Ternyata tinggal bersama ibu mertua tak seindah bayangan Gita. Miranti terus saja menyiksa batin serta fisiknya.
Gita mengalami baby blues pasca melahirkan hingga hampir mencekik bayinya sendiri.
Miranti dengan rencana yang telah tersusun rapi di dalam otaknya, semakin kejam dalam menyiksa batin Gita. Melayangkan berbagai fitnah, hingga sang putra, Pramudya membenci, Gita dan memasukkannya ke rumah sakit jiwa.
Apa langkah yang harus Gita ambil dalam rumah tangganya. Ketika sang ibu mertua menyimpan dendam padanya dari kehidupan masa lalu.
Apakah Gita tetap bertahan dengan rumah tangga yang bagaikan neraka itu?
Atau pergi dan membuat Pram menyesal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chibichibi@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 30. Karena Kelelahan.
Mendengar umpatan dari Pramudya membuat Gita semakin sesenggukan. Wanita itu mendekap bayinya semakin erat.
Pram menyalakan mobil dan mereka pun langsung meluncur ke rumah sakit.
Sesampainya di sana baby Asha langsung ditangani oleh dokter anak. Bayi mungil itu di periksa selama beberapa saat.
Tak lama kemudian, dokter mengatakan jika bayi mereka hanya menderita memar di kening sebelah kiri. Sementara Anggota tubuh yang lainnya baik-baik saja.
Mendengar hal itu tentu saja membuat Gita dan Pram merasa lega. Sesak yang sejak tadi menekan dada Gita perlahan sirna.
Mereka segera pulang kerumah setelah mendapatkan resep obat yang harus di oles dan di minum jika suhu tubuh baby Asha nanti demam.
Di dalam mobil tak ada yang membuka suara. Gita merasa bersalah sehingga ia takut menatap wajah suaminya. Pram sejak tadi nampak sangat marah padanya. Sepertinya pria itu sedang menunggu saat yang tepat untuk mengeluarkan semua emosinya.
Dulu, sejak pertama Gita mengenal Pram. Pria itu adalah sosok dan pribadi yang lembut juga pemalu. Bagi Gita, Pram adalah tipe pria yang tak banyak bicara dan banyak maunya. Karena itu, ia merasa cocok dan langsung mengutarakan keinginannya menjalin hubungan yang serius.
Siapa sangka, selang beberapa bulan pernikahannya. Apalagi setelah kejadian pertama kali Miranti memfitnah dirinya. Sejak saat itu perangai dari Pramudya berubah drastis. Suaminya yang tak pernah marah sebelumnya menjadi gampang tersulut emosinya.
Pram seakan lupa, bahwa apa yang telah ia raih pada saat ini tak lain, adalah berkat bantuannya. Gita sudah merelakan karir yang ia bangun untuk di serahkan kepada Pram. Karena ia merasa saat itu Pram kayak dan mampu untuk menjadi pemimpin rumah tangga yang bertanggung jawab.
Akan tetapi, nyatanya.
"Gara-gara kebodohan kamu. Aku harus mengeluarkan biaya yang seharusnya tidak aku keluarkan! Lihatlah! Bayi kita cuma benjol dan kau minta membawanya ke rumah sakit. Lihat berapa tagihan yang harus aku bayar karena masuk tengah malam? Biayanya menjadi tiga kali lipat ketimbang masuk di pagi hari!" marah Pramudya seraya melempar struk tagihan ke depan pangkuan Gita.
Pria itu menjadi pelita dan perhitungan. Padahal, itu demi keselamatan bayinya sendiri.
"Mas, kan aku tidak sengaja. Aku kelelahan, dan Asha menyusu sangat lama. Lagipula, biaya itu kau keluarkan untuk bayimu juga. Anak kita, Mas. Kenapa kau--"
"Semua kan salahmu Gita. Harusnya sebagai seorang ibu itu kau lebih berhati-hati lagi. Kau tau kan aku harus menghidupi dua keluarga dengan gajiku itu. Sekarang uang itu berkurang dua juta hanya dalam waktu kurang dari semalam," ketus Pram pada istrinya yang hanya bisa menangis menanggapi setiap perkataannya.
"Maaf, Mas." Hanya kalimat itu yang bisa Gita ucapkan. Lalu Pram kembali melanjutkan tidurnya. Pria itu tak sedikitpun memiliki keinginan untuk menggendong bayi perempuannya yang cantik.
Pram sudah pulas, di kasur sebelah pojok. Gita menatap putrinya itu kembali dengan berlinang air mata. "Maafkan, bunda ya sayang ... Untung saja, kamu tidak apa-apa. Karena kalau sampai terjadi satu hal padamu, Bunda takkan pernah memaafkan diri sendiri," ucap Gita lirih sambil terus menciumi bayinya itu. Dari wajah hingga ke perut.
Gita pun meletakkan bayinya yang tertidur di dalam box. Baby Asha telah ia gantikan pakaian dan juga menyusu. Kini waktu di jam dinding telah menunjukkan angka tiga dini hari. Gita pun merebahkan tubuhnya di sebelah Pram yang mengeluarkan dengkuran halus.
"Kenapa, aku selalu saja melakukan kesalahan? Kenapa mas Pram selalu memasang wajah seramnya padaku sekarang? Aku takut mas? Aku sedih ketika kau bentak-bentak seperti tadi. Hatiku, sangat sakit," lirih Gita dalam gumamannya.
Air mata tak terasa menetes membasahi bantal. Gita memiringkan badannya, dan tak lama ia tertidur karena kelelahan saat menangis
Keesokan paginya.
Gita kesiangan.
Entah kenapa ia tak mendengar suara alarm.
"Bangun Gita!"
"Istri macam apa kamu! Suami sudah rapih mau berangkat kerja, istrinya masih bergolek di atas kasur!" Omelan dari Miranti pun menjadi sarapan bagi Gita.
...Bersambung ...
walaupun singkat tapi mantap..terus berkarya dan sehat selalu 😘😘