NovelToon NovelToon
Cerita Kita

Cerita Kita

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Cintapertama / Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Idola sekolah
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: cilicilian

Percintaan anak sekolah dengan dibumbui masalah-masalah pribadi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cilicilian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sentuhan

Dara mengabaikan candaan Sella, fokusnya sepenuhnya tertuju pada makanan di depannya. Aroma harum dan rasa lezat makanan itu seakan mampu sedikit menenangkan rasa sakit di kepalanya.

Dengan lembut, Nino menyuapi Dara. Mulut Dara terbuka menerima suapan itu, terlihat betapa laparnya ia. Dara mengunyah makanan dengan perlahan, merasakan kenikmatan yang begitu sederhana namun begitu berarti. Sekilas senyum lembut terukir di bibir Nino, menyaksikan Dara yang menikmati makanannya dengan lahap. Ia merasa lega melihat Dara yang sedikit demi sedikit kembali pulih.

"Enak?" tanya Nino, terdengar suaranya yang lembut dan perhatian.

Dara menganggukan kepalanya. "Em, enak banget Bang," jawab Dara dengan senyum yang merekah di wajahnya, "Nggak ada tandingannya," Dara sangat menikmati makanan itu apalagi disuapi oleh Nino.

Dara tersenyum simpul, rasa pusing di kepalanya berangsur hilang. Ia menyadari betapa menenangkannya suasana dan perhatian Nino. "Memang, kalau lagi pusing kepala, enaknya lihat yang segar-segar seperti Abang," katanya di dalam hati. Tidak mungkin kan Dara mengungkapkanya secara langsung? Nanti yang ada muka Dara akan di taruh di mana?.

Nino kembali tersenyum, menunjukkan rasa lega melihat kondisi Dara yang membaik. "Nah, gitu dong senyum. Jangan diem kaya tadi, Abang jadi khawatir liat kamu."

"Khawatir" satu kata yang membuat Dara merasa senang sudah dikhawatirkan oleh orang lain. Dara menghela napas pelan. "Tadi pusing banget, makanya aku diem." Ia masih enggan untuk menceritakan penyebab pusingnya karena itu akan mengingatkan kembali kejadian tadi yang membuatnya sangat muak.

Nino mengerutkan keningnya, menunjukkan rasa ingin tahunya. "Pusing kenapa? Belum mulai kan belajar mengajarnya? Kenapa harus pusing?" Ia ingin tahu apa yang membuat Dara pusing sampai terlihat pucat seperti tadi.

Dara menggeleng pelan, menahan diri untuk menceritakan detail kejadian pagi tadi yang membuatnya pusing. "Ada lah, Bang. Nggak mau inget-inget lagi, bikin kepala sakit." Ia memilih untuk tidak menceritakan detail yang mungkin akan membuatnya lebih stres.

Nino mengangguk mengerti. "Ya udah, habisin makannya biar kepalanya nggak pusing lagi." Ia membiarkan Dara untuk tidak menceritakan detail kejadian tersebut, mengetahui bahwa terkadang diam adalah hal terbaik untuk dilakukan.

Dela dan Sella telah menyelesaikan makanan mereka. Namun, Sella tampak gelisah, tatapan matanya tak lepas dari interaksi Dara dan Nino. Ada sesuatu yang membuatnya merasa janggal, sesuatu yang berbeda dari biasanya. Interaksi keduanya terasa begitu janggal menurut Sella.

"Del," bisik Sella, suaranya nyaris tak terdengar, namun di balik kelembutan itu tersimpan rasa ingin tahu yang mendalam. "Lo merasa nggak kalau Dara ada yang berbeda setiap kali dia interaksi sama Bang Nino?" Ia menunjuk ke arah Dara dan Nino dengan dagunya, mencoba untuk mengendalikan rasa penasaran yang mulai menggejolak di dalam dirinya.

Sella melanjutkan, suaranya masih berbisik, "Setiap interaksi Dara sama Bang Nino, ada aja yang beda dari Dara biasanya. Rasanya ada sesuatu yang disembunyikan." Ia merasakan ada keanehan dalam interaksi keduanya, sesuatu yang sulit ia jelaskan namun begitu terasa.

Dela, yang awalnya sibuk dengan pikirannya sendiri, kini mengalihkan pandangannya ke arah Dara dan Nino. Ia mengamati interaksi keduanya dengan lebih teliti. "Berbeda apanya, Sell? Perasaan lo aja kali?" Ia masih belum menangkap kejanggalan yang dirasakan Sella.

"Nggak, Del. Coba deh lo perhatiin mereka, terutama Dara." Sella mendesak Dela untuk memperhatikan dengan seksama. Ia yakin ada sesuatu yang berbeda dari biasanya.

Setelah mengamati beberapa saat, Dela pun menyadari adanya perubahan pada perilaku Dara. "Nggak juga, Sell," jawab Dela ragu-ragu. "Mungkin itu karena Dara menghormati yang lebih tua aja. Makanya Dara bicaranya kaya malu-malu kucing." Ia mencoba mencari penjelasan yang masuk akal, namun keraguan masih tersirat dalam suaranya.

Sella masih ragu. ucapan Dela tentang Dara yang hanya sekedar menghormati Nino terasa terlalu sederhana untuk menjelaskan perubahan perilaku Dara yang begitu kentara. Ada sesuatu yang janggal, sesuatu yang sulit ia definisikan namun begitu terasa. Kecurigaannya tetap membayangi pikirannya.

"Sudah habis, mau nambah lagi?" Nino bertanya pada Dara dengan lembut, tatapannya penuh perhatian.

Dara menggeleng pelan. "Nggak, Bang. Udah cukup. Perut aku udah kenyang." Suaranya masih terdengar lemah, namun senyumnya sudah kembali merekah.

Nino mengambil segelas air minum, menawarkannya pada Dara dengan sedikit bercanda. "Oke, kalau gitu ini minumnya tuan putri." Ia meledek Dara dengan lembut, menciptakan suasana yang lebih santai dan hangat.

Dara meminum air itu hingga habis. Nino mengusap puncak kepala Dara dengan lembut, sebuah gestur yang penuh perhatian, membuat wajah Dara terlihat bersemu merah jambu. "Pinternya," pujinya, suaranya penuh kelembutan.

Namun, ucapan pujian itu langsung diiringi ringisan Dara. "Aww," Dara meringis kesakitan, tangannya refleks memegangi pelipisnya.

"Eh, kenapa, Ra?" Nino terlihat khawatir, ia segera memperhatikan wajah Dara yang terlihat menahan kesakitan

"Sakit, Bang," Dara menjawab lirih, menahan rasa sakit yang tiba-tiba muncul.

Nino memperhatikan pelipis Dara dengan lebih seksama. Ia melihat memar kecil yang samar-samar terlihat di sana. Alisnya bertaut, menunjukkan rasa khawatir dan heran. "Ra, ini kenapa?" tanyanya dengan nada yang lebih serius.

Sebelum Dara sempat menjawab, Dela menjelaskan, "Jatuh dia, Bang. Anaknya nggak bisa diem sih." Ia memberikan penjelasan singkat, mencoba untuk menutupi sesuatu.

"Kenapa dibiarkan saja? Kenapa nggak langsung diobati?" Nada suara Nino berubah, lebih tegas dan menunjukkan kekesalannya. Tatapannya tajam, tertuju pada Dara, kemudian beralih ke Dela dan Sella yang tampak terdiam, menghindari tatapan Nino. Kecemasannya semakin membesar, ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan.

Sella, yang merasa bersalah, menjelaskan dengan terbata-bata. "Nggak sempat, Bang. Tadi kita istirahat di UKS, baru sebentar udah digangguin sama Zian." Ia berusaha menjelaskan, namun suaranya terdengar ragu dan terburu-buru.

"Zian?" Nino mengerutkan keningnya, Nama itu terdengar tidak asing di telinganya. Ia mencoba mengingat dari mana ia pernah mendengar nama itu sebelumnya.

Dela menambahkan, "Iya, Bang. Zian, yang sukanya ngejar-ngejar Dara." Ia menjelaskan dengan singkat, mencoba untuk menutupi sesuatu.

Seketika, ingatan Nino kembali. Ia mengingat cerita-cerita sebelumnya dari Dela dan Sella tentang seorang anak laki-laki bernama Zian yang sering mengganggu Dara. Zian dikenal dengan julukan playboy dan sering mempermainkan hati wanita membuat Nino geram dengan mendengar cerita tentang tingkah laku Zian itu.

Kemarahan yang tertahan dalam diri Nino mulai terlihat. "Apa perlu Abang kasih pelajaran ke dia?" Ia bertanya dengan nada yang mengancam, menunjukkan keseriusannya untuk membela Dara.

Dara, yang melihat kemarahan yang mulai membuncah dari Nino, segera menghentikannya. "Eh, nggak, Bang. Dia cuma ganggu aku aja, kok. Biarin aja. Nanti juga bosen sendiri kalau capek."

Ia berusaha untuk meredakan situasi, menunjukkan bahwa ia tidak ingin ada masalah besar terjadi. Namun, perkataannya terdengar sedikit terpaksa, menunjukkan kekhawatirannya akan sesuatu yang disembunyikan.

"Dia udah sering ganggu kamu, Ra. Takutnya dia obsesi sama kamu, yang ada nanti kamu dalam bahaya," Nino berkata dengan nada khawatir, tatapannya penuh dengan kepedulian. Ia tidak bisa mengabaikan ancaman yang mungkin mengintai Dara.

Dara berusaha untuk menenangkan Nino. "Nggak, Bang. Tenang aja. Dia nggak bakal kaya gitu. Aku bisa urus dia kalau sampai dia nekat." Ia mencoba meyakinkan Nino, namun sedikit kegugupan tersirat dalam suaranya.

Nino masih terlihat khawatir. "Oke, kalau dia berani macem-macem sama kamu, langsung bilang sama Abang." Ia memberikan jaminan perlindungan pada Dara, memberikan rasa aman yang selama ini mungkin kurang Dara dapatkan.

Dara mengangguk, hatinya terasa hangat dan tenang. Perhatian Nino begitu tulus dan mendalam, sesuatu yang selama ini ia rindukan dari orang tuanya. Perhatian yang lebih dari yang ia bayangkan kini ia dapatkan dari Nino. Rasa nyaman dan aman memenuhi dadanya.

Nino, dengan lembut, menyibakkan poni Dara untuk melihat lebih jelas luka di pelipisnya. "Ra, maaf ya. Abang mau lihat dulu luka kamu." Sentuhannya begitu lembut, menunjukkan kepeduliannya yang tulus.

Dara mengangguk, menunjukkan persetujuannya. Namun, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Detak jantungnya berpacu kencang, dadanya berdegup tak karuan. Sebuah sensasi aneh, campuran antara gugup dan debar bahagia, menyergapnya.

Waktu seakan berhenti di detik itu juga. Tubuhnya terasa membeku, tatapannya tak mampu lepas dari wajah Nino yang berada sangat dekat, hanya sejengkal dari wajahnya. Dela dan Sella saling bertukar pandang, menangkap kejanggalan dalam situasi tersebut. Mereka menyadari adanya ketegangan yang tak terucapkan dari Dara.

"Ekhem," deheman yang tiba-tiba dari Dela memecah kesunyian yang mencekam. Sella ikut terbatuk kecil, mencoba untuk mencairkan suasana yang semakin tegang.

Suara batuk itu menyadarkan Dara dari lamunannya. Namun, wajah Nino masih sangat dekat, menciptakan jarak yang intim dan membuat pipinya merona. "Del," perintah Nino dengan suara tenang namun tegas, "tolong ambilin kotak obat, ada obat merah sama kain kasa di dekat meja kerja Abang."

Dela segera mengambil kotak obat tersebut dan menyerahkannya pada Nino. Dengan tangan yang terampil dan lembut, Nino mengoleskan obat merah pada luka di pelipis Dara. Sentuhannya yang lembut dan penuh perhatian menciptakan suasana yang hangat namun tetap menyimpan sedikit ketegangan.

Sekali lagi, Dara merasakan hembusan nafas Nino yang hangat mengenai tepat di wajahnya. Hembusan nafas itu begitu dekat, menciptakan sensasi yang membuat tubuhnya menegang. Suasana di sekitar Dara terasa sangat berubah.

Ia merasakan atmosfer yang berbeda, sesuatu yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ada sesuatu yang lebih dari sekedar perawatan luka yang terjadi di antara mereka.

1
Reaz
mampir ya/Coffee/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!