NovelToon NovelToon
Endless Legacy

Endless Legacy

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy / Cinta Beda Dunia / Teen School/College / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Elf
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Rivelle

Kathleen tidak pernah menyangka bahwa rasa penasaran bisa menyeret hidupnya ke dalam bahaya besar!

Semua berawal dari kehadiran seorang cowok misterius di kelas barunya yang bernama William Anderson. Will memang selalu terkesan cuek, dingin, dan suka menyendiri. Namun, ia tidak sadar kalau sikap antisosialnya yang justru telah menarik perhatian dan membuat gadis itu terlanjur jatuh hati padanya.

Hingga suatu hari, rentetan peristiwa menakutkan pun mulai datang ketika Kathleen tak sengaja mengetahui rahasia siapa William sebenarnya.

Terjebak dalam rantai takdir yang mengerikan, membuat mereka berdua harus siap terlibat dalam pertarungan sesungguhnya. Tidak ada yang dapat mereka lakukan lagi, selain mengakhiri semua mimpi buruk ini sebelum terlambat!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rivelle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

28 - Toko kue.

-Kathleen-

Sudah hampir tengah hari, tapi suasana masih tampak mendung karena kehadiran awan kelabu yang menggantung rendah di ujung cakrawala. Aku hanya duduk termenung, memandang kaca jendela kamarku yang berembun sembari sesekali menoleh ke arah jam weker di atas nakas.

Setelah turun salju lebat tadi malam, high school pun akhirnya ditutup untuk sementara waktu. Well, ini adalah berita yang bagus. Bertemu dengan William di sana hanya akan membuat mataku semakin bertambah sembab. Benar-benar konyol. Rasanya kuingin mentertawakan diriku sendiri karena telah menangisi cowok itu semalaman seperti orang bodoh.

Mom tiba-tiba menerobos masuk ke dalam kamarku. “Kathleen, apa kau melihat ayahmu?”

Aku mengangkat bahu. “Entahlah, Mom. Kurasa dia sedang pergi ke kompleks tetangga sebelah untuk meminjam sekop. Dad tadi sempat mengeluh padaku kalau pintu garasinya rusak gara-gara terjebak salju,” kataku kemudian bergelung dalam selimut.

“Ah, baiklah. Kalau begitu aku ingin pergi ke luar dulu sebentar. Tolong kau jaga rumah baik-baik, ya?”

Aku menyingkap selimutku lagi. “Memangnya, kau mau pergi ke mana, Mom?” tanyaku penasaran.

“Besok Bibi Jossie akan kembali ke Los Angeles. Jadi, hari ini aku berniat ingin membelikan suvenir sebagai oleh-oleh untuknya.”

“Oleh-oleh?”

“Yeah, kenapa? Kau mau ikut?” ajaknya seraya kembali berjalan ke luar pintu.

“Hmm, boleh juga. Sepertinya menyenangkan,” kataku lalu bergegas turun dari kasur, meraih mantel serta sepatu bot hitam kesayanganku.

Tadinya, aku dan Mom berencana ingin pergi membeli suvenir di Uniqlo—salah satu store yang terletak di tengah pusat kota. Namun, ibuku baru ingat kalau minggu lalu ia dan Bibi Jossie ternyata sudah pernah berbelanja ke sana. Kami pun terpaksa mencari tempat lain. Dan setelah berkeliling cukup lama, ujung-ujungnya Mom malah tidak jadi membeli suvenir—ia memutuskan untuk membeli kudapan saja di salah satu toko kue yang berada di Newburry St.

Menurutku, tempat yang memiliki wewangian paling sedap selain kedai kopi tentunya adalah toko kue. Begitu menginjakkan kaki di balik pintu masuk, aroma lezat dari berbagai jenis menu kudapan di sini langsung merasuk ke dalam rongga paru-paruku. Wangi manis vanili yang merebak di setiap penjuru ruangan membuat perutku jadi keroncongan sekarang.

“Halo! Apa kabar, Mr. Thompson?” sapa Mom pada seseorang yang tengah berdiri di depan meja kasir.

“Kabarku baik, Mrs. Watson!” balasnya sembari menyunggingkan senyum ramah. “Ada yang bisa kubantu?”

Mom mengetuk-ngetuk dagunya sembari melihat ke arah etalase yang dipenuhi oleh beraneka macam kue-kue cantik. “Aku ingin memesan dua loyang cheesecake, tiga baguette, dan juga beberapa kue pastri yang masih renyah.”

“Baiklah. Apakah masih ada lagi?”

“Umm, sebenarnya aku ingin mencari kudapan yang cocok dijadikan sebagai oleh-oleh untuk kerabatku. Apa kau bisa merekomendasikannya?”

“Tentu saja. Aku akan dengan sangat senang hati merekomendasikannya untukmu.” Ia mengambil buku menu di sisi meja kemudian menunjukkannya pada Mom. “Mungkin kau bisa melihat-lihat terlebih dahulu sebagai bahan pertimbangan. Aku punya cukup banyak menu kue dari berbagai daerah. Tapi kalau kau memang mau menjadikannya sebagai oleh-oleh, lebih baik pilihlah salah satu jenis kudapan yang khas dari kota kita.”

“Oh, kalau begitu, boleh aku tahu kau punya kue apa saja di sini?”

Ia mengangguk, membuka ke halaman berikutnya dan menunjuk salah satu gambar. “Aku punya Boston Cream Pie. Kurasa kue ini adalah kudapan yang paling cocok jika dibandingkan dengan menu-menu yang lain. Kue dari Massachusetts ini sudah resmi menjadi makanan penutup sejak tahun 1996.”

“Wah, kelihatannya menarik.”

“Yeah. Hari ini aku juga baru membuatnya lagi karena termasuk salah satu menu spesial.”

Sesudah mendengar banyak rekomendasi dari Mr. Thompson, Mom pun akhirnya sepakat dengan memilih Boston Cream Pie dengan tambahan cannoli dan puding cokelat sebagai oleh-oleh untuk Bibi Jossie besok. Kurasa adik perempuan dari ibuku ini juga akan menyukai kudapannya karena ia adalah pecinta makanan manis, terutama cokelat.

“Apa kau punya dessert ala Prancis, Mr. Thompson?” tanyaku pada pria yang memiliki tampang ramah dan penyabar ini.

“Nah, kebetulan sekali. Khusus di minggu ini aku juga sedang membuat banyak menu spesial dessert ala Prancis. Kau bisa pilih mana pun yang sesuai dengan seleramu,” balasnya.

Aku tersenyum lebar. Kemudian, melirik ibuku. “Mom, kau akan membelikannya untukku, bukan?”

“Ya, tentu. Pilih saja yang kau suka.”

“Okey.”

Di saat aku sedang asyik memilih kue, lonceng kecil yang terpasang di pintu masuk tahu-tahu berbunyi—menandakan ada pengunjung lain yang datang ke toko kue bernuansa klasik ini. Entah mengapa eskpresi wajah Mr. Thompson tiba-tiba saja terkejut bukan main. Refleks aku dan Mom pun sama-sama ikut menengok ke arah pintu masuk.

“Wi-William?” gumamku ketika melihat orang yang datang kemari ternyata adalah cowok itu.

Ia menoleh dan juga sedikit terkejut melihatku ada di sini.

Untuk beberapa saat, kami berdua hanya tertegun—saling menatap bingung satu sama lain. Aku sendiri tercengang melihat penampilan Will yang benar-benar berantakan. Sekujur tubuhnya penuh luka dan memar. Jaketnya juga robek tak karu-karuan. Entah apa yang sudah terjadi padanya barusan.

“William, kau dari mana saja semalaman tidak pulang?” tanya Mr. Thompson seraya buru-buru keluar dari meja kasir untuk menghampirinya.

Aku membuang muka ke sisi lain.

“Eh ... maafkan aku, Paman. Baterai ponselku habis. Jadi, aku belum sempat memberitahumu kalau aku menginap di rumah teman tadi malam,” jelasnya agak terbata-bata.

“Lalu ini kenapa? Apa yang sudah terjadi denganmu?” Ia menunjuk lecet-lecet yang ada pada wajah Will.

“Kau tidak usah khawatir. Kemarin aku hanya sedikit mengantuk saat berkendara.”

“Jangan dianggap sepele begitu, William! Kau tahu, itu sangatlah berbahaya ....” Matanya membulat seraya menatap serius. Ia menghela napas gusar lantas menoleh pada Mom. “Maaf, Mrs. Watson. Sepertinya, aku harus keluar dulu untuk membeli obat. Apa tidak masalah jika kau menunggu di sini sebentar?”

“Ya, tidak masalah sama sekali. Keponakanmu jauh lebih penting sekarang.”

“Paman, kau tidak perlu repot-repot. Lukaku sudah diobati,” sela Will berbicara.

“Sudah jangan banyak memprotes. Aku tidak pernah merasa direpotkan olehmu,” jawab Mr. Thompson. Ia lalu mengucapkan terima kasih pada ibuku dan bergegas meraih kunci mobilnya untuk pergi mencari toko obat terdekat di sekitar sini.

Will pun menaruh ranselnya di dekat pintu. “Mohon maaf. Kalau begitu, biar aku saja yang akan menyiapkan pesananmu, Mrs. Watson,” usulnya merasa tidak enak hati.

“Tidak apa-apa, William. Aku bisa menunggu. Kau beristirahatlah. Lukamu harus segera diobati,” balas Mom pengertian. “Oh ya, Kathleen. Aku baru ingat kalau persediaan minyak wijen di rumah kita sudah habis.”

“Lalu?”

“Hm, sembari menunggu Mr. Thompson kembali, sebaiknya aku pergi ke swalayan dulu supaya lebih menghemat waktu. Kau tunggu di sini saja. Jangan kemana-mana!”

“Mom, tapi—”

“William, aku titip putriku sebentar, ya? Maaf, karena sudah ikut merepotkanmu ....”

Aku memutar bola mata. “Tidak perlu berlebihan, Mom. Aku bukan anak kecil lagi,” kataku memasang raut cemberut.

Ia terkekeh pelan. “Baiklah, aku pergi dulu. Tidak lama, kok.”

“Pastikan juga agar tidak ada barang lain yang ketinggalan.”

“Yeah. Tentu saja,” balasnya kemudian melangkah keluar dari sini.

1
🐌KANG MAGERAN🐌
mampir kak, semangat dr 'Ajari aku hijrah' 😊
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
ceritanya bagus, tulisannya rapih banget 😍😍😍😍
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐: punya ku berantakan, ya ampun 🙈
𝓡𝓲𝓿𝓮𝓵𝓵𝓮 ᯓᡣ𐭩: makasih kaa~/Rose/
total 2 replies
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
/Scare//Scare//Scare/
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
ya ampun serem banget
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
. jadi ikut panik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!