Riana terpaksa menerima lamaran keluarga seorang pria beristri karena keadaan yang menghimpitnya. Sayangnya, pria yang menikahinya pun tidak menghendaki pernikahan ini. Sehingga menjadikan pria tersebut dingin nan angkuh terhadap dirinya.
Mampukah Riana tetap mencintai dan menghormati imamnya? Sedangkan sikap labil sering sama-sama mereka tunjukkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rini sya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luka di atas Kecewa
Sesuai janjinya pada Bayan, kedua orang tua Langit langsung mengantar putri satu-satunya kepadanya. Ke kediaman barunya. Ke tempat tinggal mereka yang baru. Agar mereka bisa membuka lembaran baru.
"Maafkan kami, Bayan. Karena kami lalai menjaga putrimu!" ucap Dayat dengan penuh penyesalan.
Saat itu Riana masih setia memakai maskernya. Sehingga Bayan belum tahu apa yang sebenarnya terjadi pada sang putri.
"Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Bayan bingung.
Nana dan Dayat tak bisa menjelaskan detail tentang apa yang di alami oleh Riana. Karena ketika di dalam pesawat, Riana memohon, meminta kepada mereka berdua, untuk tidak menceritakan detail kronologi kejadian yang menimpanya. Bahkan, tentang pemerkosaan itu, Riana juga tidak cerita kepada kedua orang tua sang suami. Sebab Riana beranggapan bahwa salah jika sampai dia mengubar aib pria yang saat ini masih sah menjadi suaminya itu.
"Tidak ada apa-apa, Yah. Ria dan Mas Langit memang nggak bisa bareng. Lagian sekarang mbak Yuta juga sudah sembuh. Jadi Ria nggak dibutuhkan lagi, ya kan Ma? Bener kan, Pa?" jawab Riana berbohong.
Sampai detik ini, Nana dan Dayat masih belum memahami pemikiran anak mantunya ini. Kenapa tak ada sedikitpun kebencian yang ia tunjukkan kepada putra semata wayangnya. Padahal penyiksaan yang Langit lakukan padanya, bisa dikatakan sangat tidak manusiawi.
"Iya, Bayan. Yang dikatakan Riana memang benar. Oiya, kamu nggak perlu khawatir soal hutang-hutangmu. Riana sudah membayarnya. Mengenai pekerjaan kamu juga nggak usah khawatir. Besok kamu sudah boleh kerja di pemakaman. Salah satu temanku mau memberimu pekerjaan sebagai tukang sapu makam. Apakah kamu bersedia? Jika iya, nanti aku kabari beliau!" jawab Dayat. Pria ini terlihat memaksa bibirnya untuk tersenyum. Padahal, jika boleh jujur, saat ini, detik ini, hatinya serasa amat sangat sakit. Karena harus melepaskan mantu terbaik seperti Riana.
"Oh, soal pekerjaan saya apa aja, Pak. Yang penting halal. Nggak masalah itu ma!" jawab Bayan dengan senyum sumringah.
"Oke kalo itu nggak masalah buatmu. Besok aku akan kabari dia. Oiya Bayan, kamu sudah tahu kan tujuan kami ke sini? Yaitu untuk mengembalikan tanggung jawab Riana kepadamu. Bagaimana Bayan, apakah kamu ada tuntutan untuk kami?" Dayat kembali menghela napas berat. Tentu saja, rasa tak rela itu kembali menghampirinya.
"Saya tidak masalah, Pak. Kalo memang tidak bisa dipertahankan ya nggak usah dipaksakan. Yang penting Rianya dengan den Langit nggak ada masalah. Mereka tetap bisa berhubungan baik, meskipun sudah nggak jadi suami istri lagi," jawab Bayan pasrah. Karena mau bagaimanapun, keputusan itu telah dibuat oleh Langit dan Ria. Terlebih keputusan itu sudah disetujui oleh sang majikan.
"Oh, hubungan mereka baik-baik saja, Bayan. Kamu nggak usah takut. Untuk urusan perceraian, Ria juga sudah menandatangani surat-surat yang dibutuhkan. Soal persidangan, pengacara sudah mengurusnya. Nanti aktenya akan kami kirim ke sini!" jawab Dayat lagi. Sedangkan Nana dan Riana hanya diam, sembari mendengarkan kedua pria dewasa itu membicarakan masalah yang saat ini sedang mereka hadapi. Dengan tenang. Dengan penuh kekeluargaan.
"Saya ngikut bagaimana baiknya saja, Pak. Yang penting anak saya nggak ngrepotin. Itu saja!" balas Bayan pasrah.
Acara serah terima telah selesai. Kedua orang tua Langit pun berpamitan. Tak lupa, mereka pun meninggalkan sejumlah uang Riana. Tentu saja untuk dana kompensasi gadis tersebut.
Awalnya, Riana menolak, karena ia merasa tak pantas menerima ini. Namun, dengan penuh kasih sayang, Nama, sang ibu mertua pun berhasil membujuk Riana. Ia mengatakan pada Riana, bahwa uang ini adalah hak Riana. Tak ada unsur sogokan atau apalah itu. Uang itu bernilai sebuah ketulusan.
Nana juga berpesan pada mantan menantunya itu agar menggunakan yang itu dengan bijak. Dengan uang itu, Nana berharap, Ria bisa menciptakan lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri. Kedepannya.
Setelah menimbang beberapa pertimbangan, akhirnya Riana pun mau menerima uang kompensasi tersebut. Dan berjanji pada kedua mantan mertuanya tersebut akan mempergunakan uang itu dengan sebijak mungkin.
Perpisahan yang pada kenyataannya meninggalkan luka itu, mau tak mau harus terjadi. Tangis tak terhindarkan. Nana dan Riana pun saling memeluk. Saling berucap maaf. Tak lupa, Nana juga berpesan pada Riana agar tidak melupakannya. Tidak melupakan Ara. Nana juga meminta pada gadis cantik itu untuk selalu mengiriminya kabar. Yang usai adalah hubungannya dengan Langit. Bukan hubungan kekeluargaan antara mereka.
Tak ingin berlama-lama tenggelam dalam luka, akhirnya kedua orang tua Langit pun berpamitan. Dan, terhitung dari hari ini, Riana bukanlah anggota keluarga Langit lagi. Karena Langit telah membebaskannya dari segala kewajiban dan hak sebagai istrinya.
Namun, Riana ikhlas. Karena ia yakin, inilah jalan terbaik untuknya. Untuk suaminya. Untuk orang-orang yang terlibat dalam hubungan menakutkan ini.
Riana sama sekali tak menyalahkan takdir yang mempertemukan dirinya dengan Langit. Riana hanya menyesal, kenapa alur pertemuan dan perpisahan antara mereka halur meninggalkan luka dan kecewa. Tidakkah ada rasa pengganti selain dua rasa yang menyakitkan itu? Tidakkah Langit menyesal telah memberinya dua luka itu? Ataukah pria itu bahagia, karena memberinya luka itu. Entahlah... hanya Langit lah yang tahu perihal itu.
Riana menghela napas dalam-dalam. Berusaha melepaskan beban berat yang ada di pundaknya.
Tak dipungkiri, jika saat ini, dia masih merasa takut. Takut akan sebuah hubungan. Apa lagi bernama pernikahan. Entahlah, Riana hanya tak ingin mengulang kejadian menyakitkan itu. Rasanya Riana benar-benar tak mau. sungguh!
***
Lain Riana lain pula Langit...
Jika untuk Riana, gadis itu merasa bebannya terangkat ketika kedua orang tua Langit mengantarkannya kembali kekeluarga di mana dia dibesarkan. Riana seperti mendapatkan surganya kembali. Riana seperti mendapatkan kebebasannya kembali. Ya, Riana sedikit bisa bernapas lega. Riana bahagia dengan kebebasannya.
Sayangnya, rasa bebas yang Riana rasakan, tidak berlaku untuk Langit. Kepergiannya malah meninggalkan segenggam rindu yang menyiksa pria itu.
Seutas senyum yang sering Riana persembahkan untuk Ara, nyatanya sering mencuri perhatiannya. Sehingga tanpa Langit sadari, senyum itu kini melekat sempurna dalam ingatannya.
Bukan hanya senyum manis itu, tutur sapa lembut Riana nyatanya juga memberikan kesan yang luar biasa di telinga pria ini. Nyatanya suara itu juga meninggalkan kenangan terindah dalam benaknya.
Satu hal lagi yang nyatanya diam-diam Langit rindukan. Yaitu aroma tubuh gadis itu. Aroma khas Riana yang sering menempel dibaju dan tubuh Ara, nyatanya juga sanggup mengobrak-abrik relung hatinya.
Sungguh, Langit tak mengerti dengan hal-hal ini. Semua memang terasa menganggu, tetapi tak dipungkiri rasa itu juga memberinya ketenangan.
Entah sejak kapan Langit suka mengumpulkan memori-memori tentang Riana. Nyatanya, ketika gadis itu meninggalkannya, Langit merasa sangat kehilangan. Hatinya merindu. Pikirannya gelisah. Moodnya memburuk. Entahlah, Langit tak tahu sampai kapan kenangan tentang Riana ini akan menghantuinya.
Bersambung....
Like jangan Lupa
komen jangan ketinggalan
Vote yang banyak
Makasih😍😍😍
msh merasa paling tersakiti