Menikah dan di jodohkan secara tiba-tiba tanpa persetujuan adalah hal yang tengah di alami oleh Andra dan Viana terlebih mereka masih duduk di bangku sekolah menengah atas.
Keduanya memang saling kenal tapi sama sekali tak pernah bertegur sapa meski 3 tahun menimba ilmu di gedung yang sama. Alasan perjodohan tak lain karena orang tua Andra tak setuju dengan hubungan putranya dengan Haura meski sudah terjalin dua tahun lamanya.
Dan kambuhnya penyakit sang Mama akhirnya membuat Andra pasrah menikahi Viana.
Akankah rumah tangga keduanya tetap berjalan di tengah hubungan yang belum di selesaikan oleh Andra bersama Haura?
Yuk ikuti kisah mereka yang penuh konflik remaja.. Ini bukan turunan GAJAH ya 😂
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenengsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 23
🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Deg..
Normal saja yang di rasakan Haura sekarang, gadis mana yang tak sakit hatinya saat mendengar di dalam pelukan kekasihnya ada orang lain meski itu berstatuskan istri sah menurut agama karna mereka belum mencantumkan pernikahan ke KUA resmi.
Haura Langsung menutup sambungan teleponnya karna tak kuat mendengar suara Andra yang serak khas bangun tidur sambil membayangkan Viana ada dalam pelukannya. Tentu ia juga ingat bagaimana Andra memeluknya jika sedang sedih atau marah, hal yang biasa di lakukan oleh pasangan kekasih pada umumnya.
Ada rasa tercabik dan kecewa karena rasa cintanya masih begitu kuat untuk Andra, Haura pernah berkali-kali ingin mundur tapi pemuda itu tak pernah mau melepaskan, pernah mencoba untuk menghindar tapi ia terus mendekat seolah hubungan mereka itu normal padahal benteng yang menghalangi begitu kuat dan kokoh.
"Aku menyerah, Ndra. Maaf."
.
.
.
Sedangkan di dalam kamar Kediaman Bramasta, Andra yang mencoba mengumpulkan kesadaran sedikit bingung saat telepon dari Haura di matikan begitu saja, ia melihat kearah Viana yang tak terganggu sama sekali dengan obrolannya barusan.
"Kenapa jadi pelukan begini?" gumam Andra yang setelahnya tersenyum simpul.
Alih alih tak ingin menganggu sang istri ia malah mencoba kembali terlelap, mengeratkan dekapan dengan tanpa sadar mendaratkan sebuah ciuman di pucuk kepala Viana. Pengaruh obat yang di minumnya semalam memberi efek yang benar-benar luar biasa untuk istirahat.
Tapi, belum tiga puluh menit berlalu, suara ketukan pintu membuat Andra kembali mengerjap.
Ia meminta siap saja yang ada di balik benda bercat putih tersebut untuk masuk saja.
Ceklek
"Kalian belum bangun?" tanya Mami dengan Bunda yang berjalan di sampingnya juga.
Andra hanya tersenyum dan meletakan jari telunjuknya di bibir sebagai kode jika dua wanita yang kini sudah dekat dengan ranjang jangan berisik. Ia tak mau Viana bangun dan merasakan nyeri seperti semalam.
"Viana demam, Mih, ini baru tidur setelah ku minumi obat dan ku olesi salep," jelas Andra sebelum Maminya kembali bertanya.
Mami dan Bunda hanya mengangguk paham, itu memang kerap terjadi pada orang yang habis kecelakaan apalagi untuk pertama kalinya, demam dan nyeri akan terasa justru saat malam menjelang.
"Ya sudah, Kami keluar dulu kalau begitu," pamit Mami dengan segaris senyuman di ujung bibirnya.
Bunda pun harus pasrah saat besannya kembali mengajaknya keluar, padahal ia sangat ingin tahu keadaan putri sambungnya saat ini, meski Viana bukan lahir dari rahimnya tapi mengurusnya selama tiga tahun ini lebih berat dibandingkan mengurus seorang anak balita. Bunda harus menjadi beberapa peran bagi Viana yang sempat mengalami trauma akan pertengkaran Orang-tuanya dan aib sang ibu.
Tapi, semua itu tentu Bunda urungkan saat melihat sang putri begitu nyaman dalam pelukan suaminya saat ini.
.
.
"Saya senang melihat Andra dan Viana, semoga mereka bisa saling melengkapi satu sama lain ya, Jeng," ucap Mami saat ia dan Bunda sudah di ruang tengah lantai dua.
"Semoga Nyonya. Itu juga yang saya harapkan bersama ayahnya Viana."
"Iya, saya dan suami saya selalu berdoa untuk kelanggengan pernikahan mereka. Semoga ini menjadi awal yang baik meski harus mengorbankan tubuh Viana," balas Mami lagi sambil terkekeh kecil.
"Semua akan ada hikmah dari setiap musibah yang terjadi."
Orang tua Viana tak pernah tahu alasan yang sebenarnya mengapa keluarga Bramasta ingin mengambil putri mereka menjadi menantu, terlepas dari ayah dan Papi yang memang bersahabat dan kondisi Mami yang sakit karna terus memikirkan putra bungsunya.
Dan melihat hal ini, tentu tak ada yang bisa di curigai oleh Bunda karna dengan kedua matanya sendiri ia bisa melihat anaknya di perlakukan sewajarnya sebagai pasangan padahal baru beberapa hari tinggal di rumah megah ini.
"Ya, betul semoga ada kecelakaan " lainnya" yang menyusul mereka ya, Jeng." Mami berucap sambil tertawa kecil namun mampu menyipitkan kedua matanya.
Bunda tak menjawab, ini belum pernah di bicarakan pada Viana, tapi dari gelagat putrinya ia bisa menangkap jika belum pernah terjadi apapun diantara anak menantunya tersebut.
*****
Eugh...
Viana bergeliat dalam pelukan Andra dan betapa terkejutnya ia saat tatapan mereka saling bertemu sedekat ini. Sadar jika keduanya berada di satu ranjang dan selimut yang sama, Viana pun dengan cepat berusaha untuk bangun, tapi rasa sakit mulai terasa lagi di bagian lengan dan kaki yang ia angkat segera tiba-tiba padahal jelas ia baru saja bangun tidur.
"Aw---, nyeri lagi."
"Gak mau diem banget sih? pelan-pelan dikit bisa gak?" omel Andra yang gemas dengan sikap Viana .
"Kamu ngapain? kenapa tidur disini sama aku? pake peluk peluk segala!" Viana balik memarahi Andra.
.
.
.
"Lah, emang kenapa? ini kan kamar dan ranjang gue!"