Seorang polisi harus menikahi putri dari jendral yang menjadikannya ajudan. Dengan kejadian tak terduga dan tanpa ia ketahui siapa orang yang telah menjebak dirinya.
"Ini semua pasti kerjaan kamu 'kan? Kamu sengaja melakukan hal ini padaku!" Sentak Khanza saat menyadari dirinya telah tidur dengan ajudan yang diberikan oleh Papanya.
"Mbak, saya benar-benar tidak tahu. Saya tidak ingat apapun," jelas Yusuf, polisi yang ditunjuk sebagai ajudan untuk putri jenderal bintang dua itu.
Jangan ditanya bagaimana takutnya Pria itu saat menyadari, bahwa ia telah menodai anak dari jenderal bintang dua itu.
Siapakah Jendral bintang dua itu? Kalau sudah pernah mampir di karya aku yang berjudul, (Dokter tampan itu ayah anakku) pasti tahu dong😉 Yuk kepoin kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjalanan pulang
Aku makan dengan perasaan bahagia, Mas Yusuf semakin penuh perhatian padaku. Dan aku juga tidak tahu ngidamku yang selalu ingin makan sisa darinya. Terkadang Mas Yusuf selalu merasa sungkan, namun karena keinginan bayinya dia tidak bisa menolak.
Setelah selesai makan, aku istirahat sejenak, setelah itu aku segera mandi untuk membersihkan diri, karena hujan sudah mulai reda maka kami berniat ingin melanjutkan perjalanan untuk berpariwisata dadakan dan singkat ini.
Selesai mandi aku segera bersiap, aku berdiri hadapan cermin besar yang ada dikamar itu. Aku mengamati leherku banyak jejak kepemilikan yang dibuat oleh Mas Yusuf.
"Ya ampun, kenapa banyak sekali ini. Ck, Mas Yusuf kenapa sebanyak ini Mas..." Rutuku sembari memperbaiki bajuku yang tidak ada kerahnya.
"Kenapa Dek, kok marah-marah begitu, Hmm?" Pria itu memelukku dari belakang sembari mengecup pipiku dari samping, dia tersenyum tanpa dosa setelah banyak meninggalkan jejak ditubuhku. Ternyata suamiku termasuk ganas dalam bercinta.
"Ish, nanya lagi. Lihat ini,Mas! Aku kan jadi malu bila dilihat orang," ujarku menunjuk jejak merah kebiruan yang ada di leherku.
"Hehe... Maaf deh, Sayang, habisnya kamu ngegemasin banget." Tubuh Mas Yusuf masih menempel di punggungku. Ucapannya selalu saja lembut sehingga rasa kesalku menguap seketika mendengar permohonan maaf darinya.
Aku memutar tubuh dan mengahadap padanya, kutatap wajah tampan itu, hidungnya yang mancung, bibir tipis nan seksi, rahang tegas, alis mata tebal dan rapi. Ah, dia sudah hampir sempurna. Aku benar-benar terpesona olehnya.
"Kenapa menatap saya seperti itu, Dek?" Mas Yusuf mengecup bibirku.
"Terimakasih sudah begitu baik denganku," ujarku menatap mata teduh itu.
"Jangan berkata seperti itu Dek, ini sudah kewajiban saya untuk selalu memperlakukan kalian dengan baik."
Ya, aku tahu Mas Yusuf memang lelaki yang baik, tentu saja bukan denganku saja, tetapi dengan Mbak Tiara dan anaknya juga sangat baik.
Setelah hujan reda, kami segera check out. Seperti janji Mas Yusuf, kami berwisata kuliner di sekitaran pantai yang ada di kota Painan. Selesai icip-icip makanan khas, kami akhiri dengan berfoto bersama di Karolin yang ada di tepian pantai. Ya, meskipun foto itu akan tersimpan di galeri ponselku saja.
Mas Yusuf begitu mesra memeluk dan mengecup pipiku di gambar itu. Sungguh aku bahagia sekali hari ini. Akhirnya aku mempunyai foto mesra dengan suamiku.
"Sudah sore, Dek, kita pulang sekarang ya," ajak Mas Yusuf, saat aku masih duduk tenang sembari menikmati angin dipantai itu. Aku menatap jauh ketengah lautan. Sebuah asa yang kutanamkan. Dan berdo'a dalam hati.
Ya Allah, terimakasih untuk kebahagiaan hari ini Engkau berikan, aku tidak tahu bagaimana takdirku kedepannya, tetapi aku akan terima apapun itu jika Engkau yang berkehendak.
Mas Yusuf duduk di sampingku tangannya menggenggam tanganku, lalu mengecupnya. Dia menatapku begitu dalam. "Apa yang sedang kamu pikirkan Dek?" tanya Mas Yusuf begitu lembut.
"Nggak, Mas, aku tidak memikirkan apa-apa, hanya sebuah Do'a dan harapan yang aku panjatkan kepada Allah."
"Boleh saya tahu apa harapanmu?"
"Nggak boleh! Mas kepo ya. Hehe..."
"Ih, Pelit!"
"Biarin!"
Tiba-tiba tangan Mas Yusuf terulur mengusap perutku. Tubuhnya merunduk bersejajar dengan perutku. "Mama kamu pelit, Nak. Dia membuat Papa penasaran."
Aku hanya terkekeh mendengar Mas Yusuf mengadu pada anaknya, perlahan aku mengusap rambut hitam legam ayah dari anakku ini, dan menangkup kedua pipinya, sehingga kini tatapan kami kembali bertemu.
"Tidak pernah ada Do'a yang buruk, Mas. Aku hanya berterima kasih kepada Allah atas kebahagiaan yang aku rasakan hari ini bersamamu."
Mas Yusuf meraih kedua telapak tanganku yang masih berada di pipinya, lalu menyatukan genggaman tangan kami. "Terimakasih sudah berbahagia saat bersama saya, saya tahu hubungan kita ini masih sangat rumit. Tapi percayalah Dek! Saya akan selalu berusaha untuk bersikap adil kepada kalian berdua. Maaf jika takdir membuatmu berada di posisi ini. Saya berharap bertahanlah meskipun akan ada masalah demi masalah yang akan kita lewati."
"Mas, apakah Mbak Tiara sudah mengetahui tentang hubungan kita?" Akhirnya aku menanyakan hal itu. Rasa penasaranku begitu besar.
"Belum, Dek. Ada hal yang saya belum mampu untuk mengatakannya. Saya masih mencari waktu yang tepat untuk membahas itu pada Tiara."
Aku hanya mengangguk paham, aku tidak tahu hal apa yang membuat Mas Yusuf belum bisa mengatakan yang sebenarnya pada Mbak Tiara, tapi tentu saja dia mempunyai alasan yang spesifik kenapa dia belum bisa berterus terang.
"Yasudah, ayo kita pulang sekarang. Nanti keburu malam kita dijalan," ajaknya kembali, dia segera membantuku untuk berdiri.
Di perjalanan pulang, kami banyak ngobrol dari bermacam hal. Kini kami sudah semakin dekat dan saling terbuka. Banyak cerita Mas Yusuf yang membuat aku begitu kagum dengan perjuangannya dalam menggapai cita-citanya untuk menjadi abdi negara.
Seperti yang di katakan Papa, Mas Yusuf selalu memegang teguh jati diri sebagai personil polri. Dari setiap ucapannya dia selalu pre-emetif dalam menjalankan tugas. Itu dapat terlihat dengan usianya yang masih cukup muda dia sudah mendapatkan pangkat yang lumayan bagus. Dan insyaAllah, mungkin tahun depan akan menjadi perwira muda.
Tentu saja rasa syukurku yang begitu besar atas segala apa yang telah diraih oleh suamiku. Semoga kedepannya akan semakin lebih baik lagi.
"Dek, kamu punya pacar nggak sebelum kita menikah?"
Tiba-tiba pertanyaan Mas Yusuf keluar dari koridor yang sedang kami bahas, yaitu tentang pekerjaan tapi kini merembes ke hal pribadi. Aku menatap wajahnya yang tetap fokus ke badan jalan.
"Pacaran belum, Mas. Sedang dekat sih dengan seseorang. Tapi, semenjak peristiwa itu aku memutuskan untuk tidak dekat dengan Pria itu, bahkan aku tidak berani lagi memberinya harapan. Jujur saat itu aku merasa sudah tidak mempunyai masa depan lagi. Aku lebih memilih untuk hidup sendiri," jelasku dengan jujur
"Maafkan saya ya. Karena saya sudah merenggut kebahagiaanmu," ujarnya merasa bersalah.
"Iya, aku sudah memaafkan kamu Mas, aku tahu ini semua bukan keinginan kamu, mungkin bisa dikatakan bahwa kita berdua hanya sebagai korban."
"Apakah Pria itu Dr Akmal?" Tebakannya begitu tepat.
"Hah? Emm..."
"Tidak perlu dijawab Dek, saya sudah tahu."
"I-iya, tapi aku sekarang sudah menganggapnya hanya sebagai teman," jelasku sedikit gugup.
"Tapi, sepertinya dia masih menyimpan harapan besar buat kamu. Terlihat dari tatapannya. Apakah kemarin dia mengungkapkan perasaannya padamu?" Kembali tebakan Mas Yusuf tepat sasaran. Aku bingung harus jawab apa, tetapi aku juga tidak ingin berbohong.
"I-iya, Mas, tetapi aku tidak menjawab apapun."
"Berarti Adek masih bimbang? Apakah ada kemungkinan kamu akan menerimanya?"
"Tidak! Tidak akan ada lelaki yang mau menerima keadaanku seperti ini Mas. Itu semua karena Dr Akmal belum tahu kondisiku yang sebenarnya. Saat ini aku hanya menjalani takdirku. Aku berharap ada kebahagiaan bersamamu, meskipun saat ini bisa dikatakan aku hanya sebagai istri simpananmu, tetapi aku berusaha untuk ikhlas aku hanya ingin status anakku jelas nantinya Mas."
Aku sedikit terbawa suasana sehingga kata-kataku mungkin bisa menyingung perasaannya. Dia menatapku dengan sendu, aku tahu dia tidak menginginkan hal seperti ini terjadi, disini dia juga sebagai korban. Aku tidak ingin terlalu banyak menuntut kepadanya. Akulah yang telah masuk menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya dan Mbak Tiara.
"Kamu jangan khawatir ya, saya berjanji akan memberi status yang jelas untuk anak kita. Aku mohon tolong bersabar sampai saat itu tiba," ujarnya sembari mengusap kepalaku. Dan aku hanya mengangguk paham
Bersambung....
Nb. Untuk raeder yang minta POV Mas Yusuf, nanti ya, belum sampai waktunya. Tidak akan lama lagi kok. Harap bersabar ya😊 jangan lupa kasih author dukungan, jangan lupa subscribe dan votenya. Hari ini author usahakan tiga bab ya🙏🤗
Happy reading 🥰