Clara Adelin, seorang gadis bar bar yang tidak bisa tunduk begitu saja terhadap siapapun kecuali kedua orangtuanya, harus menerima pinangan dari rekan kerja papanya.
Bastian putra Wijaya nama anak dari rekan sang papa, yang tak lain adalah musuh bebuyutannya sewaktu sama sama masih kuliah dulu.
akankah Clara dan Bastian bisa bersatu dalam satu atap? yuk simak alur ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Martha ayunda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ternyata Marina?
"Tap! Tap! Tap!."
Terdengar langkah kaki berjalan mendekati ruang kerja Bima, tak berselang lama pintu ruangan Bima di ketuk dari luar.
"masuk." ucap Bima yang sibuk mengecek laporan dari pak Adam tentang kecurangan Bagas dan Alisa mengenai uang perusahaan.
"mama?." Bima menatap wanita paruh baya yang sudah berdiri di depan meja kerjanya itu.
"kamu lagi sibuk? Mama ingin bicara sama kamu." ucap Marina Seraya meletakkan tasnya diatas meja kerja Bima.
"enggak kok ma, ini cuma ngecek laporan saja." sahut Bima seraya menutup map yang dari tadi ia Pegang.
Marina menatap Bima, wajah datar wanita itu menunjukkan bahwa dia sama sekali tidak menyukai anak kandungnya itu, Dimata Marina hanya Alisa anak yang mengerti akan dirinya.
"mama mau bicara soal apa?." tanya Bima setelah menunggu akan tetapi mamanya justru diam sambil menatapnya dengan aneh.
"Bim, mama kesini atas permintaan Alisa dan papamu, bisakah kamu mengalah demi kakakmu itu, Alisa menginginkan kursi CEO di perusahaan kita ini."
Bima mengernyitkan dahinya mendengar penuturan mamanya, namun ia tak ingin menyela pembicaraan sang mama.
"mama yakin dia lebih handal untuk memimpin perusahaan ini Bim, dari segi pengalaman juga kamu masih dibawah Alisa." imbuh Marina.
"Bima gak salah dengar kan ma?." tanya Bima berusaha mengontrol emosinya, dia berusaha setenang mungkin menghadapi sang mama yang memang sudah di butakan oleh cintanya terhadap Sofyan.
"salah dengar bagaimana! Mama tidak sedang main main Bim!." tiba tiba suara Marina meninggi.
"ma, mama tahu kan perusahaan ini milik siapa? Darimana asal muasal perusahaan ini berdiri? mungkin mama tidak pernah tahu bagaimana rasanya jadi papa! Papa bekerja keras demi kita, apa mama tega akan memberikan secara cuma cuma ke para benalu itu?." balas Bima seraya menegakkan badannya.
"siapa yang kau sebut benalu itu Bima! Papa tirimu dan Alisa itu punya andil besar di perusahaan ini!." bentak Marina.
Andil besar kata mama? Ini baca ma! Apa ini yang di sebut andil besar?!." Bima menyodorkan map ke hadapan mamanya yang terlihat murka.
"baca dengan teliti ma, berapa uang perusahaan yang mereka keruk selama mereka mama biarkan mengacak acak hasil jerih payah papaku!." geram Bima yang akhirnya lepas kontrol menghadapi mamanya yang egois.
"ini tidak mungkin! kamu pasti sudah perekayasa supaya bahas dan Alisa malu kan!." ujar Marina sembari membanting map keatas meja.
"terserah mama mau percaya atau tidak, yang jelas mereka sudah menjadi mengerat yang cukup merugikan perusahaan ini!."
"dan untuk permintaan mama, silahkan datangi pengacara almarhum papa, jika keinginan mama itu memiliki dasar hukum yang kuat, aku yakin pengacara itu akan mengabulkan permintaan mama yang konyol ini!." imbuh Bima yang mulai dibuat jengah.
"Bima! Jaga ucapanmu! Mama melakukan ini karena Alisa juga punya hak. dia yang kelak akan merawat mama, mama lebih percaya sama dia ketimbang kamu yang sikapnya seperti preman!." bentak Marina.
"Hak? Hak dari segi mananya ma? Mereka datang ke keluarga kita dengan seenaknya merebut mama dariku! Semenjak Alisa masuk ke keluarga kita, mama langsung mengabaikan aku yang notabene anak kandung mama sendiri, jika mama lebih sayang sama Alisa dan suami mama yang baru itu, silahkan tinggalkan Bima ma!." Bima berkata dengan bibir bergetar.
"Bima sudah merasakan tidak punya siapa siapa lagi semenjak mama membawa mereka ke rumah kita! sudah cukup Bima mengalah ma. Sekarang saatnya Bima mempertahankan apa yang menjadi hak Bima, kalau mama lebih sayang sama mereka dan tidak terima dengan keputusan Bima, silahkan bawa pergi keluarga baru mama itu dari kehidupanku!."
Tanpa terasa bulir bening mengalir dari mata pria tampan itu, Bima menatap tajam mamanya dengan derai airmata, sungguh rasa yang tiada terperih yang kini ia rasakan.
Mama yang dulu menjadi tempatnya mencurahkan segala keluh kesahnya, kini lebih memilih orang asing untuk di sayangi, Marina yang merasa kecewa langsung melengos pergi, bukannya berusaha mendinginkan amarah sang anak.
"papa... Maafkan aku, aku terpaksa bertindak tegas terhadap mama." Bima menangkupkan kedua telapak tangan ke wajahnya sambil menangis terisak.
Semenjak kepergian sang papa, baru kali ini Bima menangis, dulu dia berusaha tegar meskipun hatinya sering di buat sakit oleh sikap mamanya, tapi kini mungkin Bima sudah tidak sanggup lagi membendung amarah dan kesedihannya.
"aku tidak boleh lemah!.
Bastian mengusap airmatanya lalu memanggilnya pak Adam untuk menghadap, tak butuh waktu lama pria seusia almarhum papanya Bima itu langsung masuk ke ruangan sang CEO.
Pak Adam menatap wajah Bima yang sembab, mata pria tampan itu juga terlihat memerah seperti habis menangis.
"mas Bima butuh bantuan saya?." tanya pak Adam seraya duduk di hadapan Bima.
"iya pak, mama baru saja datang kesini, beliau menginginkan jabatan direktur utama jatuh ke tangan Alisa, bagaimana menurut pak Adam?." tanya Bima dengan suara agak parau.
"hahahaha... itu permintaan yang tidak masuk akal, apa yang sudah dilakukan Sofyan dan anaknya hingga Bu Marina begitu gampang menuruti permintaan konyol Mereka!."
"tentu saja hal itu tidak semudah membalik telapak tangan, mas Bima sudah menjadi pemilik sah perusahaan ini, pengacara handal sekalipun tidak akan pernah bisa mencabut nama anda dari daftar warisan tunggal ini." lanjut pak Adam sambil berjalan miris.
"jadi apa yang harus saya lakukan pak? saya sudah jengah dengan mereka."
"apa mas Bima tidak ada niatan untuk membawa kasus pembobolan dana perusahaan ke jalur hukum?." pak Adam balik bertanya dengan wajah serius.
"saya masih memikirkan mama, pak. Saya takut mama tidak terima, tapi jika mama terus menerus mengusik saya, saya tidak segan segan mengambil tindakan tersebut."
"baiklah, apapun keputusan mas Bima saya akan mendukung sepenuhnya." ujar pak Adam.
Sementara itu Marina yang pulang dengan hati dongkol langsung uring uringan, Sofyan yang juga sudah di nonaktifkan dari kantor pun hanya bisa pasrah karena dia tahu Bima tidak akan semudah itu untuk berbagi harta warisannya dengan Alisa.
"mama yang sabar dong, kita harus pakai cara halus untuk mendekati Bima supaya mau berbagi dengan Alisa, anak kita."
"papa juga khawatir kalau sampai Alisa tidak mendapatkan apa apa dari Bima, bagaimana nasib kita di kemudian hari." bujuk Sofyan berpura pura baik.
"Bima benar benar keterlaluan pa! Apa salahnya sih mengiyakan saja mama! Toh Alisa tidak akan mungkin membawa lari perusahaan itu!." geram Marina.
"sabar ma, semua butuh waktu. Bagaimana kalau kita buat Bima sakit perlahan?." cetus Sofyan mengutarakan ide gilanya.
"maksud papa?." Marina langsung menatap suaminya yang mokondo itu.
"mama yakin mau menerima saran papa? Lagipula Bima itu tidak akan mungkin mau mengurus kita, terutama mama, dihari tua kita nanti."
"iya pa, makanya mama khawatir, jadi papa ada ide apa?." tanya Marina penasaran.
"bagaimana kalau kita buat si Bima mati perlahan seperti Handoko?." ucap Sofyan sambil merangkul pundak Marina.
"kita racuni dia perlahan lahan seperti almarhum papanya, bagitu maksud papa?." mata Marina membulat sempurna saat Sofyan mengutarakan idenya.
"tepat sekali sayang! Kamu memang istriku yang paling pintar! Bagaimana, kamu setuju kan?."
Tanpa mereka sadari percakapan mereka berdua di dengar oleh seseorang, orang itu membekap mulutnya sendiri saking terkejutnya.
"jadi kematian tuan Handoko karena ulah mereka berdua?!." batin orang itu.