Rangga, seorang pria biasa yang berjuang dengan kemiskinan dan pekerjaan serabutan, menemukan secercah harapan di dunia virtual Zero Point Survival. Di balik kemampuannya sebagai sniper yang tak terduga, ia bercita-cita meraih hadiah fantastis dari turnamen online, sebuah kesempatan untuk mengubah nasibnya. Namun, yang paling tak terduga adalah kedekatannya dengan Teteh Bandung. Aisha, seorang selebgram dan live streamer cantik dari Bandung, yang perlahan mulai melihat lebih dari sekadar skill bermain game.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhi Angga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 : Membangun Kembali Pondasi
Undangan Turnamen ZPS Asia bagaikan kilat di tengah badai. Itu adalah pengakuan yang sangat mereka butuhkan, namun juga menjadi pengingat akan keretakan di dalam tim. Setelah perdebatan sengit yang hampir membubarkan Phantom Strikers, Aisha mengambil alih. Ia tahu, untuk bisa bersaing di level Asia, mereka harus lebih dari sekadar kumpulan pemain berbakat; mereka harus menjadi satu keluarga.
Aisha mengadakan pertemuan tim keesokan harinya, bukan di gaming house yang penuh dengan monitor dan keyboard, melainkan di sebuah kafe yang tenang, jauh dari ingar-bingar dunia e-sports. "Oke, mari kita bicara jujur," Aisha memulai, pandangannya menyapu Rangga, Guntur, dan Bara. "Aku tahu ada ketegangan. Ada rasa tidak adil. Dan aku mengerti itu."
Ia kemudian menatap Rangga. "Ren, kamu adalah bintang tim. Kamu punya skill luar biasa, dan popularitasmu memang meroket. Tapi itu juga berarti kamu punya tanggung jawab lebih besar terhadap tim. Tidak semua exposure harus untukmu sendiri. Kita harus bagi rata."
Lalu ia menatap Guntur dan Bara. "Kalian juga punya peran penting. Guntur, kamu otak strategi tim. Bara, kamu front-liner agresif yang tak tergantikan. Tanpa kalian, Ren tidak bisa tampil maksimal. Kalian harus merasa dihargai, bukan tersembunyi di bayangan."
Aisha kemudian mengusulkan sebuah perjanjian baru. Ia akan bekerja sama dengan manajer tim untuk memastikan bahwa setiap anggota Phantom Strikers mendapatkan exposure dan endorsement yang seimbang, sesuai dengan peran mereka. Ada lebih banyak konten tim yang akan dibuat, lebih banyak wawancara grup, dan merchandise tim yang menonjolkan semua anggotanya.
"Kita akan melatih skill individu masing-masing, tapi yang terpenting, kita akan melatih chemistry tim," tegas Aisha. "Kita punya waktu satu tahun. Kita akan pakai waktu itu untuk jadi tim yang paling solid di Asia."
Meskipun masih ada ganjalan di hati masing-masing, janji Aisha dan niat Rangga untuk berubah memberikan harapan baru. Mereka setuju untuk memulai kembali, membangun pondasi yang lebih kuat, tidak hanya dalam permainan tetapi juga dalam hubungan personal.
Bulan-bulan berikutnya adalah masa-masa introspeksi dan pertumbuhan bagi Phantom Strikers. Mereka tidak langsung merekrut Coach Han. Aisha ingin mereka fokus membangun ulang chemistry tim terlebih dahulu.
Rangga, yang telah belajar banyak dari konfliknya dengan Aisha dan kejadian sebelumnya, berusaha keras untuk lebih mendengarkan. Ia mulai sering mengajak Guntur dan Bara untuk hang out di luar latihan, makan malam, atau menonton pertandingan sepak bola. Ia mencoba memahami perspektif mereka, mendengarkan keluh kesah mereka, dan menunjukkan bahwa ia peduli sebagai teman, bukan hanya sebagai rekan satu tim. Ia bahkan meminta Guntur untuk memimpin beberapa sesi strategi, memberikan lebih banyak kontrol dan pengakuan padanya.
"Gun, gimana menurutmu strategi ini?" tanya Rangga suatu kali di sesi latihan, sengaja meminta pendapat Guntur terlebih dahulu.
Guntur terkejut, namun kemudian tersenyum tipis. "Kurang agresif, Ren. Kita harus berani coba flank dari sisi kiri di awal."
Bara, yang biasanya pendiam, juga mulai lebih terbuka. Ia bahkan bercanda dengan Rangga tentang bagaimana Ren harus "berbagi kill" agar ia juga bisa dapat highlight. Suasana tim perlahan mencair, rasa cemburu mulai memudar, digantikan oleh semangat persahabatan yang kembali tumbuh.
Di sisi lain, Rangga juga semakin disiplin dalam mengatur jadwalnya. Ia mulai menolak beberapa tawaran endorsement solo yang terlalu menyita waktu latihan tim. Prioritasnya kini adalah Phantom Strikers. Ia tahu, kesuksesan individual Ren akan percuma jika ia tidak bisa membawa timnya ke puncak.
Hubungan Rangga dan Aisha pun semakin dalam dan matang. Aisha melihat perubahan nyata pada diri Rangga. Ia tidak lagi sekadar pro player berbakat, tapi seorang pria yang belajar dari kesalahannya, yang peduli pada teman-temannya. Momen-momen intim di antara mereka semakin sering terjadi, penuh tawa dan kehangatan. Rangga mulai lebih sering memegang tangan Aisha secara spontan, atau menyandarkan kepalanya di bahu Aisha saat mereka bersantai setelah streaming. Kedekatan fisik itu terasa alami, bukan lagi memicu kecanggungan, melainkan kenyamanan.
"Kamu makin ganteng kalau lagi serius latihan, Ren," goda Aisha suatu kali, membuat Rangga tersipu.
Enam bulan pertama berlalu dengan fokus pada pembangunan tim dan chemistry. Mereka mengikuti beberapa turnamen online kecil dan scrim dengan tim-tim lokal, bukan untuk menang besar, melainkan untuk menguji kekompakan dan strategi baru mereka. Hasilnya bervariasi, ada kemenangan, ada pula kekalahan yang memicu evaluasi, namun yang terpenting, mereka belajar untuk bangkit bersama.
Setelah enam bulan, Aisha merasa tim sudah cukup solid untuk melangkah ke fase berikutnya. "Oke, waktunya untuk level selanjutnya," kata Aisha di sebuah pertemuan tim. "Aku sudah bicara dengan Coach Han. Dia akan bergabung dengan kita bulan depan."
Mendengar nama Coach Han, ada sedikit ketegangan baru. Mereka tahu, kedatangannya berarti pelatihan yang jauh lebih keras dan disiplin yang tak terhindarkan. Tapi kali ini, mereka siap. Mereka telah membangun pondasi yang kokoh, bukan hanya sebagai pemain, tetapi sebagai sebuah keluarga yang tahu bagaimana saling mendukung dan mengatasi konflik.
Rangga menatap timnya, lalu ke Aisha. Undangan Turnamen ZPS Asia ada di depan mata. Setahun ini akan menjadi ujian terberat mereka. Tapi ia tahu, dengan tim yang solid dan Aisha di sisinya, mereka punya kesempatan. Mereka sudah siap untuk level Asia.