"Aku mengutukmu, Putri! Kau tidak akan pernah hidup bahagia setelah menjadi istri durhaka!"
Nafsu yang membuat seorang istri memilih pada jalan untuk mengkhianati ikatan suci pernikahan telah membuat wanita bernama Putri Wardhani harus menanggung karma dari perbuatannya.
Apa yang membuat seorang istri memilih untuk menjadi istri tak setia! Apakah karma yang didapatkannya setelah menjadi istri durhaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dianning, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Suara hati
Putri yang sangat terkejut dengan perbuatan tiba-tiba dari Arya, refleks menghambur ke arah tubuh pria dengan cetakan otot perut tersebut karena tidak ingin tubuh telanjangnya terekspose jelas.
Apalagi mendapatkan tatapan lapar oleh pria yang kini sudah jatuh terhuyung ke belakang karena perbuatannya.
Hingga tubuhnya kini berada di atas tubuh Arya yang telentang di atas ranjang king size berantakan akibat percintaan panas mereka.
Kini, keduanya saling bersitatap dengan tidak berkedip seolah mengagumi pahatan sempurna di hadapan mereka. Bahkan tidak ada suara yang keluar dari bibir mereka, seolah mengungkapkan semuanya lewat tatapan mata.
Hingga saat Arya yang tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan saat berada pada momen intim mereka, tersenyum smirk dan secepat kilat ******* bibir sensual di hadapannya dengan menahan tengkuk belakang wanita yang juga langsung membalas ciumannya.
Beberapa saat kemudian, ia melepaskan pagutannya saat merasakan pasokan oksigen habis. "Cepat katakan padaku, Sayang. Atau aku akan menghukummu sekarang juga!"
Sebenarnya Putri mengerti ke mana arah pembicaraan dari Arya. Kali ini ia tidak ingin menyembunyikan apapun dari pria yang telah membuatnya menyerahkan segalanya.
"Sebenarnya pria itu sangat lemah di atas ranjang. Baru masuk saja sudah muntah. Aku benar-benar sangat muak."
Arya yang mulai mengerti dengan penyebab utama wanita di atasnya tersebut ingin bercerai, kini tersenyum smirk.
"Aah ... jadi seperti itu? Sepertinya aku tidak perlu khawatir kamu bercinta dengannya karena pasti akan lebih memilihku karena telah berhasil membuatmu ******* berkali-kali tadi. Mau minta berapa ronde pun akan kupenuhi, Sayang."
Ia kini masih menatap menyeringai pada Putri dan kembali menggodanya. "Hari ini kamu mau berapa ronde? Empat, lima atau enam ronde?"
"Astaga!" Putri hanya geleng-geleng kepala mendengar candaan dari Arya dan merasakan perutnya tidak nyaman.
Merasa sudah tidak kuat untuk menahan lebih lama, refleks Putri langsung mencubit dengan keras perut sixpack pria yang enggan melepaskan dekapannya.
"Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi. Lepaskan tanganmu karena aku ingin ke kamar mandi."
Arya yang tadinya sedikit meringis menahan rasa nyeri di perutnya, masih belum rela melepaskan kuasa dan bisa melihat wajah pucat Putri tengah memegangi perut.
"Kamu serius?"
Mendengar pertanyaan Arya yang dianggapnya sangat konyol, membuat Putri langsung berteriak, "Arya, Cepat! Aku ingin kencing! Astaga! Atau aku mengompol di sini nanti!"
Tidak ingin ranjang nyamannya dibasahi oleh air kencing wanita yang sibuk memegangi perutnya, kini Arya buru-buru melepaskan kuasanya dan memilih bangkit dari ranjang. Begitu ia turun, langsung membungkukkan badan dan perlahan meraup tubuh seksi Putri dan berjalan ke arah kamar mandi.
"Kenapa tidak bilang dari tadi, Sayang? Tidak baik menahan kencing karena akan berakibat menjadi penyakit." Menurunkan Putri di atas kloset begitu tiba di kamar mandi.
Sementara itu, Putri yang benar-benar sangat terkejut karena Arya menggendongnya ke kamar mandi. "Aku bisa jalan sendiri. Kenapa menggendongku?"
Putri yang sudah tidak tahan, langsung mengibaskan tangannya tanda mengusir pria yang malah masih berdiri di depannya.
"Cepat keluar dan tutup pintunya! Aku sudah tidak tahan!"
Arya yang saat ini masih enggan untuk keluar karena menganggap telah melihat seluruh bagian tubuh Putri.
"Tidak perlu malu padaku karena aku sudah melihat semuanya tadi."
Semakin kesal dan malu dengan perkataan Arya yang malah menyiksanya, Putri kembali mengarahkan pukulan. Kali ini, ia benar-benar mengerahkan seluruh tenaga untuk memukul pinggang kokoh yang ada di hadapannya.
"Pergilah!"
"Aaah ... panas sekali pukulanmu, Sayang."
Arya mengusap pinggangnya dengan sudut bibir melengkung karena meringis menahan rasa panas pada pukulan wanita dengan tatapan sangat tajam itu.
Bahkan ia seperti sedang melihat seekor singa betina yang mengeluarkan taringnya saat sedang marah. Tidak ingin makin membuat murka wanita yang terlihat mengerikan ketika menatapnya, Arya buru-buru keluar dari kamar mandi.
"Baiklah, aku keluar. Daripada aku dimakan singa betina sepertimu."
Sebenarnya, perkataan Arya membuat Putri ingin tertawa terbahak-bahak karena berhasil membuat seorang pria sekeren itu takut karena kemarahannya.
Namun, ia yang merasa sudah tidak tahan, kini langsung melakukan ritualnya begitu pintu ditutup dari luar.
Kemudian ia mencuci muka. Baru saja Putri selesai, suara bariton dari Arya yang bertanya dari luar, membuat sudut bibirnya terangkat ke atas.
"Sayang, apakah sudah selesai? Aku akan masuk!" teriak Arya yang sengaja bertanya terlebih dahulu agar Putri tidak marah padanya saat masuk.
Ia dari tadi bahkan berjalan mondar-mandir di depan pintu karena merasa sangat khawatir jika Putri mandi dan akan pergi meninggalkannya seperti yang tadi dikatakan.
Tanpa membuang waktu, ia pun langsung membuka pintu dan melihat Putri kini sudah terlihat lebih segar dengan wajah basah dan tubuh terlilit selimut.
"Kenapa kamu diam saja saat aku bertanya padamu, Sayang?" tanya Arya yang kini sudah menghampiri sosok wanita dengan mulut tertutup rapat, seolah tidak ingin menjawab pertanyaannya.
Putri yang saat ini masih belum membuka suara, kini menatap pria yang terlihat bertelanjang dada hingga menyilaukan mata.
"Aku mau mandi, tapi kenapa kamu malah masuk?"
"Sudah aku bilang jangan pergi hari ini. Aku masih ingin berduaan denganmu," sahut Arya dengan tatapan tajam dan suara bernada tegas.
"Aku tidak pernah menginap di luar. Apalagi sekarang aku menitipkan putraku pada orang." Putri yang kini sangat kebingungan karena harus memilih antara cinta atau putranya.
"Sebenarnya aku juga masih ingin bersamamu, tapi bagaimana dengan anakku?"
Arya yang kini tidak ingin dipusingkan oleh anak Putri, memilih untuk memberikan jalan keluar. "Katakan saja pada orang itu bahwa kamu membayar dua kali lipat. Tidak ada yang akan menolak uang. Nanti aku yang akan membayarnya. Masalah beres, bukan?"
Merasa bahwa jalan keluar yang ditawarkan oleh Arya menyelesaikan permasalahannya, Putri kini menganggukkan kepala tanda setuju.
Entah mengapa, jawaban wanita yang mulai melembut dan tidak lagi segarang tadi, membuat Arya merasa lega dan dengan sangat senang.
"Kalau begini, kan kamu terlihat sangat manis, Sayang. Tidak seperti beberapa saat yang lalu, seperti singa betina yang marah."
'Terima kasih, Arya,' gumam Putri di dalam hati karena merasa malu untuk langsung mengatakannya.
Namun, ia refleks langsung menoleh ke arah sosok pria yang jauh lebih tinggi darinya saat bertanya sesuatu padanya.
Arya yang merasa seperti mendengar Putri berbicara padanya, refleks langsung bertanya. "Apa, Sayang?"
"Haah ... apa maksudmu? Aku sama sekali tidak berbicara apa-apa," sahut Putri yang berpura-pura menggaruk tengkuknya.
"Aku seperti baru saja mendengarmu mengatakan sesuatu padaku."
Arya kini menatap intens wajah Putri yang terlihat sangat natural dan malah makin terlihat cantik. Ia merasa yakin bahwa tadi seperti mendengar suara Putri yang mengatakan sesuatu padanya.
Bahkan ia merasa sangat aneh karena sebenarnya melihat sendiri bahwa Putri tidak membuka mulut karena hanya tersenyum padanya.
"Rasanya sangat aneh karena tadi aku seperti bisa mendengar sesuatu, padahal aku menyadari kalau kau hanya diam."
Mendengar perkataan dari Arya, refleks membuat Putri terkekeh dan keceplosan.
"Tingkahmu ini seolah-olah kita adalah dua hati yang saling bertaut dan bisa mendengar suara hati masing-masing."
To be continued...
good job author anda orang pertama yg bisa buat gua baca novel sampai emosi dan hampir banting hp gua👍😤