NovelToon NovelToon
Bukan Salah Takdir

Bukan Salah Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Psikopat / Anak Lelaki/Pria Miskin / Mengubah Takdir
Popularitas:418
Nilai: 5
Nama Author: MagerNulisCerita

Dua keluarga yang terlibat permusuhan karena kesalahpahaman mengungkap misteri dan rahasia besar didalamnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MagerNulisCerita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Informasi

Selang beberapa waktu setelah kedatangan ayah dan ibu Tiara, Dokter Fahri akhirnya muncul. Ia masuk sambil tersenyum ramah, tetapi keluarga Tiara tampak masih sibuk dengan pikiran masing-masing sehingga tidak langsung menyadari kehadirannya.

“Wah, keluarga Mbak Tiara sudah datang, ya. Selamat datang, Bapak dan Ibu,” sapa Dokter Fahri sambil menghampiri Hendra dan Anindita.

“Selamat pagi, Dokter,” jawab Anindita dan Hendra hampir bersamaan.

“Sebelumnya terima kasih banyak ya, Dok, karena sudah membantu anak kami.” Hendra melanjutkan dengan nada tulus.

“Oh, tentu, Pak. Itu memang kewajiban saya sebagai dokter,” balas Dokter Fahri dengan senyum tipis.

Setelah meninjau sekilas kondisi Tiara, ia berkata, “Mbak Tiara sudah boleh pulang hari ini, Pak, Bu.”

“Iya, Dok. Rencananya sore ini kami langsung kembali ke Yogya,” ujar Hendra.

“Oh begitu? Jadi Bapak sekeluarga ke sini hanya untuk berlibur, ya?” tanya Dokter Fahri mencoba beramah-tamah.

“Iya, Dok. Kebetulan weekend ini kami agak senggang, jadi kami menghabiskan waktu di villa. Kalau nanti ada waktu senggang, Dokter bisa main-main juga ke villa kami. Lokasinya tidak jauh dari klinik dokter, kok,” jawab Hendra sambil tersenyum.

“Oh, villa yang di ujung jalan sini itu, ya, Pak? Wah, terima kasih banyak atas undangannya. Kalau Bapak sekeluarga sedang di sana, nanti saya usahakan mampir,” balas Dokter Fahri dengan antusias.

Percakapan di antara mereka berlangsung beberapa lama hingga akhirnya Hendra memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan. Setelah semua administrasi selesai, Tiara pun dibawa kembali ke villa untuk beristirahat sebelum perjalanan pulang ke Yogyakarta siang nanti.

Di sebuah bioskop megah di Yogyakarta

Sementara itu, jauh di kota Yogyakarta, Marvin dan Naura sedang mengantre membeli tiket film yang sedang hype bulan itu. Marvin memperhatikan adiknya yang tampak bersemangat memilih beberapa judul sekaligus—bahkan lima film.

“Yakin, Dek? Kamu mau beli lima tiket?” tanya Marvin sambil memijit pelipis, tak habis pikir.

“Banyak, ya, Kak? Kakak sibuk, ya? Ya sudah, satu aja deh,” jawab Naura buru-buru, merasa tidak enak.

“Bukan begitu, sayang. Kalau kamu kuat nonton, Kakak temenin aja. Kan Kakak sudah janji hari ini kita quality time seharian,” jelas Marvin lembut.

“Serius, Kak? Makasih kakakku. Yang ganteng. Tambah sayang deh .” Naura spontan mengecup pipi kakaknya.

Marvin terkekeh, “Iya, ayo buruan, nanti malah ketinggalan.”

Naura langsung menggandeng tangan kakaknya dengan wajah berbinar. Hari itu benar-benar terasa seperti hari impiannya.

Aktivitas keduanya di bioskop berlangsung sampai malam. Naura tampak sangat bahagia, dan melihat itu Marvin pun ikut senang. Ketika mereka keluar dari bioskop, Marvin mengajak Naura ke pusat perbelanjaan untuk membeli persediaan bahan makanan mingguan.

Di supermarket, Naura tampak sangat menikmati aktivitas berbelanja. Marvin tahu betul bahwa adiknya memang sangat suka memilih barang—mulai dari makanan ringan sampai kebutuhan rumah tangga. Hampir setiap Minggu, merekalah yang bertugas membeli stok bulanan, meski sebenarnya uang bulanan dari ayah dan Marvin sendiri jauh lebih dari cukup.

Setelah troli penuh dengan berbagai kebutuhan, Marvin melanjutkan ke bagian lain untuk memenuhi kebutuhan pribadi Naura seperti skincare dan fashion.

“Kak, ini kayaknya bagus deh buat Bunda. Yang ini juga bagus, dan yang ini… Duh, bingung pilih yang mana,” gumam Naura.

“Ambil saja semua kalau menurutmu bagus untuk Bunda,” ujar Marvin santai.

“Oke… eh, Kak, aku boleh beli juga buat Bi Narsih dan Pak Yusuf? Boleh, ya?” tanya Naura sambil menatap kakaknya penuh harap.

“Iya, boleh. Kamu juga beli untuk dirimu sendiri. Jangan memikirkan orang lain terus,” tegur Marvin lembut.

Marvin tahu adiknya ini berhati lembut. Naura pandai mengatur uang dan sangat hemat, tapi ketika untuk orang lain ia selalu murah hati. Sikap itulah yang membuat Marvin selalu ingin melindunginya.

“Siap, Bos! Skincare udah. Sekarang aku mau beli gamis, hijab, kemeja, blazer, dan peralatan kampus kayak ATK,” ucap Naura bersemangat.

“Oke, yang penting dipakai semua ya,” balas Marvin.

Naura hanya mengangguk-angguk sambil menunjukkan puppy eyes yang membuatnya terlihat sangat menggemaskan.

Di tempat lain

Sementara itu, Sella duduk di sofa tuanya dengan wajah kesal. Pesan WhatsApp yang ia kirimkan pada Alfian tidak dibalas, dan yang lebih membuatnya murka—nomornya malah diblokir.

“Sialan si Alfian. Berani-beraninya dia blokir nomorku… Oke, kamu terima saja kejutan dariku,” gerutu Sella penuh amarah.

Tiba-tiba suara kecil memanggilnya.

“Bunda… bundaaa… Tio mau es krim,” ucap anak sulung Sella, yang mengalami gangguan mental, sambil menghampirinya.

“Bunda nggak ada uang. Sana main di kamar!” bentak Sella spontan.

Tio menggigit bibir, lalu berkata pelan, “Iya, Bunda… Tio minta maaf ya, Bunda…”

Mendengar itu, Sella menghela napas. Ia sebenarnya sangat menyayangi anak-anaknya, hanya saja hidup yang keras membuatnya mudah meledak.

“Bun, bentar lagi ada bayar TKA, Bun. Terakhir akhir bulan ini. Bunda ada biayanya nggak?” tanya Citra, anak keduanya, dengan suara pelan.

Citra tahu kondisi keuangan mereka sedang sulit. Ia hanya ingin mengingatkan jauh-jauh hari.

Sella menutup wajahnya sebentar lalu berkata, “Nanti Bunda usahakan, ya. Sekarang kamu makan dulu. Terus tolong belikan es krim untuk kakakmu di Budhe Siti. Ambil uangnya di bawah taplak meja makan.”

“Iya, Bunda,” jawab Citra patuh.

Setelah Citra pergi, Sella memijat dahinya. “Ya Allah… uang dari mana lagi…” keluhnya lirih.

Secara tiba-tiba, ingatannya terarah pada sesuatu—nomor misterius yang ia temukan di diary almarhum suaminya, Danu. Hatinya berdebar. Ia mengambil ponselnya, membuka kontak itu, dan mengetik suatu pesan.

Malam hari di kediaman Wijaya

Setelah perjalanan panjang kembali dari luar kota, keluarga Wijaya kembali ke rutinitas masing-masing. Tiara, Hendra, Anindita, mbok Dharmi, dan Pak Yusuf langsung menuju kamar untuk membersihkan diri dan tidur lebih awal.

Ketika Anindita sedang mandi, ponsel Hendra berbunyi. Ia meraihnya dan membuka pesan WhatsApp yang baru masuk.

“Selamat malam, Tuan Hendra. Saya punya informasi penting mengenai tragedi kecelakaan 20 tahun lalu. Namun untuk mendapatkan informasi ini, Anda harus memberikan sejumlah uang sebagai gantinya. Saya menunggu konfirmasi ketertarikan Anda.”

Hendra mengernyit. Jantungnya berdegup cepat.

“Siapa Anda? Apa hubungan Anda dengan kejadian itu?” balasnya cepat.

“Anda tidak perlu tahu siapa saya. Yang jelas saya punya informasi yang mungkin ingin Anda dengar,” jawab si pengirim, yang tak lain adalah Sella.

Hendra menimbang beberapa detik lalu menulis lagi, “Kapan kita bisa bertemu?”

“Secepatnya. Nanti saya beri tahu waktu dan tempatnya,” balas Sella.

“Oke,” jawab Hendra singkat.

Belum sempat ia meletakkan ponsel, suara Anindita terdengar dari arah kamar mandi.

“Yah… kok wajahmu tegang begitu?” tanya Anindita dengan alis terangkat.

Hendra spontan menelan ludah. “Oh… nggak, Mah. Ini si Alvaro ngabarin kalau besok ada meeting dadakan.”

Anindita memandang suaminya beberapa detik, seolah membaca sesuatu yang tersembunyi dalam sorot matanya. Namun ia memilih tidak bertanya lebih jauh.

“Ya sudah, Mah. Kita tidur aja, yuk. Besok Ayah harus meeting,” ucap Hendra sambil berbaring dan menarik selimut.

Anindita tidak menanggapi. Ia hanya mengatupkan bibir, naik ke tempat tidur, lalu menarik selimut hingga dadanya. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, tetapi ia menahan diri agar tidak memperkeruh suasana.

Di kamar lain, Tiara sedang bertukar pesan dengan Naura mengenai persiapan hari pertama mereka kuliah besok. Percakapan itu berlangsung lama hingga akhirnya Tiara tertidur dengan ponsel masih tergenggam.

1
bebekkecap
😍
bebekkecap
next kak, gasabar pas semuanya kebongkar🤣
AuthorMager: Sabar kak, masih lama...hhehhe
total 1 replies
AuthorMager
Bismillah, semoga banyak pembaca yang berminat. Aamiin
AuthorMager
Selamat menikmati alur cerita yang penuh plotwist
bebekkecap
seru banget kak, lanjut kak
AuthorMager: siap kak, bantu like and share ya kak🤭
total 1 replies
bebekkecap
makin seru aja ini kak ceritanya, sayang kok bisa cerita sebagus ini penikmatnya kurang👍💪
AuthorMager: Aduh makasih kak, bantu share ya kak🙏
total 1 replies
bebekkecap
Bahasa rapi dan terstruktur secara jelas
AuthorMager: duh, jadi terharu. makasih kak
total 1 replies
bebekkecap
Bahasa rapi dan terstruktur secara jelas
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!