuma anggap aku sahabatnya aja. Aku juga belum pernah mengatakan suka ke Gea. Jadi, nanti mama jangan mengatakan apapun soal itu."
"Tergantung," jawab Mama Hani.
"Kemauan anak sendiri, masa mama nggak mau mama turutin sih?"
"Ck, kamu aja jadi anak sering banget nggak dengerin ucapan mama."
"Iya, iya maaf Ma. Nggak lagi-lagi deh."
"Iya, sekarang bilangnya gitu. Tapi nggak tahu besok-besoknya."
Hanya dibalas cengiran oleh Gaza.
*
*
Hari dimana Gea akan pergi pun tiba, ia berpamitan pada Bu Endah dan beberapa ibu-ibu yang lain yang selalu membantunya. Tangis sedih dan haru pun jadi iringan kepergian Gea. Sebenarnya sangat sulit meninggalkan orang-orang yang sudah baik padanya. Lingkungan disana sudah terasa nyaman bagi Gea. Meski ada kenangan pahitnya juga. Tapi, karena disana juga Gea jadi sekuat sekarang dan jadi pribadi yang lebih mandiri meski masih cengeng dan mudah tersentuh hatinya. Hanya saja soal perasaan, Gea masih menutupnya rapat-rapat.
Rasa cinta yang dulu ia berikan sepenuhnya untuk David, seolah kini jadi mati rasa karena kekecewaan. Kalau dibilang sudah move on, sepertinya belum sepenuhnya, Gea terkadang masih suka mengingat perlakuan baik David padanya. Tapi, ia lebih mengingat lagi perlakuan buruknya. Hanya butuh waktu untuk bisa melupakan dan mengikhlaskan semuanya.
Gea melambaikan tangannya ketika sudah berada di dalam mobil. Setelah mobil melaju cukup jauh, Gea menutup kaca mobilnya dan menangis tanpa suara. Air matanya terus terjatuh. Kenyamanannya sebentar lagi akan menghilang. Tidak mungkin jika hidupnya tidak susah jika di Jakarta, apalagi ia akan bertemu kembali dengan orang yang sudah membuatnya menderita.
*
*
TBC