Vivienne terbangun, dan melihat tempat itu berbeda dari rumahnya. Dia mengingat bahwa merayakan festival tahun baru untuk pertama kalinya. Di tengah keramaian yang penuh sesak itu, dia mengalami serangan panik dan penyakit nya asma yang mungkin membuat nya meninggal.
Vivienne melihat sekeliling, "Dimana aku?"
"Tentu saja di kamar anda, ya mulia," ucap seseorang membuyarkan lamunannya.
"Ya mulia? siapa aku?"
"Anda Ya mulia permaisuri Vivienne Greyhaven."
Vivienne seketika teringat sebuah novel yang berjudul I'm a villain mom. Dimana tokoh sang ibu mati dengan mengenaskan di tangan ketiga pangeran, anak-anak nya. Lalu bagimana nasib Vivienne sekarang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere Lumiere, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
[29] Pengeran Ke-Dua
"Bagus sekali, Ya Mulia, lalu apa yang akan kita lakukan sekarang, acara ini sudah hancur sepenuhnya karena tuan rumahnya sudah di tahan," ucap Vivienne menepuk tangannya, karena menurutnya tangannya itu menyisahkan sedikit kekacauan tadi.
"Aku ingin mengajak mu dan anak-anak jalan-jalan di pasar yang kalian lewat tadi," ujar Magnus mengulurkan tangan kearah Vivienne.
Vivienne tidak menanggapinya dan hanya melirik dengan tajam, " Anda mencoba menggombal dengan saya,"
"Jika benar itu pikiran mu, biar lah begitu," kata Magnus, tangan masih setia mengambang di udara berharap Vivienne segera meraihnya.
"Mama, ayo kita ke pasar itu, aku sangat penasaran apa saja barang yang ada disana," Asher meraih gaun Vivienne dan menggoyang-goyangnya hingga Vivienne tertarik kekiri dan kanan.
Vivienne kemudian mengelus surai putranya, "Baiklah sayang,"
Vivienne kemudian menoleh pada Magnus, "Tapi, kita tidak bisa memakai pakaian ini, ini sangat menonjol, kita bisa di ketahui orang-orang dan akan bahaya buat kita terlebih untuk anak-anak,"
"Kamu benar," ujar Magnus menjatuhkan tangan nya.
Karena pembicaraan mereka akan cukup lama hingga tangan nya akan keram karena terus di gantung, Magnus nampak lesu padahal dia ingin sekali menggenggam tangan istrinya.
"Aku akan bertanya pada pelayan disini, apakah dia bisa menyiapkan pakaian untuk kita," kata Magnus melihat ke kanan dan kiri mencari jejak pelayan yang tersisa setelah insiden tadi.
Magnus melihat seorang pelayan, dia kemudian melambaikan tangannya, "Kau kesini,"
Pelayan itu lalu mendekat dengan perlahan, setelah sampai di hadapan Magnus, dia kemudian menundukkan tubuhnya dengan sedikit menyilangkan kakinya tanda sebuah kehormatan tinggi.
"Ada apa Ya Mulia memanggil saya?" tanya pelayan itu.
"Bisa kah kau siapkan pakaian kami," titah Magnus melirik tajam pada pelayan itu seolah pelayan itu tak boleh menolak mereka.
"Baik Ya Mulia, kesebelah sini untuk mengganti baju Anda," pelayan itu mengarahkan mereka keruangan untuk mengganti baju mereka.
Tidak berselang lama mereka memakai baju rakyat biasa yang terbuat dari kulit berwarna krem nampak serasi satu sama lain.
Vivienne nampak merapikan kerah kemeja polos milik suaminya yang kusut, tak sengaja deru nafas mereka beradu membuat wajah mereka memerah. Vivienne menghentikan kegiatannya, dan mundur dari sana, lalu memalingkan wajahnya karena malu.
"Sudah Ya Mulia," ujar Vivienne menyentuh dagunya.
"Kamu kenapa memalingkan wajahnya," goda Magnus yang tau sendiri mereka sedang malu karena pernapasan itu.
"Sudah lah Ya Mulia, kita harus mendatangi anak-anak mereka pasti sudah lelah menunggu," ucap Vivienne berjalan lebih dulu agar tidak kembali di goda oleh Magnus. Magnus kemudian melangkah menyusul Vivienne.
Orion nampak melipat kedua tangannya, sedangkan Asher langsung mengutarakan isi hatinya, "Mama kenapa lama sekali?"
"Maaf ya sayang, lama ya, ayo kita pergi sekarang, jangan cemberut turus dong," ujar Vivienne mengelus surai Asher, namun di jawab dengan dengusan tak suka dari putra itu.
"Baiklah, ayo berangkat,"
*
*
Beberapa saat kemudian mereka akhirnya sampai di pasar yang sejak tadi Asher selalu ingin kan, hiruk-pikuk nya mulai terasa.
Mulai dari kalangan atas hingga kalangan rendah memenuhi jalanan pasar itu. Begitu pun kondisinya pasar itu ada yang khusus untuk bangsawan, adapula tempat di sudut yang sedikit kumuh yang pastinya untuk orang yang tak berada.
"Asher, kamu mau apa?" tanya Vivienne mencoba memposisikan tubuhnya agar setara dengan Asher.
"Sosis itu terlihat enak mama, itu juga, kuenya juga, apa yang di etalase toko itu aku ingin melihat nya? mainan di sana seperti nya sangat menarik," jawab Asher menujuk satu persatu kegiatan orang di pasar itu.
Sedangkan kedua pria dingin itu terlihat tak bergeming bahkan tak perduli dengan sekitarnya apa lagi satu sama lain.
"Asher!" panggil Vivienne.
"Kenapa ma?" tanya Asher yang memilih sosis bakar.
"Apa kita tinggal saja mereka, hehehe…" kekeh pelan Vivienne di telinga Asher karena dia tidak suka kekakuan menemani mereka padahal mereka sedang kumpul keluarga, namun seperti tak ada Orion dan Magnus disana.
Mereka akhirnya mengendap-endap meninggalkan tempat itu untuk mencari kesenangan mereka sindiri dan membiarkan ayah serta anak itu dalam kepanikan kerena kehilangan mereka.
Di kejauhan, terlihat seseorang dengan baju serba hitam dan menggunakan penutup wajah mengamati mereka dari kejauhan.
Kemudian melesat bagaikan kilat menghilang begitu saja di balik kerumunan manusia yang penuh sesak itu.
Pria itu tiba dengan cepat di pedesaan yang asri masih kelilingi rimbun nya rumput hijau dan danau yang biru di siang itu, lalu menuju rumah di atas bukit, dia mendaki tanpa kepayahan seolah telah terbiasa dengan tugas dari majikan nya ini.
Pintu berderit perlahan, tanda jarang sekali orang memasuki ruangan itu, "Ya Mulia, hamba sudah sampai," sahut nya, membungkukkan tubuhnya.
"Ya Arthur, coba jelas kan apa yang kau dapat kan disana, " ujarnya membolak-balikan bukunya yang pegang.
Kemarin, buku yang distribusi kan istana tiba di tangannya, Elian tidak ambil pusing. Karena ayahnya selalu mengatakan, "Meskipun kamu sakit kamu harus tetap belajar dan berguna untuk orang lain, jadilah pengajar ketika kamu sampai ke villa kita di pedesaan, ajari lah anak-anak yang buta huruf disana,"
Namun, setelah dia melihat siapa penulis nya, Elian membulatkan matanya tak percaya kemudian mencengkram buku itu dengan kuat seolah detik berikut buku akan robek karena tekanan yang dilakukan Elian.
Setelah itu, Elian meminta penjaganya yang di berikan oleh ayahnya untuk melihat situasi di istana sehingga beberapa saat yang lalu Arthur sampai di istana dan melihat semua pergerakan permaisuri.
"Ya Mulia pangeran, saya melihat permaisuri memperlakukan pengeran ke-tiga dengan baik bahkan memberikan satu kamar untuk pengeran ke-tiga di istana nya, begitu pun putra mahkota, beliau sangat perduli putra mahkota hingga mengancam kaisar, dan baru saja saya bertemu mereka di pasar…" ucap Arthur terpotong.
"Cukup! aku akan membuat surat pada ayahanda, aku akan kembali besok… tidak kalau bisa hari ini. Aku ingin melihat bagaimana wanita ular itu yang telah membuangku dulu, kini memungut sodara-sodara ku seperti tidak terjadi apa-apa," sinis nya sembari mengingat masa lalunya.
Elian sedari kecil memang memiliki masalah paru-paru sehingga kesehatan harus di jaga dan rutin minum obat, dia selalu berada di istana permaisuri agar ibunya bisa mengawasi nya.
Namun, suatu ketika dia campakkan setelah adiknya lahirnya, dia yang belum mengerti hanya bisa menangis hingga kesehatan semakin buruk.
Magnus tak bisa melihat anak terus seperti ini, terlebih lagi melihat Vivienne yang acuh tak acuh membuat Elian makin terpuruk.
Akhirnya Magnus memutuskan membawa Elian ke villa milik kerajaan, agar Elian bisa memulihkan dirinya. Dan Magnus berfikiran tempat yang akan di tinggali Elian juga asri, itu juga akan baik untuk pernafasan nya.
ingat qmampir thor.
jangan setengah2 ya thor.