NovelToon NovelToon
PEMERAN PEMBANTU

PEMERAN PEMBANTU

Status: tamat
Genre:Romantis / TimeTravel / Petualangan / Tamat / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Masuk ke dalam novel / Penyeberangan Dunia Lain / Fantasi Wanita
Popularitas:7.9M
Nilai: 4.9
Nama Author: Mira Akira

Ia mengalami kematian konyol setelah mencaci maki sebuah novel sampah berjudul "Keajaiban Cinta Capella". Kemudian, ia menyadari bahwa dirinya menjelma menjadi Adhara, seorang tokoh sampingan dalam novel sampah itu.

Sayangnya, Adhara mengalami kematian konyol karena terlibat dalam kerusuhan.
Kerusuhan itu bermula dari Capella, si tokoh utama yang tak mau dijadikan permaisuri oleh kaisar.

Demi kelangsungan hidupnya, ia harus membuat Capella jatuh cinta dengan Kaisar Negeri Bintang. Kesulitan bertambah saat terjadi banyak perubahan alur cerita dari novel aslinya.


Mampukah ia mencegah kematiannya sebagai Adhara, pemeran pembantu dari dunia novel yang berjudul "Keajaiban Cinta Capella"?

"Mungkin ini hanya jalan agar kita bisa bertemu lagi, dan saling mencintai dengan cara yang lebih bahagia."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mira Akira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

JEPIT RAMBUT AGENA 3: AKU DATANG UNTUK MATAKU

“Aku tahu kau akan datang.”

Adhara terjebak dalam kebingungan. Tanpa sadar ia memundurkan tubuhnya, mencoba menjauh dari kasur. Dengan keras, Adhara mencengkeram jepit rambut untuk mengatasi ketakutannya.

Namun hal ini… Apakah benar-benar nyata?

“Aku…”

Dalam kebingungan, Adhara tak bisa melanjutkan perkataannya. Ia tak tahu apa yang harus ia katakan dalam situasi ini. Tiba-tiba ia disentil oleh seorang bocah albino, dan ia sampai di hadapan Agena Centauri.

Hal ini benar-benar tidak ilmiah. Apa dia benar-benar berteleportasi?

“Aldebaran,” lanjut Agena pelan.

Huh?

Agena tersenyum tipis, “Kalau tidak salah, orang itu memberi nama yang seperti itu untukmu.”

Apa maksudnya?

Tep…

Adhara mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Ia segera menoleh dan lagi-lagi ia didera oleh ketakutan yang mendalam.

Baginya, masuk ke tubuh Adhara ialah suatu fenomena yang tak bisa dijelaskan secara ilmiah. Setelah itu, ada banyak hal yang terjadi. Itu juga tak ilmiah.

Kemudian, ini…

Sosok anak laki-laki berambut hitam segelap malam tengah berdiri tegap di belakang Adhara. Mata anak itu pun segelap rambutnya, luka tipis di alisnya membuat Adhara bisa mendadak ingin memencet tombol untuk menjawab.

Bukankah ini kaisar?

Lebih tepatnya, ini ialah Aldebaran yang masih kecil. Rasanya cukup aneh melihat Aldebaran di wujudnya yang masih sangat muda. Meskipun Aldebaran kecil juga tetap beraura kelam, tetapi dengan pipi gempal seperti itu Adhara mendadak gemas.

Rupanya kaisar pernah jadi imut juga ya.

“Sudah lama sekali ya? Aku hanya pernah melihatmu ketika kau masih bayi. Sekarang kau sudah cukup besar, dan berani menatapku dengan tajam,” Agena tersenyum sambil menatap Aldebaran yang berdiri jauh di sudut ruangan.

Adhara akhirnya tahu mengapa wajah Aldebaran selalu dingin dan jarang tersenyum. Kelumpuhan otot wajahnya dikarenakan kebiasaannya dari kecil.

Ekspresi tajam Aldebaran terlihat tak cocok dengan usianya yang sangat muda, apalagi ditambah dengan pipi gempalnya itu.

Tetapi, Aldebara ini tetap saja tiang listrik. Di usianya yang 10 tahun, tingginya sudah sama dengan ibunya sendiri, Agena Centauri.

Dan yang lebih penting lagi adalah mereka tak menyadari kehadiran Adhara di sini.

Adhara memperhatikan dirinya sendiri. Ia akhirnya menyadari bahwa keberadaannya saat ini terlihat seperti kabut.

Apa dia sedang berada dalam mimpi, atau ia pergi ke masa lalu?

“Bukankah orang itu melarangmu untuk datang ke istana ini? Ini adalah istana berhantu. Hanya ada jiwa-jiwa tak tenang di sini.”

Agena masih berbicara sendiri, sambil menatap Aldebaran dengan tatapan tak terbaca.

"Ah, aku lupa. Kau itu lebih cerdas dari anak lainnya. Kau tak akan percaya tanpa kau melihat sendiri."

Ia memperhatikan Aldebaran dengan lekat, “Kau benar-benar mirip orang itu.”

Keheningan menyita di antara mereka. Cahaya matahari semakin meninggi, dan menyinari rambut Agena dengan cara yang sangat memukau. Seolah matahari telah menyatu dengan rambut keemasannya.

Aroma bunga tercium bersama hembusan angin yang masuk melalui jendela ruangan. Agena sangat cantik seperti matahari.

Aldebaran menatap perempuan yang melahirkannya dengan tajam, seperti ingin merobeknya dengan kuat. Namun Aldebaran kecil itu tak setegar Aldebaran yang biasanya. Bahu Aldebaran kecil ini terlihat sedikit gentar.

Aldebaran kecil itu tak serta merta menjadi seorang kaisar yang sekarang, jika ia tak pernah melewati ini.

Kerapuhan muncul di mata tajam itu. Pisau yang terlihat berkilau tajam, namun sebenarnya kilau itu hanya air yang tergenang.

Adhara tiba-tiba ingin memeluk Aldebaran kecil dan mengatakan, “Tidak apa-apa.”

“Kau tahu…”

Agena memainkan ujung rambutnya yang kering, “Aku sangat membenci orang itu.”

“Aku tahu.”

Itu suara pertama yang Aldebaran kecil keluarkan saat ini. Suara Aldebaran kecil tentu saja masih khas suara anak-anak seusianya.

“Aku juga membencimu,” lanjut Agena sambil memperhatikan Aldebaran kecil.

“Aku tahu.”

Ini ialah pertemuan pertama mereka. Sudah hampir sepuluh tahun, dan mereka baru bertemu sekarang. Tidak adakah sedikit kerinduan Agena untuk Aldebaran?

“Kau kemari untuk membebaskanku?” tanya Agena dengan lemah. Bibirnya yang kerut terlihat bergetar pelan.

“Tidak.”

“Tidak ada yang mengajarimu untuk berbakti?”

“Aku tak ingin berbakti padamu. Tidak juga pada orang itu.”

Agena tersenyum lagi, bahkan kali ini ia sedikit tertawa sebelum menjawab dengan suaranya yang lemah, “Kau memang mewarisi paras orang itu, namun sifatmu sangat berbeda dengannya. Tidak bisakah kau berbicara manis? Nanti ketika kau dewasa, kau perlu bicara manis untuk menarik gadis yang kau cintai.”

“Aku datang untuk mataku.”

“Aku belum mengeluarkannya. Bukankah kau sangat pendendam? Kau adalah pewaris tahta Negeri Bintang, setidaknya kau harus tahu yang namanya memaafkan. Agar kau menjadi lebih bijaksana dan berpikiran terbuka.”

Aldebaran kecil terlihat merenung.

“Ada apa?” tanya Agena ketika melihat ekspresi Aldebaran yang bingung.

“Ini pertama kalinya aku dinasihati oleh seseorang.”

Suara tawa halus Agena terdengar lagi, “Aku tak berniat menasihatimu. Lagipula nasihat apa yang bisa kau dapatkan dari seorang seperti aku. Aku bisa menjerumuskanmu ke dalam neraka.”

Adhara memperhatikan sepasang ibu dan anak ini dengan miris. Ini menjadi lebih menyedihkan karena Adhara tahu perbincangan ini hanya ada untuk menorehkan luka. Tak ada satu di antara mereka yang tahu bagaimana cara mengakhiri perbincangan mereka.

“Aku tak akan mengikuti nasihatmu,” ucap Aldebaran tegas.

Agena kembali berbaring di kasurnya. Bersikap seolah akan kembali tertidur. Mengabaikan Aldebaran yang masih berdiri tegak di sudut ruangan.

“Kemarilah.”

Aldebaran tak bergerak dari tempatnya.

“Kau tahu, aku sangat benci mengikuti perintah orang lain. Tetapi, aku juga tanpa sadar sering memerintahkan orang lain. Aku memerintahkan seorang pelayan untuk memberiku minuman yang bisa mengeluarkan janin yang ada di perutku. Mereka tak mau menurutiku.”

Agena berbicara sambil memejamkan matanya, “Aku terus memaksa mereka, dan nyaris menelan pedang agar bisa mati tanpa menanggung itu semua.”

Aldebaran masih tak bergerak dari tempatnya. Namun kali ini Adhara menyadari bahwa Aldebaran tak sendiri. Ada seseorang yang dilapisi oleh kegelapan, berdiri di belakang Aldebaran.

Seorang bayangan yang tak bisa Adhara lihat sosoknya dengan jelas.

Adhara tanpa sadar menggelengkan kepalanya.

Jangan. Jangan. Jangan.

“Tetapi, kematian tak pernah datang untuk membebaskanku,” Agena membuka matanya. Menatap datar ke atas seolah melihat sesuatu yang sangat menarik di sana.

“Aku hanya ingin kau membayar atas luka yang kau berikan padaku.”

Agena melirik Aldebaran, “Kau mau aku bertingkah seperti seorang ibu padamu?”

“Tidak.”

Adhara berlari untuk menghadang Aldebaran yang mendekat ke arah Agena dengan perlahan. Seorang bayangan mengikuti Aldebaran dari belakang, “Ku mohon, jangan! Kau akan menyesalinya!”

Namun sosok Aldebaran tetap berjalan lurus dan menembus Adhara. Bagaimana pun saat ini Adhara hanyalah sebuah sosok yang tanpa raga.

“Jangan. Aku mohon! Yang Mulia, tidak… Aldebaran, aku mohon.”

Bisakah suaranya sampai pada Aldebaran?

Agena tersenyum manis menunggu Aldebaran mendekat padanya, “Aku tak ingin bertingkah layaknya seorang ibu. Tetapi, kau perlu tahu tentang suatu hal. Cinta itu tidak mengekang, Ald…ughhh.”

Jlebb…

Mata Adhara terpaku menatap pemandangan di hadapannya. Air mata mengalir di pipinya, menghantarkan rasa kesakitan yang menumpuk di hatinya.

Itu bukan bayangannya. Itu adalah Aldebaran.

Dalam rumor yang beredar, bayanganlah yang membunuh Agena Centauri. Tetapi, dengan mata kepala Adhara sendiri ia melihat Aldebaran membunuh Agena, orang yang melahirkannya.

Bahkan Aldebaran belum sempat memanggil Agena, seperti anak-anak lainnya memanggil ibu mereka.

Meskipun begitu, Aldebaran ingin membebaskan sang ibu dengan tangannya sendiri.

“Ukhh....”

Air mata jatuh dari sudut mata Agena yang tertutup. Dari sudut bibir Agena yang memucat, darah mengalir menuruni pipinya. Mengalir menuju lehernya yang bergerak karena menahan sakit.

Tangan Agena dengan gemetar terangkat, dan menuju pada wajah Aldebaran yang membungkuk ke arahnya. Berusaha untuk menyentuh wajah putera yang tak pernah ia lihat masa-masa pertumbuhannya.

Tangan Agena dengan gemetar menuju ke arah mata Aldebaran yang berwarna hitam segelap malam. Agena tetap membenci warna mata yang dimiliki oleh Aldebaran, bahkan di akhir hidupnya.

Ia ingin menghilangkan mata itu dari Aldebaran. Menghilangkan anak dari seseorang yang ia benci di dunia ini.

Namun tangannya tak mampu bergerak lebih tinggi untuk mencapai wajah Aldebaran.

Wajah muda Aldebaran terkena percikan darah. Tangannya masih memegang pada ganggang pedang. Tak ada keraguan di matanya. Tatapannya terpaku pada sosok Agena yang kesusahan menarik napas. Ia tak menyingkirkan tangan Agena yang ingin menyentuh wajahnya, namun ia juga tak berniat untuk membantunya.

Adhara terduduk di lantai yang dingin. Kehilangan suaranya sendiri. Ia tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan.

Ia sangat tahu kematian Agena Centauri benar-benar terjadi. Tak ada yang bisa mencegahnya, karena hal itu sudah terjadi saat Aldebaran berusia 10 tahun.

Tetapi, tak bisakah masa lalu berubah?

Tangan Agena akhirnya mencapai wajah Aldebaran. Jari kurus nan pucat milik Agena menyusuri pipi Aldebaran. Kemudian, jari itu sampai ke mata tajam Aldebaran.

Jari kurus itu terlihat bergetar dan lemah. Aldebaran tak menjauhkan jari itu dari matanya, seolah siap matanya dicongkel kapanpun juga.

Adhara menatap bahu rapuh Aldebaran yang masih membungkuk ke arah ibunya sendiri.

Seberapa kuatkah bahu itu untuk tetap bertahan?

Aku tahu ini sangat menyakitkan untukmu. Untuk itu, aku ingin menghentikanmu.Tetapi, masa lalu tak akan bisa diubah. Ini sudah menjadi bagian dari kehidupanmu.

“Aldebaran.”

“Iya.”

Jari Agena menusuk kelopak mata Aldebaran dengan gemetar. Namun sebelum jari itu menekan lebih dalam, jarinya berhenti.

Selalu seperti itu. Sama seperti sebelumnya. Tak akan pernah bisa berubah, sampai kapan pun. Ia tak pernah bisa menghilangkannya, meskipun ia membenci mata itu.

Aldebaran tersentak pelan saat tangan Agena mengusap bekas luka tipis yang Aldebaran miliki. Tak hanya itu, tangan Agena juga mengusap percikan darah yang menempel di wajah muda Aldebaran.

Bibir Aldebaran bergetar, ia perlahan berbisik pada Agena, "Maaf karena sudah merepotkanmu untuk melahirkan anak sepertiku.”

Mata Agena perlahan tertutup sebelum meneteskan air mata terakhirnya. Tangannya yang menyentuh wajah Aldebaran terjatuh pelan, meninggalkan wajah muda yang penuh dengan air mata.

“Kau sudah besar sekarang.”

Sudah berapa banyak anak ini tumbuh besar, Agena tak pernah tahu. Seberapa jauh anak ini menghadapi dunia nantinya, Agena tak akan bisa melihatnya lagi.

Agena tak punya banyak penyesalan. Ia sangat mengharapkan kebebasan ini.

Jika pun ada penyesalan, mungkin hanya karena ia tak bisa mengucapkan selamat atas usia Aldebaran yang bertambah hari ini.

Air mata terakhir Agena mengalir. Mata biru yang indah itu, tak akan pernah terbuka lagi.

Aldebaran melepas pegangannya pada ganggang pedang. Ini adalah pertama dan terakhir kalinya ia melihat orang yang melahirkannya.

Dengan lembut, Aldebaran melepaskan jepit rambut giok berwarna biru berlian dari rambut ibunya. Mencengkeram jepit rambut giok itu, dan tubuh Aldebaran perlahan merendah dan terduduk. Terduduk di samping tubuh Agena yang telah mencapai kebebasannya.

“Hanya untuk hari ini…”

Adhara tahu, Aldebaran tak berbicara padanya, karena Aldebaran tak pernah tahu bahwa dia ada di sana. Aldebaran juga tak berbicara pada sosok yang berdiri di belakang Aldebaran sebagai bayangan.

Aldebaran hanya berbicara pada dirinya sendiri.

“Hanya untuk hari ini. Ku mohon, hanya…. Menangis.”

Kau tak pernah tahu jika aku ada di sini. Tetapi, menangislah hanya untuk hari ini.

Adhara memeluk Aldebaran muda dengan lembut dari belakang. Aldebaran tak akan merasakann kehadirannya, Aldebaran juga tak akan tahu bahwa Adhara kini tengah memeluknya. Namun ia tak bisa meninggalkan Aldebaran sendirian.

Tangan Agena yang tergeletak di kasur dilingkupi oleh tangan Aldebaran. Semua terjadi begitu saja seperti yang sudah diceritakan dalam novel.

Hari itu, matahari yang cerah mendadak dilingkupi oleh awan kelam. Setelah semua air terbendung dalam awan, hujan turun dengan deras membasahi tanah.

Sangat deras, sangat berisik hingga menutupi suara isak tangis terakhir seorang anak untuk ibunya.

***

Dalam sebuah rumah yang sederhana. Hujan juga mengalir dengan deras, membasahi di bagian sudut rumah yang bocor atapnya.

Di dalam keheningan rumah itu, seorang pria dengan rambut abu muda tengah duduk dengan satu kaki terangkat di kursi. Tatapannya yang biasa lembut kini menyelidik.

Suara hujan masih menderu di luar, namun berkat rumah itu, tak ada yang akan tertimpa derasnya hujan.

Ada pengapian kecil di hadapan pria itu. Dengan cepat, pria itu memasukkan lagi kayu bakar agar pengapian itu terus hidup.

Setelah yakin api itu akan bertahan lama, ia membalikkan badannya pada sosok yang berbaring dengan beberapa selimut tebal di tubuhnya.

Kapan sosok ini akan terbangun?

Senyum yang sering tersungging lebar di wajahnya berubah menjadi datar. Matanya menatap hangat pada sosok cantik yang berbaring pada kasur tipis di hadapannya.

Meskipun ia telah memindahkannya dari jalan berdebu ke dalam rumah, tetapi, gadis ini tetap kukuh dalam tidurnya. Apa yang sebenarnya terjadi pada gadis ini?

Pria itu, Sargas Auriga, perlahan mendekati sosok cantik yang tengah berlinangan air mata. Tangannya dengan lembut mengusap air mata yang mengalir di pipi bulat kecantikan itu.

Ia mengerutkan keningnya dengan heran. Dari segi apapun ia melihat, gadis ini terlihat biasa. Tidak ada yang istimewa, selain wajah yang muda dan lembut. Ia sangat tahu bahwa ada seseorang yang jauh lebih cantik dari sosok ini.

Ia perlahan membungkuk, “Adhara.”

***

Hay Hay..

Mohon maaf lahir batin ya teman-teman jika saya ada salah kata, baik dalam penulisan, maupun dalam menjawab komentar teman-teman.

Terima kasih selalu setia dengan cerita ini ya! Semoga kalian tetap diberikan kesehatan, dan tetap semangat menjalani hari-hari kita yang sedang pelik.

See u~

1
Bzaa
semangat terus ya kak
Bzaa
ya ampun ternyata G-star itu serius aihhh
Bzaa
tebakanku satupun gak ada yg bener🥲
Bzaa
visualnya mengingatkan drakor, boybefore flowers, 🫢🫢
Bzaa
sedih banget 😭😭
Bzaa
Luar biasa
🍃🥀Fatymah🥀🍃
dulu pas awal terbit nih novel pernah baca...
cuman kayaknya belum nyampe sini...

Aku dibuat naik turun perasaan bacanya...

nano nano banget inih
🍃🥀Fatymah🥀🍃
dikiranya beli barang kali /Facepalm/
🍃🥀Fatymah🥀🍃
udah ditargetin jadi calon permaisuri rupanya sama si Aldebar /Grin/
🍃🥀Fatymah🥀🍃
yeehhh
pengen jadi kompor rupanya yh nih si Capella
🍃🥀Fatymah🥀🍃
untungnya Regor gk dibawa /Facepalm/
bisa pada heboh nanti mereka
🍃🥀Fatymah🥀🍃
Aldebaran menghukum tangan yang sudah berani menampar gadisnya...
bahkan sampai menculiknya /Smug/
🍃🥀Fatymah🥀🍃
cacar weh
orang zaman dulu mah anggepnya kutukan ya /Facepalm/
🍃🥀Fatymah🥀🍃
anjlog ya kalau berdiri bersanding sama kaisar /Facepalm/
🍃🥀Fatymah🥀🍃
beeehhh
jiwa jiwa ghibahnya mulai tumbuh kembali 😆
🍃🥀Fatymah🥀🍃
Duh Rigel, gitu-gitu juga adekmu loh...
walaupun tubuhnya saja /Facepalm/
🍃🥀Fatymah🥀🍃
baca ulang dari awal /Grin/
Rheny Safitri
ini Thor gak mau di terbitkan apa ? pengen cerita yang lebih kompleks ayo dong , ntar ku beli deh ✌️☺️☺️☺️
Rheny Safitri
Entah sudah sekian kali membaca novel ini , Kalau tidak salah 2021 atau 2022 menemukan novel ini , tapi tidak pernah bosan untuk membaca lagi dan lagi .Bahkan tanpa sadar aku mulai menghapal dialog setiap chapter . Yang membuat aku suka sekali dan bahkan mau mengulangi membaca itu karna , aku selalu merasa masuk ke dalam cerita ini merasakan tawa , sakit , kemalangan , teguh dan tak mudah menyerah dari seluruh pemain terutama permaisuri yang tak pernah anggun itu . Novel yang kompleks untuk cerita transmigrasi yang paling masuk akal bagi ku . Thor gak mau gitu cetak buku untuk cerita yang lebih banyak episodenya kalau mau, aku pelanggan pertama
yang mau beli /Smile//Smile//Smile/
Septi Ramadhania
/Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!