Ini adalah kisah cinta pria berkebangsaan Korea dan gadis berdarah Indonesia.
Waktu SMA, Ha joon tidak setampan sekarang. Pria itu gemuk dan selalu memakai kacamata tebal kemana-mana. Ha joon sangat menyukai Rubi, gadis populer di sekolahnya.
Namun suatu hari Ha joon mendengar Rubi menghina dan mengolok-oloknya di depan teman-teman kelas mereka. Rasa suka Ha joon berubah menjadi benci. Ia pun memutuskan pindah ke kampung halamannya di Seoul.
Beberapa tahun kemudian, Rubi dan Ha joon bertemu lagi di sebuah pesta pernikahan. Ha joon sempat kaget melihat Rubi yang berada di Korea, namun rasa dendamnya sangat besar hingga ia berulang kali menyakiti perasaan Ruby.
Tapi, akankah Ha joon terus membenci Ruby? Mulutnya berkata iya, namun tiap kali gadis itu tidak ada didepan matanya, ia selalu memikirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ruby jatuh
Bibir mereka memang tak saling mencium secara penuh, tapi gesekan kecil itu sudah cukup untuk membuat Ruby membeku di tempat. Ha Joon juga menghentikan gerakannya, diam dalam posisi begitu dekat, bibirnya masih melayang sangat tipis dari bibir Ruby. Nafas mereka saling bersentuhan.
Ruangan masih hening. Tidak ada satu pun suara terdengar selain detak jantung yang menggema di dada masing-masing. Ruby menahan napasnya, matanya membelalak dalam keterkejutan, dan wajahnya mulai berubah merah padam. Ia ingin mundur, tapi tubuhnya tidak bergerak. Seakan ada energi tak terlihat yang menahannya di tempat.
Sementara itu, Ha Joon menatapnya dalam-dalam. Tatapannya bukan main-main, bukan pula penuh nafsu. Tapi lebih pada … bingung. Seolah pria itu sendiri tak percaya bahwa dia melakukannya. Bahwa dia tak mundur, tak menolak. Bahwa dia bahkan tak ingin berhenti.
Lalu, suara terbatuk pelan dari arah Jin young memecah keheningan.
"Permainannya sudah selesai," ucapnya sambil tersenyum jahil.
"Kalian boleh berhenti sebelum yang lain pingsan karena menahan napas terlalu lama."
Sorak sorai dan tepuk tangan langsung terdengar di seluruh ruangan. Beberapa orang bersiul menggoda, yang lain tertawa kecil, dan sebagian lagi, termasuk Minji menatap ke arah Ruby dengan pandangan yang jelas tidak senang. Bisa-bisanya dia perempuan itu merasakan bibir dari laki-laki nomor satu perusahaan. Minji sangat tidak senang.
Ha Joon perlahan menarik tubuhnya menjauh, kembali duduk tegak. Ia menyeka ujung bibirnya dengan jari telunjuk, tanpa ekspresi. Namun sorot matanya tak bisa menipu. Masih ada sesuatu yang tertinggal dalam tatapannya, dan Ruby melihatnya dengan jelas.
Sementara Ruby dengan cepat menunduk, menyembunyikan wajah yang kini terasa panas luar biasa. Tangannya gemetar ringan, dan napasnya masih belum stabil. Ia merasa seperti baru saja lari sprint sejauh lima kilometer.
Ha Joon bangkit dari duduknya. Ia meletakkan mangkuk kosong ke meja dengan pelan, lalu berbalik dan pergi dari sana, ke arah tendanya yang tersendiri, jauh dari tenda-tenda karyawan. Semua orang memperhatikan kepergiannya, tapi tak ada yang berani berkata apa-apa. Aura yang mengelilinginya terlalu kuat.
Ruby duduk terpaku, masih mencoba memahami apa yang barusan terjadi. Sena meraih lengannya, mengguncangnya pelan sambil menahan tawa.
"Kau dan Ha Joon … Hampir!" bisiknya antusias.
"I ... Itu cuma permainan," jawab Ruby terbata.
Sena menggeleng.
"Itu bukan cuma permainan, Ruby. Kau lihat sendiri, kan? Dia bisa saja menolak. Tapi dia tidak. Aku sudah memperhatikannya saat di acara gathering malam itu, tatapan padamu sangat dalam."
Ruby menggigit bibir bawahnya. Sena tidak tahu kalau sebenarnya itu adalah tatapan kebencian yang penuh dendam, bukan tatapan dalam yang memiliki perasaan suka.
Sementara itu, Jin young menghampiri Ha Joon yang duduk di kursi depan tenda, memandangi langit malam yang penuh bintang. Pria itu menyodorkan kaleng minuman dingin pada sahabatnya.
"Minumlah. Kau butuh menenangkan diri."
Ha Joon mengambil minuman itu tanpa banyak bicara. Ia membuka kalengnya dan menyesap sedikit. Pandangannya masih tertuju ke depan, tapi pikirannya melayang ke arah Ruby. Wanita itu masih terlihat dalam pandangannya meski jaraknya jauh dari tempatnya berada.
"Kenapa kau melakukan itu?" tanyanya pelan.
"Melakukan apa?" Jin young pura-pura tidak mengerti.
"Dare itu."
Jin young tertawa kecil.
"Kau tidak menikmatinya?"
Ha Joon mengerutkan alis.
"Bukan itu maksudku. Kau ingin mengujiku bukan?"
"Tapi kau tidak menolak."
Ha Joon terdiam. Ia tahu itu benar. Ia bisa saja berdiri, mengangkat tangan dan keluar dari permainan bodoh itu. Tapi ia tidak melakukannya. Kenapa? Karena dia sendiri penasaran apakah detak jantungnya yang berdetak masih sama dengan saat ia menyukai gadis itu dulu atau tidak.
Ternyata masih sama. Wanita yang dia benci sekarang, ternyata masih dia cintai. Wanita yang ingin dia jatuhkan karena pernah sangat menyakitinya dulu, berhasil membuat perasaannya bingung. Dia di lema. Antara memilih melupakan dendamnya, atau melupakan semuanya dan memulai kembali dari awal. Tapi dia takut ... Dia takut di sakiti lagi oleh wanita yang sama.
"Akui saja Joon-ah." Jin young menepuk puncaknya.
"Kalau kau mencintainya."
Ha Joon tidak bicara apa pun, hanya diam. Pikirannya di penuhi dengan Ruby dan apa yang harus ia lakukan terhadap gadis itu.
Beberapa detik berlalu tanpa suara. Hanya bunyi desiran angin malam yang menggesek dedaunan, menambah sunyi percakapan yang tertahan. Ha Joon menatap kaleng minuman di tangannya, namun isi pikirannya masih berputar-putar, kacau, dan tak tertata. Wajah Ruby muncul di setiap sela pikirannya, terutama ekspresi terkejut dan gugup wanita itu saat bibir mereka nyaris bersentuhan.
"Kalau kau tak segera jujur pada dirimu sendiri," ujar Jin young pelan,
"Kau akan kehilangan dia sekali lagi."
Ha Joon memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam-dalam. Ucapan Jin young menancap dalam. Ia memang belum benar-benar memaafkan, belum bisa menghapus luka masa lalu. Tapi, ia juga sadar kalau perasaan itu belum mati.
Di sisi lain, Ruby berdiri pelan dari tempat duduknya. Ia berjalan menjauh dari keramaian menuju pinggir danau kecil tak jauh dari perkemahan. Langit malam cerah, bulan menggantung penuh. Pantulannya jatuh di permukaan air, menciptakan kesan tenang, berkebalikan dengan apa yang ia rasakan.
Tangannya menggenggam erat sisi jaket milik Ha joon, menahan dingin yang tiba-tiba menyergap. Bukan karena suhu udara, tapi karena kegelisahan dalam dadanya. Kenapa Ha Joon tidak menolak? Kenapa dia membiarkan semuanya terjadi? Apakah benar, seperti yang dikatakan Sena … bahwa mungkin ada sesuatu di balik tatapannya? Bukan tatapan benci, tapi ...
Ruby memejamkan mata, berusaha mengendalikan detak jantungnya yang belum juga tenang. Ia terlalu takut berharap, takut mengartikan sesuatu yang mungkin sebenarnya tidak berarti apa-apa. Tapi, perasaan itu … terlalu nyata.
Tiba-tiba, langkah kaki terdengar di belakangnya. Saat Ruby hendak menoleh ke belakang, tiba-tiba ia merasa seseorang mendorongnya kuat sebelum ia berhasil menatap ke belakang. Tubuh Ruby melayang jatuh ke dalam danau kecil itu.
Tubuh Ruby tercebur ke dalam air dengan bunyi cipratan keras, menggema di antara keheningan malam. Rasa dingin menyentaknya, menusuk hingga ke tulang. Ia berusaha berenang ke atas, tapi jaket tebal dan rasa panik membuat gerakannya tak terkoordinasi. Ia megap-megap, matanya mencari bantuan, tapi cahaya bulan hanya memantulkan bayangannya sendiri di permukaan air.
Langkah kaki itu menghilang. Siapa pun yang telah mendorongnya, orang itu pergi tanpa suara. Meninggalkan Ruby yang sekarang berjuang untuk tetap mengapung di air yang dingin dan dalam.
Terima aja ngajakan hajoon menikah ruby selama ini diam-diam mencintai hajoon....
hajoon pria bertanggungjawab sangat tulus mencintaimu..
Cinta hajoon buat ruby sangat besar drpd kebenciannya dan dendamnya, cinta dan benci beda tipis...
lanjut thor...
semangat sll......
sehat sll....
bilang aja..
ayo kita nikah..
hahahhaha
kira" kapan Ha Joon akan tau kalau Ruby udah gk jadi pianis lagi ya,,,
jangan dulu bawa Ruby pulang ya
biarkan kalian berduaan dlu, 😅😅😅