Kejadian pada masa lalu diramalkan akan kembali terjadi tidak lama lagi. Tuan kegelapan dari lautan terdalam merencanakan sesuatu. Enam sisi alam dunia mitologi sedang dalam bahaya besar. Dari seratus buku komik yang adalah gerbang penyebrangan antara dunia Mythopia dan dunia manusia tidak lagi banyak yang tersisa. Tapi dari sekian banyak kadidat, hanya satu yang paling berpeluang menyelamatkan Mythtopia dari ramalan akan kehancuran tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fredyanto Wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 9: Welcome To Mythtopia!(Part 2)
"Aku Asha! Komandan langit dari alam peri," Yang bersayap kuning bertabur terang gliter memperkenalkan diri. Lalu yang memiliki kuda unicorn kecil itu bernama Harper, dengan kudanya tadi yang bernama Ruby.
"Dan aku Delphine!" Si ketua OSIS ikut bergilir memperkenalkan diri. "Aneh rasanya harus memperkenalkan diri kalau kalian memang sudah tahu siapa aku!"
Sedikit canda dari Delphine memuat suasana hangat. Rasa tegang Melody mulai meredah. Begitu juga dengan Abigail. Tapi disaat mereka semua tertawa karena kalimat terakhir dari Delphine tadi, Abigail, tertawa dengan canggung. Senyumnya agak ragu. Seperti sedang menahan sesuatu. Mungkin karena dia yang tidak bisa ke mana-mana dengan tempat yang tidak dikenalnya, dan apalagi Delphine di sana bersamanya.
Abigail sedang terus memikirkan sesuatu.
Banyak yang bisa dijelaskan oleh si Delphine. Tapi itu semua akan terjelaskan ketika mereka semua sudah berada di tempat yang tepat. Tepat tidak jauh dibelakang mereka ada perbukitan tinggi yang membatasi antar wilayah.
Di sana terdapat sebuah pintu besar yang hampir sepenuhnya tertutupi daun-daun tanaman rambat. Pintu masuk.
Mereka menyebutnya sebagai pintu rahasia. "The Seceret Door !"
Jadi mereka mulai menuju ke sana. Tapi sebelum itu ada yang harus dilakukan Delphine terlebih dahulu. Dia meminta Harper dan Asha untuk manahan Abigail. Keduanya lalu menurut dan memisahkannya dari Melody.
Abigail tidak akan diapakan. Delphine baru teringat dan hanya berusaha menyelesaikan tugasnya yang seharusnya sudah selesai dari hari kemarin. Yaitu pelayanan pada rambut Abigail.
Secara ajaib... sebuah gunting muncul dipegangnya. Chap! Chap!
"Sekarang kau tidak bisa lari dariku lagi, Abigail!" Ekspresi nya berubah tajam. Fokus lurus... Mulai melangkah mendekatinya.
"Tidak tidak tidak! Aku mohon jangan!" Abigail begitu memohon kepadanya untuk tidak mengapa-apakan rambutnya. Bahkan dia terlihat seperti hampir menangis. "Aku belum lama menyalonnya!"
"Um, Delphine... Aku rasa itu tidak perlu, " Melody juga jadi ikut was-was. Khawatir kalau Delphine akan melakukan sesuatu yang buruk kepada sahabatnya.
"Oh tidak tenang saja! Jangan khawatir, ini tidak akan sakit!" Sahut Delphine tanpa menoleh menatap Melody. Terus mendekati Abigail dengan gunting yang beberapa kali dimainkannya lagi.
"Tidaaaaaak!" Teriak panjang Abigail sambil tidak mau melihat. Untuk sesaat berpikir seakan hidupnya akan berakhir, tapi Abigail kemudian heran ketika Delphine mengatakan "Sudah!"
"Hah?!"
Kembali membuka matanya... dirinya lalu memandang rambutnya sendiri melalui cermin yang dimunculkan secara ajaib hanya dengan satu jentikan jari oleh si Delphine. Membiarkan Abigail melihat hasil dari makeover-nya.
Dan tidak disangka oleh si Abigail kalau ternyata hasilnya sangat indah. Dia menyukainya. Bahkan warna hijau pada rambutnya kini terlihat lebih indah dan berkilau. Ditambah beberapa pernak-pernik deretan mutiara menghiasi lengkap model rambutnya.
Melody juga tidak menyangka dengan hasilnya. Diri Melody melihat langsung bagaiman cara Delphine melakukannya. Sulit dicerna dengan logika. Tapi setidaknya sekarang Melody tahu kenapa Delphine dapat menata atau merombak rambut dengan waktu yang begitu singkat.
Sesuatu yang ajaib seperti semacam sihir.
"Bagaiamana kau...," Melody penasaran bagaimana Delphine melakukannya. Dan dari mana keahliannya itu.
"Meh! Ini salah satu keahlianku!" Sahutnya sederhana. Mengedikan tubuhnya pede dengan satu tangan santai di pinggang.
Abigail mengira rambutnya akan menjadi buruk. Ternyata tidak. Mengingat yang terjadi dengan murid-murid lainnya. Tapi Delphine meluruskan kesalahpahamannya. Bagi mereka yang rambutnya dibuat jelek itu karena mereka adalah murid-murid yang sedang bermasalah atau dalam kasus tertentu. Jadi Delphine menghukumnya dengan cara seperti itu.
"Ouh?!" Delphine tersengal kejut. Tidak menduga... Dirinya tiba-tiba langsung dihampiri dan dipeluk oleh si Abigail. Kedua tangannya terkunci.
"Terimakasih! Maaf aku salah menilaimu!" Ucap Abigail sambil terus memeluk erat Delphine. Hampir tidak mau melepaskannya walaupun Delphine sendiri mulai merasa tidak nyaman.
"Iya Iya! Kumohon jangan berlebihan. Aku Klaustrofobia!" Balasnya.
"Ups... Maaf!" Abigail tersadar dan lekas melepas pelukannya. Menjaga jarak.
Selesai pada urusan rambut... Delphine dan dua lainnya menuntun Melody dan Abigail ke tempat yang dimaksud. Berjalan menuju pintu rahasia yang sempat ditunjuk dari kejauhan.
…
…
Tapi belum langkah mereka jauh...
Mereka samar mendengar suara teriakan panjang. Dan semakin terdengar jelas.
"Kalian dengar itu?!" Asha terpancing. Kepalanya menoleh-noleh mencari asal suara. Yang lainnya pun juga ikut mencari. Dan ketika Delphine berpaling mengecek arah belakangnya... Atau lebih tepatnya pada arah langit-langit...
"Oh tidak...," Bahunya menurun lemas. Delphine bisa melihat Theo terjun jatuh dari ketinggian. "Kau pasti bercanda!"
"Apa?! Jadi kau mengajak Theo juga?!" Melody juga bisa melihat apa yang sedang dilihat Delphine. Yang lainnya juga ikut memperhatikan.
"Dia seharunya tidak berada disini! Bastet nanti pasti protes kepadaku!" Jawab Delphine.
"Bastet siapa?!" Abigail mendengar. Kepalanya miring memandang Delphine dari balik punggung.
"Haruskah aku memberikannya pendaratan empuk?!" Harper menyarankan. Tapi Delphine bilang itu tidak perlu. Tentu saja bukan berarti dia membiarkan Theo begitu saja jatuh dan akan pecah berhamburan seperti balon berisi air. Yang dimaksud adalah, dirinya saja yang akan menolongnya.
Jadi dia akan memulai.
"Perhatikan," bisik Asha ke dekat telinga Melody dan Abigail. Berdiri di antara mereka_ kedua tangannya merangkul kait ke masing-masing bahu mereka berdua.
Melody dan Abigail pun fokus memperhatikan lurus kedepan.
Pada tangan Delphine... Muncul sebuah trisula besar. "Jangan tiru ini dirumah!" Selip ucapnya kepada mereka yang berdiri di arah belakang punggungnya, dengan senyum miring percaya diri dan mengedipkan sebelah matanya.
Dia lalu memanfaatkan air dari danau yang barada tidak jauh di sekitar sana. Delphine mengendalikan air itu dengan trisula yang dipegangnya. Membentuknya menjadi arus yang bergerak berputar di udara sampi benar-benar semakin tinggi dan besar.
Ditengah Delphine melakukan aksi menganggumkan itu, Asha sedikit curhat kalau sebenarnya... dirinya ingin menjadi seperti Delphine, tapi alangkah disayangkannya tenyata dirinya terpilih untuk masuk dalam alam peri.
Tapi dia menerimanya. Lagi pula cukup menyenangkan menjadi peri bersayap yang tinggal di rumah pohon.
"Dapat!" Seru Delphine. Dengan itu Theo dapat ditangkapnya.
Tapi Delphine tidak mau menurunkannya. Setidaknya tidak di sana. Dia akan menurunkannya di tempat lain. Mengubah arus air yang dikendalikannya menjadi bola air yang menutup mengrung Theo di dalamnya.
Walaupun suara Theo terdengar seperti tenggelam di dalam sana, tapi tenang saja! Dia tetap dapat bernafas karena Delphine hanya membuat air itu di sekeliling tubuhnya. Jadi Theo aman.
Untuk sekarang Delphine tidak ada waktu untuk mengurusnya. Jadi dirinya mau tidak mau harus memindahkan Theo dengan keahlian teleportasi airnya.
Sebenarnya masih cukup beresiko karena Delphine masih berusah menyempurnakan trik yang satu itu tapi... yasudah lah. Setidaknya kali itu kebetulan berhasil. Setelah air itu pecah berhamburan... Theo sudah tidak lagi berada di sana. Yang berarti dia sudah berpindah ke tempat yang diinginkan Delphine.
Syukurlah! Tapi Delphine tidak akan pernah lupa mengenai yang pernah terjadi sebelumnya. Pernah mencoba trik itu dengan patung gnome taman, tapi dirinya malah membuatnya hancur berkeping-keping.
Delphine menggigit bibir karena itu. Tidak bisa terbayang seberapa mengerikan jika itu sampai terjadi dengan orang secara nyata.
"Tunggu dulu... Apa berarti kau...," Melody mulai menyadari, setelah memperhatikan beberapa keahlian Delphine. Termasuk trisula yang dimunculkannya.
"Apa Aku Mermaid?! Ya! Tentu saja!" Jawabnya jujur. "Tapi keahlianku belum seberapa dibandingkan rekan-rekanku yang lain!"
Masih banyak yang harus dipelajari dan disempurnakannya.
Delphine juga memberi tahu kalau Melody dan Abigail akan mendapatkan kemampuan mereka masing-masing. Tapi mereka tidak bisa memilih ingin menjadi siapa dan ingin berada di sisi alam mana.
Akan ada pihak lain yang menentukannya. Tapi dia bukan sesosok yang sembarangan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...