Sebuah rumah besar nan megah berdiri kokoh di tengah pedesaan yang jauh dari perkotaan. Rumah yang terlihat megah itu sebenarnya menyimpan banyak misteri. Rumah yang dikira biasa, nyatanya malah dihuni oleh ribuan makhluk halus.
Tidak ada yang tahu tentang misteri rumah megah itu, hingga satu keluarga pindah ke rumah tersebut. Lalu, mampukah mereka keluar dengan selamat dari rumah tempat Iblis bersemayam itu? Ikuti perjalanan mistis Bachtiar Purnomo bersama keluarganya!k
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 13
"Tempat apa ini?"
Andini menepiskan beberapa tangkai pohon yang menghalangi jalannya
Dia berjalan dalam gelapnya malam, di langit hanya rembulan yang terlihat terang dan tidak ada bintang satu pun malam itu.
"Cepat! Jangan buang-buang waktu saya!" ucap seorang wanita sambil menarik tangan menantunya. Memaksa si menantu untuk mengikuti langkahnya, dengan berderai air mata menantunya pun cuma bisa menurut.
"Jangan, Bu! Mulan enggak mau, Mulan enggak mau dijadikan tumbal kalian," rintih wanita muda tersebut.
Andini berjalan semakin cepat, mencari di mana suara ribut itu berasal. Ternyata dia sedang berada di hutan, di sana adalah tempat dilakukannya ritual bu Arum.
Andini berhenti saat melihat bu Arum di sana, Mulan meronta-ronta agar terlepas dari cengkraman tangan mertuanya, tapi bu Yati terus menarik tangan Mulan.
"Mbak Mulan? Kenapa bu Yati sangat kejam sama menantunya sendiri."
"Berhenti menangis! Saya muak dengan tingkah kamu," ucap wanita itu lagi.
"Bu, jangan, Bu! Jangan jadikan Mulan sebagai tumbal, apa Ibu tidak sayang sama cucu Ibu sendiri? Bagaimana pun juga, ini tetap cucu Ibu, anaknya mas Edo."
"Dia bukan cucu saya! Saya tidak pernah merestui hubungan kalian, saya tidak mau kamu hidup, seharusnya yang mati hari itu bukan anak saya, tapi kamu!" teriak bu Yati.
"Bu, itu semua kecelakaan, Bu."
Bruk!
Bu Yati mendorong tubuh Mulan hingga jatuh tersungkur ke tanah.
Bu Arum berdiri tegak memandangi mereka, di tangannya sudah ada sebilah pisau. Mata pisau itu berkilau terkena sinar rembulan, mata Mulan memicing. Ia memandangi bu Arum dengan wajah memelas.
"Bu, jangan ambil janin aku. Ini satu-satunya anak Mulan, Bu." Mulan mengiba seraya memeluk kaki bu Arum.
"Tugas saya sudah selesai, mana bayarannya?"
"Ini, ambil dan tinggalkan kami di sini!" perintah bu Arum, ia memberikan segepok uang kepada mertuanya Mulan, dan mertuanya itu langsung pergi tanpa melihat lagi wajah menantunya yang semakin pucat menahan ketakutan.
Mulan tidak lagi mengiba pada sang mertua, ia sadar kalau mertuanya sudah tidak punya hati untuk menyelamatkannya. Manusia rakus akan harta, tak peduli bagaimana pun cara harta itu didapat, asal hidupnya senang, semua akan dilakukan termasuk mengorbankan nyawa seseorang.
Bu Yati tidak jauh bedanya dengan bu Arum.
"Mulan sayang, kamu tidak perlu takut. Saya akan mengambil anak kamu secara lembut, ini tidak akan terasa sakit."
"Jangan, Bu! saya mohon jangan!"
Bu Arum tidak mempedulikannya, dia menyuruh dua orang lelaki untuk membawa Mulan ke atas meja besar yang ada di hutan itu. Tepat di bawah pohon besar, Andini masih tidak tahu tempat dirinya berada sekarang. Ia merasa asing akan tempat tersebut, ini bukan di desanya Sisi.
"Ikat kaki dan tangannya!" titah bu Arum, wanita itu mulai menyanggul rambutnya.
Keringat dingin tak berhenti mengucur dari kening Mulan.
"Aku harus menghentikan ritual sesat ini," monolog Andini.
Dia tidak sadar bahwa saat ini ia sedang berada di alam mimpi.
Mimpi yang membuatnya bisa melihat apa yang telah terjadi di masa lalu.
"Lepaskan saya!" teriak Mulan.
"Diam!" sentak bu Arum, wanita itu dengan gesit mengambil kain untuk menyumpal mulutnya Mulan.
Bu Arum juga mengambil kain berwarna hitam untuk menutup matanya Mulan, sekarang pandangan Mulan menjadi gelap, ia tidak tahu siapa yang sedang berada di dekatnya dan ikut membantu bu Arum.
Seorang wanita keluar dari balik bongkahan batu besar yang ada di sana. Mulut Andini ternganga saat melihatnya, ternyata dia adalah bi Iren.
Malam itu semua menjadi jelas, Mulan dibunuh secara kejam, perutnya dibiarkan keluar dan tumpah ruah begitu saja. Bayinya diambil oleh bu Arum untuk dijadikan sebagai tumbal, satu hal yang tidak pernah dipikirkan mereka.
Mulan, ternyata dia memiliki bayi kembar. Bu Arum sangat terkejut kala melihat bayi-bayi di depannya.
Ia beberapa kali mengecek kondisi Mulan, wanita muda itu sudah tidak bernyawa.
Satu anak dijadikan sebagai persembahan terakhir bersama dengan ibunya. Sedangkan yang satu lagi, bu Arum menyuruh bi Iren untuk membuang anaknya jauh dari desa tersebut.
Bi Iren berjalan tergopoh-gopoh memasuki hutan rimba.
Andini mengikuti dari belakang, bi Iren dalam keadaannya yang bingung, ia tidak tahu harus meletakkan anak itu di mana.
Dari arah yang masih cukup jauh, ia melihat kumpulan obor berjejer menerangi rumah para warga.
Jauh di ujung pandangannya, ternyata ada sebuah desa.
"Maafkan bibi ya, bibi terpaksa ninggalin kamu di sini." Bi Iren meletakkan anak itu di atas rerumputan yang basah, ia terus memandangi anak bayi tersebut dengan pandangan tidak rela.
"Semoga Tuhan melindungi kamu, mungkin nanti ada orang yang akan menemukan kamu di sini," lirih bi Iren.
"Ternyata anak mbak Mulan masih ada yang hidup?"
Andini membalikkan badannya, dia tidak menyangka kalau bi Iren sanggup menutupi rahasia yang begitu besar dari mereka semua.
"Andini."
"Aaa..." jerit Andini saat melihat di belakangnya telah berdiri sosok Mulan yang sangat mengerikan.
"Din! Bangun!" teriak Sisi di dekat telinganya.
Andini terjaga dengan kondisi yang tidak baik, napasnya tersengal-sengal, di akhir mimpi malah ketemu sama hantu Mulan.
"Sisi, sorry. Sorry, gue enggak sadar tadi. Syukurlah, ternyata semua ini hanya mimpi." Andini mengusap peluh di wajahnya.
"Mimpi apa lo?" tanya Sisi.
"Nanti gue ceritain, kok udah pagi aja? Kenapa enggak bangunin gue?"
"Bangunin lo? Tidur aja udah kayak kebo, gimana bisa gue bangunin? Tuh! Dipanggil sama mama di suruh sarapan," ucap Sisi seraya menarik selimut yang masih membungkus tubuh Andini.
Andini beranjak bangun, pikirannya tidak tenang karena terus teringat tentang anak Mulan.
"Ternyata bi Iren tahu akan masalah ini, aku harus mengatakan hal ini sama tante dan om."
Andini bangun dari ranjang, merapikan tempat tidur, lalu pergi mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi.
Dalam kamar mandi, Andini kembali terbayang akan mimpi semalam. Dia menghidupkan shower dan mulai membasahi rambutnya, keramas di pagi hari rasanya menyegarkan. Andini terus melamun, namun mulutnya tak berhenti bersenandung.
Tingkahnya cukup aneh saat itu, dia seolah tidak sadar dengan apa yang sedang dilakukannya sekarang.
Tok
Tok
Tok...
"Din, ngapain lo di dalem?" tanya Sisi.
"Mandi!" seru Andini dari dalam.
Ketika mendengar pertanyaan Sisi, gadis itu jadi bingung. Dia sudah bilang mau mandi, tapi kenapa Sisi masih juga bertanya.
"Mandi jam segini?"
Sisi yang berada di kamar ikutan bingung dengan tingkah sahabatnya. Ia melirik jam di dinding kamar, masih jam tiga dini hari.
"Ngapain lo mandi jam segini? Ayo cepat keluar!" suruh Sisi.
Andini buru-buru mematikan shower, bukannya mati, tapi airnya semakin mengucur deras.
"Aaa..."
Andini menjerit histeris, dia baru sadar kalau bukan air yang keluar dari shower itu, melainkan darah.
"Din, kamu kenapa? Cepet buka pintunya!"
Andini buru-buru meraih handuk, melilitkannya ke tubuh, lalu dia membuka pintu.
"Si, gue lihat darah." Andini bicara dengan napas tersengal-sengal.
"Darah? Mana darah?"
"Di rambut dan tubuh gue penuh dengan darah," adu Andini, dia memperlihatkan kepada Sisi apa yang tadi dialaminya.
Anehnya, darah yang tadi dilihatnya tidak ada sama sekali. Yang terlihat cuma sisa sabun di badannya, dan shampoo di rambutnya yang belum bersih sepenuhnya.
Sisi tersenyum sekilas. "Jangan terlalu dipikirin, ini pasti teror dari makhluk-makhluk itu."
"Benar, ini memang ulah mereka. Kita harus secepatnya bertindak."
Lagi-lagi Sisi hanya tersenyum. "Trus lo ngapain mandi di jam tiga begini? Tumben enggak nunggu pagi?"
"Loh, bukannya tadi elo yang bangunin gue? Lo bilang tante nungguin gue buat sarapan." Andini membulatkan sepasang matanya.
Hampir pecah rasanya kepala Sisi, sejak kapan dia mengatakan hal itu? Lagian tadi dia juga baru bangun tidur, karena dia menyadari kalau Andini sudah tidak berada di atas ranjang.
"Jangan ngada-ngada deh, An. Gue aja baru bangun tidur ini."
"Yang bener lo?"
Andini masuk lagi ke dalam kamar mandi untuk membasahi kembali rambutnya yang belum bersih dari busa sepenuhnya.
Dia melihat jam dinding, memang benar masih jam tiga pagi.
"Yang bicara sama aku tadi siapa dong?"
Sisi hanya menggeleng dengan perasaan gelisah, suasana kembali terasa menyeramkan.
Andini menelan salivanya dengan susah payah, ia kemudian menceritakan tentang mimpinya kepada Sisi. Mimpi tentang anak kembarnya Mulan, dan semua itu ada campur tangan bi Iren di dalamnya.
Tidak salah dugaan mereka selama ini, bi Iren pasti masih menyembunyikan sesuatu dari mereka.