Dara adalah seorang sekretaris cantik dari CEO muda yang tampan dan jadi incaran banyak wanita. Dia sangat pandai dan cekatan. Meskipun dia hanya sekertaris, namun banyak orang yang kagum dan iri padanya karena sang CEO selalu memberikan perhatian yang berbeda padanya.
Kenzie yang merupakan CEO bisa melakukan apa saja. Dia terlihat dingin dan acuh tak acuh namun dia bersikap lain dihadapan Dara dan juga orang-orang terdekatnya.
"Meskipun kamu sekretaris dikantorku tapi kamu adalah CEO dihatiku"
Bagaimana kisah cinta CEO dan sekertarisnya ini? Akankan semuanya berjalan lancar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Identitas Baru Dara
Dara terus berusaha menenangkan Sita yang tak henti-hentinya menangis dihadapannya. Apalagi setelah dia menceritakan apa yang terjadi hingga wajahnya harus menjalani operasi. Dia sama sekali tidak mempedulikan pandangan orang lain yang menatapnya dengan tatapan heran.
"Sita, ku mohon hentikanlah. Semua orang memperhatikan kita", ujar Dara sambil terus menoleh kesana kemari.
"Air mataku tidak bisa berhenti. Aku tidak bisa membayangkan apa yang telah kamu alami sampai kamu harus menjalani operasi wajah seperti itu. hiks … hiks …". Sita menanggapi ucapan Dara sambil menghapus air mata dan juga ingusnya.
"Aku tidak papa. Dara yang malang sudah mati saat kecelakaan. Sekarang aku akan menjalani kehidupan yang bahagia dengan wajah baruku". Dara tersenyum seraya menjelaskan pada Sita kalau dia tidak akan bersedih lagi.
"Kamu benar. Mulai sekarang, kamu harus hidup bahagia dan jangan pernah mengalah pada mereka".
Dara hanya menganggukkan kepala dengan senyum menanggapi ucapan Sita.
"Kalau begitu, kamu sudah bisa kembali untuk tinggal denganku lagi?", sambung Sita yang kini telah berhenti menangis dan terlihat bahagia.
Dara dan Kenzie saling menatap satu sama lain dengan raut wajah bingung setelah mendengar pertanyaan dari Sita.
"Kalau untuk itu … sepertinya aku tidak bisa melakukannya. Aku akan tinggal dengan Pak Kenzie". Dara menjawab dengan ragu sambil terus menatap Kenzie.
"Kenapa begitu? Aku tidak masalah jika kamu tinggal denganku. Dan lagi … mereka juga tidak akan tahu kalau itu kamu". Sita terlihat tak percaya dan juga tak mengerti alasan Dara tidak ingin tinggal dengannya.
"Sebenarnya … aku dan pak Kenzie sudah menikah", ujar Dara dengan malu-malu.
"Apa? Menikah? Kalian berdua? Bagaimana bisa? Bukankah hubungan kalian hanya sekretaris dan bos saja?!". Sita yang tidak percaya terus bertanya dengan mata membelalak tajam pada Dara.
"Itu karena …"
"Aku sudah lama tertarik padanya, karena itu aku menjadikan dia sekretarisku agar dia bisa selalu berada disisiku". Kenzie yang sejak tadi diam saja dan hanya memperhatikan, menyela ucapan Dara setelah melihat kalau sang istri kebingungan untuk menjelaskan alasan mereka menikah.
"Benarkah? Apa benar begitu?". Dara kembali menanggapi dengan anggukan kepala dan senyum tipis karena malu.
"Kenapa kamu tidak menceritakannya padaku?!". Sita terlihat kesal karena Dara tidak mengatakan padanya lebih awal.
"Kamu bicara seperti aku sudah lama menikah saja. Lagipula bagaimana aku bisa cerita padamu? Aku baru keluar dari rumah sakit dan kami juga baru menikah selama beberapa hari saja". Dara mengerucutkan bibir saat dia bicara pada Sita.
"Kamu benar. Apapun keputusanmu aku tetap akan mendukungmu. Aku hanya berharap kamu selalu bahagia. Itu saja".
"Terima kasih". Dara dan Sita pun saling berpegangan tangan dan menciptakan suasana haru.
"Apa yang akan kamu lakukan dengan keluarga mu? Terlepas dari itu … kamu bisa hidup tenang karena mereka tidak akan mengganggumu lagi", ujar Sita yang kini terlihat lega.
"Untuk saat ini biarkan saja mereka menikmati apa yang sudah mereka rampas dariku. Aku akan kembali merebut semuanya secara perlahan dari mereka". Dara bicara dengan sikap yang tiba-tiba terasa dingin. Dia bahkan menunjukkan seringai tipis diujung bibirnya.
...****************...
Sementara itu dikediaman Darmawan. Bu Melati dan keluarganya sedang berkumpul sambil membuat pesta kecil.
"Ibu, akhirnya semua ini sepenuhnya jadi milik Ibu. Kita tidak perlu lagi khawatir jika anak itu berani menendang kita ke jalanan". Ayah Nasya bicara dengan sombong dan juga seringai dibibirnya.
"Ya. Sekarang kita tidak perlu khawatir lagi. Putraku itu juga yang begitu bodoh. Bagaimana bisa dia meninggalkan semua warisannya untuk putri semata wayangnya. Dia sama sekali tidak memikirkan aku sebagai ibunya. Jika saja saat itu Dara sudah dewasa, maka dia bisa mengelola semuanya dan tidak akan membiarkan kita mengelola semuanya". Bu Melati menanggapi dengan sikap yang tenang sambil mengesap minuman ditangannya.
"Tapi, Ibu. Apa benar ibu tidak ada kaitannya dengan kecelakaan yang dialami Dara?", tanya ibu Nasya dengan raut wajah penasaran.
"Kenapa kamu menanyakan hal itu padaku? Meskipun aku membenci anak itu, tapi aku tidak akan sampai hati membunuh cucuku sendiri!". Bu Melati terlihat sangat kesal dan menanggapi pertanyaan menantunya dengan nada yang tinggi.
"Maaf, Ibu. Aku hanya bertanya saja". Delia menundukkan kepala dengan suara yang rendah karena merasa tidak enak pada ibu mertuanya itu. Dia tidak menyadari kalau putrinya terlihat salah tingkah dan gugup mendengar pertanyaan sang ibu.
"Sudahlah, Nek. Jangan marah. Sekarang ini cukup nikmati saja pesta yang kita adakan ini. Meskipun Dara mati, tidak ada lagi yang bisa kita lakukan. Bersedih juga tidak akan membuat dia hidup lagi". Nasya bicara pada sang nenek dan menghiburnya agar suasana hatinya kembali baik.
"Kamu benar, Sayang. Tidak akan ada yang berubah jika kita bersedih karena kematian anak itu. Kita hanya perlu menikmati apa yang dia tinggalkan dan menjaganya agar bisa bermanfaat untuk kita. Hahaha". Sang nenek kembali tersenyum ceria setelah mendengar ucapan dari cucu yang selalu mendukungnya.
...****************...
Keesokan harinya dirumah Kenzie.
"Kak, apa aku bisa ikut bekerja denganmu? Aku ingin kembali bekerja dikantor. Membayangkan dirumah saja tanpa melakukan apapun rasanya membuatku tidak nyaman". Dara berusaha membujuk Kenzie sambil memasangkan dasi miliknya.
"Apa kamu yakin?Kukira sekarang kamu tidak perlu bekerja lagi. Lagipula … kesehatanmu masih belum sepenuhnya pulih". Kenzie bicara dengan sikap yang lembut sambil menatap Dara dengan senyum dibibirnya.
"Apa maksudmu dengan kesehatanku? Aku hanya dirawat karena luka diwajahku. Sekarang semuanya sudah baik-baik saja dan tidak ada masalah sama sekali. Lagipula kamu baru saja kehilangan sekretaris andalanmu kan?". Dara memicingkan mata dan bicara dengan nada mencibir.
"Sepertinya kamu mengawasiku ya?". Kenzie bertanya dengan mata menatap curiga.
"Tidak ada. Aku hanya sedikit mencari informasi tentang suamiku saja".
"Oh … rupanya istriku ini mulai memata-mataiku ya. Tidak papa. Itu artinya kamu sangat peduli padaku". Kenzie bicara dengan nada menggoda sambil memegang sedikit dagu Dara. Hal itu membuat Dara tersipu malu.
"Jadi, kamu mengizinkanku bekerja sebagai sekretarismu atau tidak?", tanya Dara meminta kepastian.
"Kamu berusaha menggunakan koneksi untuk mendapatkan pekerjaan ya?", ujar Kenzie yang kembali menggoda Dara.
"Tidak. Aku hanya berusaha memanfaatkan sumber daya yang kumiliki saja". Dara kembali menanggapi godaan sang suami dengan acuh tak acuh.
"Rupanya begitu? Kamu melakukan yang terbaik".
"Apa sekarang … aku sudah mendapatkan kembali pekerjaan sebagai sekretaris?", tanya Dara memastikan.
"Tentu saja. Kamu bisa melakukan apapun yang kamu inginkan. Menjadikan istriku sebagai sekretaris bukan hal yang buruk. Aku bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan istriku. Tapi ingat. Mulai sekarang kamu adalah Ana. Aku akan buatkan kartu pengenal baru untukmu"
"Tentu saja. Tapi selama dikantor besikaplah sebisa mungkin sebagai atasan dan bawahan. Aku tidak mau orang lain tahu kalau aku masuk sebagai sekretaris bos besar melalui koneksi suamiku".
"Baiklah. Tapi kamu tetap harus berangkat dan pulang kerja bersamaku. Meskipun harus sembunyi-sembunyi"
"Euh. Aku setuju. Kalau begitu aku akan ganti baju dan ikut kekantor denganmu. Tunggu aku!". Dara langsung berbalik dan meninggalkan Kenzie untuk bersiap pergi kekantor.
Kenzie tersenyum menatap punggung sang istri yang berjalan menjauh darinya.
"Akhirnya aku bisa melihat lagi tawa ceriamu. Ku harap tawa itu tidak pernah hilang dari wajahmu"
𝘴𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘦𝘵 𝘬𝘢𝘭𝘰 𝘨𝘢𝘬 𝘥 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘶𝘬𝘢𝘯, 𝘱𝘢𝘥𝘢𝘩𝘢𝘭 𝘢𝘬𝘶 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘢𝘤𝘢 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢 𝘯𝘰𝘷𝘦𝘭 𝘬𝘢𝘬...
𝘶𝘥𝘩 𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶 𝘵𝘱𝘪 𝘬𝘢𝘺𝘢𝘬𝘯𝘺𝘢 𝘨𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢