"Berhenti gemetar Ana.. Aku bahkan belum menyentuhmu." Nada suara itu pelan, rendah, dan berbahaya membuat jantung Ana berdebar tak karuan. Pertemuan mereka seharusnya biasa saja, tapi karena seorang bocah kecil bernama Milo semuanya menjadi berubah drastis. Daniel Alvaro, pria misterius yang membuat jantung ana berdebar di tengah kerasnya hidup miliknya. Semakin Ana ingin menjauh, semakin Daniel menariknya masuk.Antara kehangatan Milo, sentuhan Daniel yang mengguncang, dan misteri yang terus menghantui, Ana sadar bahwa mungkin kedatangannya dalam hidup Daniel dan Milo bukanlah kebetulan,melainkan takdir yang sejak awal sudah direncanakan seseorang.
Bagaimana jadinya jika Ana ternyata mempunyai hubungan Darah dengan Milo?
apa yang akan terjadi jika yang sebenarnya Daniel dan Ana seseorang yang terikat janji suci pernikahan di masa lalu?
Siapa sebenarnya ibu dari Milo? apa hubungannya dengan Ana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
lebih dekat
Ana menelan ludah, jantungnya terasa aneh takut, bingung, sekaligus… terikat sesuatu entah itu oleh apa.
“Jangan bicara banyak dulu, Tuan. Anda masih lemah.”
Daniel tersenyum samar, namun di dalamnya ada luka yang hanya dia sendiri yang mengerti.
Revan membuka suara dengan nada datar tapi suaranya sedikit tegang, seolah menahan perasaan yang tak seharusnya ada di sana.
“ini Sudah larut malam Ana… kenapa kalian datang kemari? kalian bisa datang besok pagi. kalau kamu lelah, kamu bisa pulang kembali”
Milo langsung protes. menatap Revan dengan ketidaksukaannya “Tidak! Ana harus tetap di sini!”
Revan mendecak, “Milo, jangan egois. Ana baru sembuh bagaimana jika dia drop lagi”
Ana memegang tangan Milo lembut. menara Revan sekilas.
“Tidak apa. Aku di sini dulu menemani kalian.”
Revan membuang wajah, tak sanggup melihat senyum lembut Ana terlalu lama. Sementara Daniel hanya bisa menghela napas kecil…antara bahagia Ana datang dan sakit karena Ana menolaknya.
"Ana ternyata ayah baik-baik saja. " ucap Milo sambil menguap. Revan mendekat dan mengusap kepala Milo.
" ayahmu pasti baik-baik saja Milo. dia sudah pernah melewati hal yang lebih berat dari ini. "
Milo hanya menganggukan kepalanya. ia sudah mulai mengantuk kembali, kelopak matanya turun naik, napasnya muali mengecil
Ia meraih tangan Ana kemudian bersandar di bahunya.
“Ana… aku ngantuk… mau tidur di pangkuan Ana…” gumamnya manja.
Ana tersenyum lembut.
“Tentu, sini…”
Ia duduk di sofa kecil dekat ranjang Daniel, lalu membaringkan kepala Milo di pangkuannya.
Anak itu langsung memejamkan mata dengan nyaman.
Revan melihat itu dan spontan berkata, “Kalau kamu capek, biar aku saja yang jaga Milo.”
Ana menggeleng pelan.
“Tidak apa-apa, Tuan Revan. Saya bisa.”
Revan menunduk, wajahnya sedikit memerah.
“Kalau begitu… duduklah yang nyaman.”
Ia menarik kursi pelan agar Ana lebih leluasa, bahkan mengatur bantal di sampingnya.
Sikapnya sangat lembut, berbanding terbaik dengan sikap dingin Daniel. Ana tersenyum malu.
Ada sedikit rona di pipinya yang membuat Revan semakin gugup.
Aska melirik keduanya sambil tersenyum tipis seperti paham sesuatu.
Daniel yang masih terbaring diam, memperhatikan interaksi kecil itu dengan perasaan campur aduk.
Ada sesuatu di dadanya yang terasa panas…
bukan marah, tapi lebih seperti rasa kehilangan yang tidak ia mengerti.
Beberapa menit berlalu hanya ada keheningan di kamar rawat Daniel, Milo benar-benar tertidur lelap di pangkuan Ana.
Ana mengusap rambut Milo penuh kelembutan, lalu mengangkat wajah dan bertanya lirih
“Um… maaf, apakah kalian menemukan ponsel saya? Saya… mencarinya sejak kemarin, tapi tidak ketemu.”
Daniel langsung menjawab, sedikit kikuk.
“Ponselmu ada di rumahku. Kamu menjatuhkannya waktu pingsan… aku lupa memberikannya padamu.”
Ana terkejut kecil.
“Oh… begitu. Terima kasih. Saya… takut ada yang mencari saya tuan”
Daniel menatap Ana dalam-dalam. berharap bisa menembus pikiran Ana.
“Akan aku berikan besok pagi. Maaf karena lupa… aku terlalu khawatir padamu.”
Ana sedikit tersipu bukan karena kata-katanya, tapi karena nada suara Daniel yang terasa tulus.
Revan mendengus pelan, pura-pura tidak mendengar perkataan kakaknya.
Aska menutup mulut dengan tangan untuk menyembunyikan senyumnya. ia berharap tuannya kembali bahagia seperti dahulu, setelah kehilangan istrinya tuannya itu seperti mayat hidup yang tak punya perasaan.
Daniel mengalihkan pandangan, tenggorokannya sedikit tercekat.
“Aku janji, tidak akan memegang barang pribadimu lagi tanpa izin.”
Ana menggeleng cepat.
“Tidak apa, Tuan. Saya tidak keberatan.”
Revan yang tadi cemburu, tiba-tiba merasa panas di telinganya mendengar jawaban Ana yang lembut itu.
Udara di kamar rumah sakit itu mulai dingin dan sunyi. Hanya terdengar suara AC dan detak mesin infus yang pelan.
Milo sudah lelap di pangkuan Ana.
Kelamaan duduk di sofa sambil menopang kepala Milo membuat tubuh Ana ikut melemas.
Kelopak matanya mulai berat.
“Ana, kalau kamu lelah… rebahkan saja sedikit,” ucap Revan lirih.
Ana menggeleng lemah, tapi detik berikutnya kepala Ana mendarat perlahan ke sandaran sofa.
Tangannya tetap memeluk Milo agar anak itu tidak terganggu.
Dalam hitungan menit, napasnya mulai teratur Ana tertidur.
Revan menatap keduanya.
Ada sesuatu yang menusuk dadanya ketika melihat bagaimana Milo begitu nyaman di pangkuan gadis itu.
Bagaimana wajah Ana terlihat lembut tanpa rasa takut.
Aska kemudian berdiri dan pamit.
“Tuan Daniel, saya keluar dulu. Ada berkas dan beberapa orang yang harus saya temui.”
Daniel mengangguk pelan.
“Baik. Tetap pantau kondisi luar… pergerakan mereka belum jelas. aku takut ada serangan kembali. Bagaimana dengan Lara? aku belum melihatnya sejak tadi? ”
"Dia di panggil ayahnya sesaat setelah kita sampai disini. " bukan Aska yang menjawab pertanyaan Daniel melainkan Revan.
"Apa terjadi sesuatu yang besar? " Tanya Daniel. ia merasa bersalah pada Lara karena dirinya pasti keluarga tarunata mendapatkan peringatan dari Alex apalagi kedua keluarga itu sudah menjalin hubungan bisnis sejak lama.