NovelToon NovelToon
Gelora Berbahaya Pria Simpanan

Gelora Berbahaya Pria Simpanan

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Suami Tak Berguna
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Rizky Rahm

Laura tidak pernah membayangkan pernikahannya akan terasa seperti penjara. Nicholas, suaminya, selalu sibuk, dingin, dan jauh. Di tengah sunyi yang menusuk, Laura mengambil keputusan nekat-menyewa lelaki bayaran untuk sekadar merasa dicintai.Max hadir seperti mimpi. Tampan, penuh perhatian, dan tahu cara membuatnya merasa hidup kembali. Tapi di balik senyum memikat dan sentuhannya yang membakar, Max menyimpan sesuatu yang tidak pernah Laura duga.Rahasia yang bisa menghancurkan segalanya.Ketika hasrat berubah menjadi keterikatan, dan cinta dibalut bahaya, Laura dihadapkan pada pilihan: tetap bertahan dalam kebohongan atau hancur oleh kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky Rahm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Misteri

Ucapan Max terus berputar di benak Laura saat ia bersiap untuk pergi.

"Jangan terlalu mempercayai orang-orang di sekitarmu, termasuk aku."

Apa maksudnya? Apakah Max hanya menggoda, ataukah ada sesuatu yang benar-benar perlu ia waspadai?

Sebelum keluar dari kamar Max, Laura melirik meja dan merogoh tasnya. Max memang belum menyebutkan nominal kontrak mereka, tapi entah kenapa, ia merasa perlu untuk segera memberinya pembayaran. Ia mengambil beberapa lembar cek, menuliskan jumlah yang menurutnya pantas, lalu meletakkannya di meja sebelum pergi.

Saat menutup pintu apartemen, ia menghela napas. Ada perasaan aneh yang menggelayut di hatinya—seperti ada sesuatu yang belum selesai.

Saat tiba di rumah, Laura disambut oleh keheningan. Nicholas tidak ada. Tak ada pesan, tak ada tanda bahwa suaminya sempat pulang.

Ia melangkah menuju meja kerja dan menemukan dokumen yang telah disiapkan untuk ditandatangani. Dengan sedikit ragu, ia membacanya lebih dulu. Isinya tampak normal—perjanjian bisnis yang memang membutuhkan persetujuannya. Tak ada yang mencurigakan.

Setelah memastikan semuanya aman, ia membubuhkan tanda tangannya di sana.

Selesai dengan dokumen, Laura bangkit, berjalan menuju sofa, dan matanya langsung tertuju pada sesuatu yang tergeletak di sana—sebuah kemeja pria.

Ia mengenali kemeja itu.

Kemeja Nicholas.

Laura menghela napas kecil. Ia mengangkatnya, bersiap untuk memindahkannya ke keranjang cucian. Namun, saat hendak melipatnya, sesuatu menarik perhatiannya.

Di kerah kemeja itu, ada noda merah.

Bekas lipstik.

Dada Laura berdebar. Ia menatap noda itu, lalu perlahan menelan ludah.

Nicholas tidak pernah memakai lipstik—jelas. Tapi siapa yang meninggalkan bekas itu?

Tangannya mencengkeram kain lebih erat, pikirannya mulai dipenuhi berbagai kemungkinan. Apakah Nicholas baru saja bersama seseorang sebelum pulang? Apakah ini kebetulan? Atau… apakah ini sesuatu yang lebih dari sekadar kebetulan?

Perasaan asing merayapi dirinya. Ada sesuatu yang mengganggu, sesuatu yang membuat dadanya terasa berat.

Max mengatakan untuk tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya.

Apakah ini yang ia maksud?

***

Setelah Laura pergi, Max menatap cek yang ditinggalkan wanita itu di meja. Ia menghela napas panjang, lalu meraihnya, tapi alih-alih merasa puas, ekspresinya justru berubah. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

Saat itulah ponselnya bergetar. Nama yang tertera di layar bukanlah nama biasa—hanya sebuah nomor tanpa identitas. Max menatapnya sejenak sebelum akhirnya menjawab.

Tanpa salam pembuka, Max berkata, "Dia sudah pulang."

Suara di seberang terdengar datar. "Bagus. Apa dia curiga?"

Max menyandarkan tubuhnya ke kursi, tatapannya kosong. "Tidak. Tapi aku tidak bisa memastikan sampai kapan dia akan tetap dalam keadaan itu."

Hening.

Kemudian suara di seberang berbicara lagi. "Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan."

Max tidak langsung menjawab. Ia menggenggam ponselnya erat, matanya berkabut dengan pemikiran yang sulit ditebak.

Alih-alih menjawab, Max justru memutuskan panggilan.

Max meletakkan ponselnya ke meja, lalu berdiri. Ia berjalan ke sudut ruangan, membuka laci, dan mengambil laptopnya. Dengan gerakan cepat, ia menyalakan perangkat itu dan mulai mengetik sesuatu di bilah pencarian.

"Laura, Nicholas, Sheila."

Halaman demi halaman informasi muncul di layar. Beberapa artikel lama, beberapa berita bisnis, dan satu dokumen yang tampaknya menarik perhatiannya.

Tatapan Max menajam.

Ia mengklik sebuah folder terenkripsi, memasukkan serangkaian kode, lalu menekan enter.

File terbuka.

Mata Max menelusuri baris demi baris teks di layar laptopnya. Semakin jauh ia membaca, semakin dalam kerutan di dahinya. Ia menggulirkan layar ke bawah, hingga akhirnya menemukan sesuatu yang membuatnya terdiam cukup lama.

Sebuah laporan keuangan.

Di dalamnya, tercantum transaksi dalam jumlah besar yang ditarik dari rekening perusahaan Nicholas. Bukan oleh Nicholas sendiri, melainkan oleh seseorang yang memiliki akses khusus.

Nama yang tertera di sana: Sheila.

Max menyipitkan mata.

Ia kembali mengecek data lain. Sebuah kontrak lama, ditandatangani oleh Nicholas dan Laura, bukan dokumen bisnis biasa, melainkan sebuah perjanjian rahasia.

"Jika terjadi sesuatu pada Laura, Nicholas akan menerima hak kuasa sementara atas aset perusahaan."

Ini berarti, jika Laura menghilang—baik secara hukum maupun fisik—Nicholas akan mengendalikan segalanya.

Max mengetukkan jemarinya di meja, terlihat sedang meresap semua informasi yang dia temukan meski sebelumnya dia pernah mencari tahu.

Ia menutup dokumen itu, namun pikirannya masih berputar. Ada sesuatu yang janggal. Jika Nicholas sudah memiliki hak kuasa ini, mengapa ia belum bertindak? Atau… apakah ada sesuatu yang masih menghalanginya?

Perasaan itu membawanya menggali lebih dalam. Ia mencari informasi lain—tentang keluarga Laura. Tentang ibunya.

Lalu ia menemukannya.

Berita lama, lebih dari lima tahun lalu.

"Eleanor Spencer, CEO perusahaan ternama Spencer & Co., ditemukan meninggal di rumahnya. Dugaan awal menyebutkan kematian akibat bunuh diri, namun beberapa pihak mempertanyakan motif di baliknya."

Max membaca lebih lanjut.

"Keluarga menolak memberikan komentar terkait keadaan mental Eleanor sebelum kejadian. Sementara itu, putrinya, Laura Spencer, terlihat hadir di pemakaman dengan ekspresi kosong, tanpa setetes air mata."

Ia menatap foto di artikel itu.

Gambar seorang Laura yang lebih muda, berdiri di tengah orang-orang yang berduka, namun tanpa ekspresi. Matanya menatap kosong ke depan, sementara Nicholas berdiri di sisinya, satu tangan di pundaknya.

Max menyipitkan mata.

Ia mengingat perasaan aneh yang ia rasakan sejak pertama kali bertemu Laura. Seperti ada sesuatu yang ia tangkap, tapi tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Kini, ia mulai mengerti.

Laura telah melalui sesuatu yang berat—lebih berat dari yang ia perlihatkan.

Tanpa sadar, jarinya mengetik nama Laura sekali lagi. Kali ini, ia mencari lebih jauh ke belakang, sebelum tragedi itu terjadi.

"Laura Spencer – Desainer Interior Muda dengan Masa Depan Cerah."

Sebuah artikel lain muncul.

"Laura Spencer, lulusan terbaik di bidang desain interior, memulai kariernya dengan mendirikan studio desain kecil. Gaya uniknya mendapatkan perhatian banyak klien, termasuk perusahaan besar yang tertarik bekerja sama dengannya."

Max melihat foto di artikel itu.

Laura muda, tersenyum bangga di depan kantornya. Begitu berbeda dari Laura yang ia kenal sekarang.

Namun, tidak ada informasi lebih lanjut. Seolah-olah setelah kematian ibunya, bagian itu dari hidup Laura menghilang begitu saja.

Max mengusap wajahnya.

Apa yang sebenarnya terjadi pada Laura di masa lalu? Apa mimpi buruk yang mengusik tidur lelapnya? Dan yang lebih penting… apakah Nicholas memiliki peran dalam semua ini?

Pikirannya terus berputar, menyusun potongan-potongan yang belum tersambung. Namun satu hal sudah jelas baginya.

Laura bukan hanya seorang wanita biasa yang terjebak dalam pernikahan tanpa cinta.

Dia adalah seseorang yang menyimpan luka yang dalam.

Max terus mencari lagi, dahinya kembali mengernyit, hanya ada informasi tentang keluarga ibunya. Laura memakai nama keluarga ibunya, bukan ayahnya, bukan suaminya.

Pertanyaan lain muncul lagi di benaknya dan semakin banyak lagi pertanyaan.

Max menghembuskan napas, kepalanya berdenyut, lalu tatapannya terhenti pada cek yang diberikan Laura. Dia memandanginya lama. Nominalnya tidak sedikit. Dia berdecak dan geleng-geleng kepala, lalu merobek kertas tersebut.

"Lau... Kamu membuatnya semakin rumit," gumamnya dengan senyum penuh arti.

1
lyani
bang iky...vote nya k lau aja y ....elara ngga usah?
lyani
semoga max tak jauh beda dengan Nic.
apakah seila narik uang sepengetahuan Nic?
lyani
korban lagi... kalian mgkn senasib
lyani
nahhhh betul
lyani
paman Robert bukan si yg nyuruh
lyani
pasti
lyani
nahhhh
lyani
sdh menduga ada org dibalik max....nah siapakah?
lyani
ahhhh akhirnya setelah sekian lama terlihat
lyani
nahhhh betul
lyani
kesalahan Laura saat memegang perusahaan sepertinya Krn jebakan
lyani
hati2 dengan dokumen lau
lyani
max ini teman kecil Laura mgkn?
lyani
betul
lyani
ooooooooooo
lyani
max....mata2 ayah Laura kali.....maximal bener penasarannya dahhhhhhh
lyani
seila dan ibunya?
lyani
msh seribu tanya....
lyani
hidup si pilihan lau...
istri itu hrs patuh sama suami tp patuhnya atuh jangan kebangetan. diselidiki dl kek ntu suami
lyani
meninggalnya ortu Nic ada hubungannya dengan ortu Laura atau mungkin dengan Laura sendiri ngga si?
malangnya Laura
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!