Sinopsis
Jovan, seorang pria muda pewaris perusahaan besar, harus menjalani hidup yang penuh intrik dan bahaya karena persaingan bisnis ayahnya membuat musuh-musuhnya ingin menjatuhkannya. Suatu malam, ketika Jovan dikejar oleh orang-orang suruhan pesaing, ia terluka parah dan berlari tanpa arah hingga terjebak di sebuah gang sempit di pinggiran kota.
Di saat genting itu, hadir Viola, seorang wanita sederhana yang baru pulang dari shift panjangnya bekerja di pabrik garmen. Kehidupannya keras, dibesarkan di panti asuhan sejak kecil tanpa pernah mengenal kasih sayang keluarga kandung. Namun meski hidupnya sulit, Viola tumbuh menjadi sosok kuat, penuh empati, dan berhati lembut.
Melihat Jovan yang berdarah dan terpojok, naluri Viola untuk menolong muncul. Ia membawanya bersembunyi di rumah kontrakan kecilnya yang sederhana. Malam itu menjadi titik balik dua dunia yang sangat berbeda.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lili Syakura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 29 perjuangan antara hidup dan mati....
Hujan sudah berhenti. Langit malam berganti dengan cahaya temaram bulan yang menembus tirai jendela rumah sakit.Viola terbaring di ranjang VIP, tubuhnya masih dipenuhi perban dan selang infus. Wajahnya pucat, tapi kali ini ia tidak lagi sendirian.
Di kursi tepat di samping ranjang, Jovan duduk tanpa berpindah tempat sedetik pun sejak operasi selesai. Tangannya tak lepas dari jemari Viola, seolah takut kehilangan lagi. Mata tajamnya yang biasanya tegas kini terlihat rapuh, memancarkan campuran amarah, ketakutan, dan cinta.
"Kau benar-benar gila, Viola…" gumam Jovan pelan sambil mengelus jemari gadis itu. "Kenapa kau harus nekat melompat dari mobil itu…"
Viola perlahan membuka mata. Pandangannya buram, tapi suara itu sangat ia kenal. Bibirnya bergerak pelan.
"Karena… aku lebih baik terluka… dari pada hidup dengan orang yang bukan aku cintai…"
Kalimat lirih itu menusuk jantung Jovan dalam sekali. Tangannya refleks menggenggam jemari Viola lebih erat. Ia menunduk, menyandarkan keningnya pada tangan gadis itu.
"Jangan pernah lakukan itu lagi," suara Jovan bergetar. "Aku tak akan kuat kalau kehilanganmu."
Viola tersenyum lemah, mata beningnya menatap wajah Jovan yang lelah. Untuk pertama kalinya, ia melihat Jovan Adiwangsa,pria keras, dingin, dan disegani banyak orang,terlihat begitu rapuh di hadapannya.
"Maaf… bikin kamu khawatir," bisiknya lirih.
"Jangan minta maaf…” jawab Jovan pelan. "Yang penting sekarang, kamu selamat.
Sementara itu, di luar rumah sakit, orang-orang kepercayaan Jovan bergerak cepat. Nama Davin sudah tersebar di jaringan pengawasan mereka. Setiap pelabuhan, terminal, dan perbatasan kota dipasangi informan.
"Dia pasti belum keluar kota,"ujar Andre, tangan kanan Jovan, saat memberi laporan lewat telepon satelit.
"Tangkap dia hidup-hidup," jawab Jovan dengan nada dingin.
"Kalau dia coba kabur… lumpuhkan."
Rara yang sejak awal juga menjaga Viola berdiri di pintu kamar, mendengar nada suara Jovan. Ia tahu satu hal,Davin tak akan lolos.
Sementara di kediaman mewah keluarga Adiwangsa..
Kabar penculikan itu sudah sampai ke telinga Maya.
Wajahnya pucat… antara panik dan tidak percaya. Ia mungkin tidak mengira Davin akan sejauh itu. Tapi sayangnya, semua sudah terjadi.
"Davin bodoh…" gumamnya. Tapi dalam hati kecilnya, ia tahu ini semua berawal dari permainannya sendiri.
meskipun ia membenci Viola namun tetap saja ia mengkhawatirkan putranya Jovan karena ia tidak ingin Jovan mempertaruhkan nyawanya demi wanita itu....
Maya Adiwangsa duduk di ruang pribadinya dengan wajah murka. Laporan tentang apa yang Davin lakukan membuatnya geram.
"Bocah tolol! Aku menyuruhnya memisahkan mereka, bukan membuat anak itu setengah mati!"
Ia memecahkan gelas anggur di tangannya. Darah dari telapak tangan mengalir, tapi Maya bahkan tak mengerang. Ia terlalu tenggelam dalam amarah.
"Davin membuatku kehilangan kendali atas Jovan… bukan menjauh, anakku malah semakin dekat dengan gadis itu."
Sang asisten pribadi yang berdiri di sudut ruangan tidak berani bersuara. Ia tahu, Maya sedang menyusun rencana baru, lebih berbahaya dari sebelumnya.
Beberapa hari kemudian, luka Viola mulai membaik. Meski belum bisa berjalan sempurna, ia sudah lebih segar.
Di malam yang tenang, Jovan masuk membawa bubur ayam hangat, sesuatu yang jarang sekali ia lakukan untuk siapa pun.
"Serius kamu masak sendiri?" tanya Viola dengan tawa kecil, meski masih lemah.
"Nggak. Aku suruh orang beli. Tapi… aku yang nyuapin," jawab Jovan santai tapi matanya tak bisa menyembunyikan senyum kecil.
Viola memandangnya lama. Ada sesuatu yang berubah dalam diri Jovan. Bukan lagi sekadar rasa melindungi, tapi rasa sayang yang tulus. Saat Jovan menyuapi perlahan, Viola merasakan hatinya menghangat.
"Kenapa kamu… segini nya sama aku?" tanya Viola lirih.
Jovan terdiam sebentar. Lalu menatapnya dalam-dalam.
"Karena kamu satu-satunya orang… yang bisa bikin aku merasa hidup."
Viola terdiam. Wajahnya memerah, matanya berkaca-kaca. Ia menggenggam tangan Jovan yang dingin.
"Terima kasih… sudah tetap di sini."
"Aku nggak akan ke mana-mana lagi," jawab Jovan mantap. “Kamu… rumahku sekarang.
Di balik kehangatan itu, pemburuan terhadap Davin semakin intens.
Beberapa jejak menunjukkan Davin berusaha menghubungi seseorang dari lingkaran Maya, mungkin untuk berlindung atau balas dendam.
Jovan tahu,masa tenang ini hanya sementara. Tapi kali ini ia tidak sendirian. Ia punya alasan untuk bertarung,yaitu Viola.
"Kalau dunia ini mau melawan aku,maka aku akan melawannya… demi dia."gumam Jovan sambil menatap gadis itu tidur tenang di ranjangnya,"
Ia merasa, kendati cinta mereka tumbuh dari luka… justru itu menjadi ikatan yang tak bisa dipatahkan.
