NovelToon NovelToon
LOOTER

LOOTER

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Perperangan / Mata-mata/Agen / Menyembunyikan Identitas / Office Romance / Barat
Popularitas:393
Nilai: 5
Nama Author: Khabar

Di dunia dark web, satu nama ditakuti: LOOTER. Tak ada yang tahu identitas aslinya, hanya bahwa ia adalah algojo bayaran dengan keterampilan militer luar biasa. la bisa menyusup, membunuh, dan menghilang tanpa jejak. Kontraknya datang dari kriminal, organisasi bayangan, bahkan pemerintah yang ingin bertindak di luar hukum.

Namun, sebuah misi mengungkap sesuatu yang seharusnya terkubur: identitasnya sendiri. Seseorang di luar sana tahu lebih dari yang seharusnya, dan kini pemburu berubah menjadi buruan. Dengan musuh di segala arah, LOOTER hanya punya satu pilihan -menghancurkan mereka sebelum dirinya yang lenyap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khabar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 21

[MENEMBAK HATI]

Rangga terbangun lebih awal. Ia menoleh ke arah Alya yang masih tertidur di sofa kecil, dengan selimut yang ia selimuti semalam. Wajah gadis itu terlihat damai, kontras dengan kecamuk yang berputar dalam kepala Rangga dan dia kembali berbaring.

Pagi Harinya...

Sinar pagi menyusup lewat celah-celah tirai jendela apartemen. Aroma hangat matahari tercampur samar dengan bau antiseptik dan teh hangat yang diseduh Alya beberapa menit sebelumnya.

Di sisi tempat tidur, Rangga menatap langit-langit, hening, dengan dada yang masih sesak oleh rasa bersalah dan kekhawatiran yang tak bisa ia utarakan.

Ia tahu bahaya mendekat.

Sejak dini hari tadi, instingnya... Yang terbentuk dari bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang... mencium sesuatu yang janggal.

Sekilas bayangan dari luar jendela, suara samar klik yang terlalu pelan untuk didengar orang awam, dan getaran kecil di lantai... semua itu mengarah pada satu hal; pengawasan.

Ia tahu perasaan ini dan harus menyuruh Alya pergi.

Tapi bagaimana caranya? Gadis itu masih menyimpan cemburu dan luka, terlebih soal Elora. Jika ia menyuruh Alya pergi begitu saja, pasti akan timbul kecurigaan.

Jadi ia mengambil jalan lain.

"Alya," ucapnya pelan.

Gadis itu menoleh dari dapur kecil apartemen, masih mengenakan hoodie tipis Rangga yang kedodoran di tubuh mungilnya. Tatapannya sedikit kaku. Bekas cemburu dari malam sebelumnya masih tampak jelas.

"Mau apa lagi?" jawab Alya, setengah menghindari tatapannya.

Rangga menarik napas. Harus ada cara untuk membuat Alya pergi, tanpa membuat curiga. Ia tak ingin menyeret Alya lebih jauh dalam dunia yang semestinya tidak disentuh gadis sepolos itu.

"Aku mikir semalam," ucap Rangga lirih. Ia bangkit duduk, meski luka di rusuknya masih membuatnya meringis. "Soal kamu. Soal... yang kamu bilang kemarin."

Alya membeku, cangkir di tangannya nyaris terjatuh.

"Kamu bilang kamu cemburu. Kamu bilang kamu sayang sama aku."

"Aku nggak bilang aku sayang," elak Alya cepat.

Rangga menyunggingkan senyum tipis. "Tapi kamu maksudnya begitu, kan?"

Wajah Alya memerah. Ia membuka mulut, ingin membantah, tapi kata-katanya terhenti di tenggorokan.

Rangga melanjutkan, lembut, seolah lupa bahwa napasnya masih sesak.

"Aku nggak bisa bilang banyak soal Elora, tapi satu yang pasti... Aku nggak punya siapa-siapa selain kamu sekarang. Kalau kamu tanya... jawabannya iya. Aku juga ngerasa sesuatu. Sama kamu. Dari dulu, aku cuma nggak tahu cara ngomongnya."

Alya menelan ludah. Menatap Rangga, matanya membulat tak percaya. Jantungnya berdebar seperti genderang perang.

"Jangan bercanda, akmu baru sadar dari sakit semalam, sekarang ngomong gitu..."

"Aku nggak bercanda," potong Rangga. "Aku cuma... takut kamu tahu siapa aku sebenarnya. Tapi kamu tetap di sini. Dan itu... cukup."

Alya tersipu hebat. Ia menunduk, wajahnya hampir tertutup rambut.

"Kamu ngomongnya tiba-tiba banget..."

"Supaya kamu pulang dulu," gumam Rangga, setengah bercanda.

"Apa?"

"Aku bercanda," katanya lagi, meski dalam hatinya; Tolong pulang. Sekarang.

"Ya udah... aku pulang deh kalau gitu. Sebelum aku meleleh beneran."

Alya yang masih malu-malu langsung berdiri sambil merapikan tasnya. "Aku pulang ya... aku... aku butuh mandi."

Rangga tertawa kecil, tapi dalam hatinya; Maaf, Alya. Aku terpaksa. Demi keselamatanmu.

Tak lama kemudian Alya berdiri memengang gagang pintu keluar aparteman, menghindari tatapan Rangga yang masih menyiratkan hangat dan sedikit rasa bersalah.

"Aku balik dulu. Tapi jangan kira aku udah selesai sama kamu ya. Kita belum selesai ngomongin Elora."

"Iya, iya. Hati-hati di jalan."

Begitu pintu tertutup, dan langkah Alya menjauh dari lorong apartemen, Rangga segera meraih kausnya dan berjalan pincang ke sudut rak. Di balik panel tersembunyi, ia membuka leci rahasia dan mengeluarkan unit alat pemindai sinyal.

Ping.... Ping...

Dua sinyal terdeteksi, berada di barat laut dan tenggara dari jendela apartemennya. Jarak: kurang dari 100 meter. Dua titik panas. Pengintai.

Rangga menggertakkan gigi. Mereka udah dekat.

...----------------...

Di seberang jalan, dalam mobil van hitam berdebu, dua pria berpakaian gelap sedang mengawasi layar kecil yang tersambung ke kamera pengintai jarak jauh. Di layar, tampak Alya yang keluar dari apartemen dengan langkah ringan namun malu-malu.

"Dia keluar sendirian," gumam pria pertama. "Sekarang atau tidak sama sekali."

Pria kedua menggeleng. "jangan dulu. Sniper dari Riga belum sampai. Kalau kita gegabah dan gagal, semua jejak bakal nempel. Kita perlu Plan B."

"Plan B?"

"Kita culik cewek itu. Tapi tunggu alat datang dulu. Gue nggak mau resiko. Dia bisa aja rekan Looter. Siapa tahu dia udah tahu sesuatu."

Pria pertama mengangguk, menyesap rokoknya dalam-dalam. "Kita ikuti dia. Jangan bikin suara. Kalau dia berhenti, kita tangkap."

Di sisi lain. Alya melangkah menuju cepat halte, masih berusaha menyembunyikan wajah padamnya di balik masker. Namun ada sesuatu yang mengusik. Entah kenapa, bulu kuduknya berdiri. Ia merasa seperti sedang diperhatikan.

Sesaat kemudian, di sebuah gang sempit tak jauh dari jalan utama, dua pria turun dari mobil van. Salah satunya mengayunkan tangan, memberi aba-aba diam. Mereka bergerak cepat dan senyap, mengikuti Alya dari kejauhan.

Langkah Alya melambat. Ia mengeluarkan ponsel, berniat memesan ojek online. Tapi sinyal hilang.

"Apa, sih..." gumamnya sambil mengetuk layar.

Dan saat itulah, dari belakang, tangan kasar menutup mulutnya.

Alya berusaha berontak, namun satu sunikan cepat di leher membuat kesadarannya meredup dalam hitungan detik.

"Cepat. Masukkan dia kedalam," kata salah satu pria.

Mereka menyeret tubuh Alya ke dalam mobil van. Mesin menyala, dan kendaraan itu meluncur senyap, menyatu dengan arus lalu lintas pagi.

...----------------...

Di apartemen, Rangga merasakan sesuatu yang tak beres. Ia bergegas menatap ke luar. Hatinya mencelos saat melihat wanita paruh baya memungut masker Alya yang jatuh di trotoar.

Tidak mungkin...

Ia meraih ponsel. Sinyal terganggu. Layar menampilkan ikon "No Network"

Rangga segera menghampiri laci rahasia lainnya dan mengeluarkan kotak logam kecil berisi chip pelacak.

"Jangan bilang kamu nyaris nggak kupasangi chip pelindung, Alya..."

Tanggannya gemetar saat membuka aplikasi pelacak yang kini terhubung ke chip yang ia sematkan secara diam-diam di hoodie miliknya yang kini dikenakan Alya.

Titik merak bergerak cepat di peta.

Rangga mengepalkan tangan.

"Mereka nyentuh yang bukan milik mereka. Sekarang... mereka akan tau rasanya diburu Looter."

To Be Continued.....

1
🐌KANG MAGERAN🐌
mampir kak, semangat dr 'Ajari aku hijrah' 😊
Dewi Ular🐍💆🏻‍♀️
Kalau dia hantu didunia bayangan, kalau saya istri bayang-bayang didunia fiksi/Hey/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!