Kenyataan pahit yang membuat hidupnya berubah. Tak ada lagi sifat manja dan lemah. Yang ada kini adalah sesosok gadis cantik tak tersentuh meski di bibirnya selalu tersungging senyum.
Keras hatinya membuat setiap orang segan bahkan tak ingin berurusan dengannya.
Namun, bagaimana dengan orang-orang yang menjadi sebuah bara dendam dalam hati nya terus berkobar?
Mampukah mereka selamat dari dendam seorang Arcila Damayanti yang merupakan titisan dari siluman penghuni kebun angker?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serra R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Tanggungjawab
Pagi sekali Arcila berangkat ke restoran yang di pegangnya kini. Restoran yang sejatinya milik Arsen dan Leo peninggalan, Andreas ayah mereka. Dengan diantar seorang sopir yang memang bertugas untuk menjaganya selama tak bersama Arsen.
Gadis cantik dengan baju tosca tersebut tersenyum manis kala mengingat ucapan sang kakak semalam. Dia yang pada awalnya khawatir dengan keadaan pemuda itu berubah menjadi kesal. Sang kakak masih punya energi untuk menggodanya meski jelas jelas tubuhnya sedang lemah.
Wajah cantiknya semakin terlihat berseri dengan senyum yang selalu mengembang di bibir manisnya.
"Selamat pagi, Sanca. Wah kelihatannya sedang bahagia sekali hari ini."
"Pagi, Om. Hari yang baik seharusnya diawali dengan hal yang membahagiakan, benar tidak om?"
Pak Sandro tersenyum, dia kagum dan bangga dengan pasangan muda anak mendiang sahabatnya itu. Keduanya bisa saling melengkapi dan menggenggam satu sama lain demi menjalani kehidupan yang menyakitkan bagi ke duanya. Tak ada keluarga dan kerabat namun keduanya mampu bangkit dari keterpurukan.
"Om sudah lama?" Sanca mengajak Pak Sandro masuk ke dalam ruangannya.
"Baru juga datang nya, mungkin 5 menit yang lalu." Ucap Pak Sandro seraya menatap jam tangan yang melingkar di lengan kirinya.
Sanca mengangguk, dia tahu betul lelaki paruh baya di hadapannya itu sangat disiplin dan baik hati. Karenanya dia dan Arsen sangat menghormatinya dan menganggap sebagai pengganti Andress.
"Om datang karena ada sesuatu yang harus om sampaikan padamu lagi. Menyangkut salon milik mendiang mamamu itu. Om mendapat kabar jika ada seseorang yang sudah mulai menawar harganya. Tapi sampai saat ini, Gio belum memutuskan akan melepasnya atau tidak. Bagaimana menurutmu? apa ada yang harus om lakukan untuk langkah pencegahan?"
Arcila Sanca terdiam, gadis itu menghela nafas berat. Beberapa waktu lalu dirinya telah membicarakan hal ini pada Derrick dan juga Ario. Keduanya mengatakan akan memikirkan jalan untuk mengatasinya. Bagaimanapun peninggalan sang mama harus tetap menjadi miliknya apapun caranya. Hanya saja, hingga detik ini kedua kakak lelakinya tersebut belum memberinya kepastian langkah apa yang akan mereka tempuh.
"Om, bisa tunggu sebentar? aku akan menghubungi kakakku terlebih dahulu. Waktu itu dia berjanji akan mencari cara untuk mempertahankan apapun milik mama."
"Kakak?" Pak Sandro sedikit terkejut dengan ucapan Arcila. Yang dia tahu, Cila adalah anak tunggal mendiang Sena.
"Iya, kakakku Om. Wajar kalau om tak mengetahui tentang nya. Dia lama menetap di luar negri, aku saja baru bertemu dengannya." Cila tersenyum memaklumi keterkejutan pak Sandro.
"Ya, dek. Ada apa? jangan bilang kalau kamu sudah merindukan kakak ya. Ini kan baru berapa jam semenjak kita berpisah." Derrick tersenyum sambil memainkan kedua alisnya menggoda sang adik ketika panggilan tersambung membuat Cila memelototkan matanya.
"Jangan ke pedean ya, kak. Aku menghubungi kakak karena ada hal penting."
"Iya, iya katakan ada apa?"
"Mengenai salon milik mama."
Derrick terdiam sebentar sambil mengingat ingat apa yang di ucapkan sang adik.
"Properti mama yang ada di mall itu yang kamu maksud?" Lanjutnya ketika sudah mengingat maksud sang adik.
"Iya, menurut om Sandro, ada yang sudah mulai menawar tempat itu kak. Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Serahkan semuanya pada kakak, aku pastikan semua milik mama tak akan ada satupun yang lepas. Kita akan mempertahankan semua yang memang adalah hak kita. Tolong berikan ponselmu pada Pak Sandro, kakak ingin bicara dengannya." Arcila menganggukan kepalanya disambut senyum tipis Derrick di layar ponselnya.
"Om, kak Derrick ingin bicara dengan om."
Pak Sandro menerima ponsel yang disodorkan Arcila kehadapannya. Sedikit terkejut ketika menatap wajah Derrick yang sama persis dengan wajah Arcila. Tak dapat diragukan lagi jika pemuda yang dilihatnya dalam layar ponsel itu memang benar ada hubungan dengan Arcila. Hal ini membuat Pak Sandro sedikit lega. Tadi, pria paruh baya tersebut sempat khawatir. Takut jika orang yang Cila panggil kakak itu ternyata orang jahat.
"Siang, Om." Sapa Derrick dengan senyum tipisnya.
Hati pak Sandro sedikit berdesir dengan tatapan mata Derrick yang tajam seolah mengulitinya saat ini.
"Siang.Maaf saya tidak menyangka jika Sanca masih memiliki seorang kakak. Yang saya tahu selama ini nyonya Sena hanya mempunyai 1 putri, ternyata ada seorang putra juga. Syukurlah." Serunya membuat Cila mengulum senyumnya.
"Kami kembar Om, tapi saya lebih banyak menghabiskan waktu bersama ayah di luar negri. Jadi tak banyak yang tahu jika aku dan Cila kembar."
"Ah iya, saya mau minta bantuan dari Om sebenarnya, apa om bersedia membantu kami sekali ini lagi?" Derrick kembali berujar.
"Tentu.Dengan senang hati Om akan membantu kalian sebisa Om."
"Baiklah. Begini Om.. "
Derrick mengungkapkan rencananya dengan Pak Sandro yang mengangguk setiap pemuda tampan itu menjeda ucapan. Pria paruh baya tersebut sedikit tertegun dengan pola pikir anak muda di hadapannya itu. Meski masih muda, Derrick mempunyai pemikiran yang luas dan mampu mencari cela.
"Ku kira hanya ada Arsen dan Sanca yang mempunyai pemikiran cerdas seperti ini. Ternyata kini muncul lagi satu pemuda yang sama hebatnya." Serunya dalam hati penuh kekaguman.
"Bagaimana menurut, Om dengan rencana saya?" Ucapan Derrick mengembalikan kesadaran Pak Sandro. Lelaki itu tersenyum dan menganggukan kepalanya tanda setuju.
Ada kilatan rasa bahagia yang mampir ke relung hatinya. Di hari tuanya yang sepi dia masih bisa menempatkan diri untuk mewujudkan janjinya pada mendiang sahabat baiknya, orang yang sangat berjasa dalam hidupnya selama ini. Tanpa bantuan Andress, tentu tak akan ada seorang Sandro yang orang kenal sebagai pembisnis, konglomerat dan sebagai dermawan. Tak banyak yang orang tahu, jika semua yang diperoleh dan di perbuatannya tak lepas dari campur tangan Andress.
Ayah Arsen itulah yang mengubah hidupnya dari seorang gelandangan menjadi orang yang punya nama besar. Meski sempat heran dengan permintaan sang sahabat kala itu. Andress memilih mengabdikan dirinya menjadi kepala pelayan di rumah besar keluarga Gerald yang terkenal misterius itu. Membiarkan restoran yang sedang berkembang kala itu untuk di kelola Pak Sandro.
Hingga menjadikan usaha itu berkembang pesat dan Andress tak segan memberikan bagain untuknya. Pak Sandro menghapus buliran air mata yang merembes di sudut matanya. Melihat semangat Arsen dan Arcila mengingatkan dirinya pada sosok sang sahabat. Dua kali di tinggal mati oleh istri tersayangnya membuat Andress terpuruk kala itu. Namun dirinya tetap kembali bangkit dengan dua orang anak yang berada disisinya.
"Om, akan lakukan apapun untuk membantu kalian. Om janji!! sesuai janji Om pada mendiang Andress. Hanya saja ada satu hal yang masih mengganjal hati om hingga saat ini." Pria itu menunduk, nampak raut sedih di wajah yang mulai ditumbuhi kerutan halus itu.
"Om, belum bisa menemukan adik Arsen, entah dia masih hidup atau tidak. Tapi Om tak pernah berhenti untuk terus mencarinya. Bahkan detektif yang om sewa masih bekerja hingga saat ini, meski belum mendapatkan hasil yang memuaskan." Sudut mata yang semula meremang kini benar-benar basah. Pak Sandro merasa gagal mengemban amanah dua hari sebelum Andress di temukan tewas pada peristiwa mengenaskan yang terjadi di keluarga Gerald tersebut.
*
*
*
"Leo masih hidup, Om. Dia berada di tempat yang aman dan nanti jika sudah waktunya, om bisa bertemu dengannya."