Nyatanya, cinta sepihak itu sangat menyakitkan. Namun, Melody malah menyukainya.
Cinta juga bisa membuat seseorang menjadi bodoh, sama seperti Venda, dia sudah cukup sering disakiti oleh kekasihnya, namun ia tetap memilih bertahan.
"Cewek gak tau diri kayak lo buat apa dipertahanin?"
Pertahankan apa yang harus dipertahankan, lepas apa yang harus dilepaskan. Jangan menyakiti diri sendiri.
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
"Karena kamu sudah melakukan pencemaran nama baik dan juga berusaha mencelakai Melody, pihak sekolah mengeluarkan kamu dari sini secara tidak terhormat!"
Tubuh Lisa menegang. Sungguh, dia tidak menyangka akan di keluarkan dari sekolah.
"Pak, sebentar lagi ujian kelulusan, bukannya nama saya sudah terdaftar sebagai peserta? Tolong pikirkan baik-baik, Pak." Lisa memohon pada kepala sekolah.
"Waktu lo nyakitin Melody, emang lo mikir baik-baik, hah?"
Itu suara Venda. Dia, Melody, Gian dan juga Laut berada di ruang kepala sekolah juga untuk menangani kasus yang akhir-akhir ini sedang trending.
Melody mengode Venda agar diam. Dia duduk di samping Lisa, menghadap ke kepala sekolah. Di dalam sana juga ada guru BK dan juga wakil kepala sekolah.
"Tidak bisa, Lisa. Ini sudah menjadi keputusan kami. Besok suruh wali kamu datang untuk mengurus semuanya, dan berikan surat ini pada mereka." Kepala sekolah menyerahkan amplop coklat pada Lisa.
"Mampus!" gumam Venda. Dia puas sekali melihat wajah Lisa. Entah sejak kapan dia berubah jadi seperti ini, yang jelas ia sudah muak dengan semuanya. Mungkin karena kejadian tadi malam.
"Pak, tolong kasih saya kesempatan. Saya janji gak akan cari masalah lagi." Lisa menatap kepala sekolah dengan penuh permohonan.
"Tidak bisa."
Lisa semakin gusar. Dia menatap Melody yang hanya diam. Tidak ada pilihan lagi. Tiba-tiba Lisa beranjak dari tempat duduknya dan langsung bersimpuh di kaki Melody. Tentu saja pergerakan tiba-tiba itu membuat semuanya terkejut. Bahkan Melody langsung berdiri dan sedikit menjauh.
"Lo ngapain?!" Mata Melody terbelalak.
Lisa mendongak, dia masih berlutut sambil menyatukan kedua tangannya. "Gue mohon, maafin gue, Mel. Gue gak mau dikeluarin dari sekolah. Kasih gue keringanan buat nebus kesalahan gue..." Pipi Lisa sudah dibanjiri air mata. Entah dia benar-benar menangis atau hanya pura-pura, Melody tak tau.
Venda mengerutkan keningnya tak suka. Dia beranjak dan berdiri di samping Melody.
"Gak tau diri lo! Masih untung Melody gak masukin lo ke penjara! Manusia kayak lo ini langganan jahanam!"
Melody menarik Venda agar mundur. Bagaimanapun juga, di dalam sana masih ada orang tua. Tak sepatutnya Venda berkata seperti itu.
Lisa hanya diam menunduk. Dia tau apa yang membuat Venda marah seperti ini. Tapi, dia tetap berharap tidak dikeluarkan dari sekolah.
"Jangan begini, Lisa. Kamu harus mempertanggung jawabkan apa yang sudah kamu perbuat pada Melody." Bu Yella buka suara.
Lisa mengusap wajahnya dengan kasar. Dia bingung harus bagaimana lagi. Papanya pasti akan marah nanti, dan dia akan dikirim ke luar negeri.
Melody pun hanya diam, dia tak bisa berbuat apa-apa karena semua itu adalah keputusan sekolah. Lagi pula, sejak awal dia memang ingin Lisa di drop out saja.
Gian dan Laut hanya diam sedari tadi. Mereka berada di sana untuk menyerahkan bukti. Sedangkan Venda bisa masuk karena atas permintaan Melody.
Pada akhirnya Bu Yella menuntun Lisa agar duduk kembali, begitupun dengan Melody dan Venda.
Melihat kondisi sudah kondusif, kepala sekolah kembali bersuara. "Terima hukuman kamu, jangan minta keringanan karena keputusan kami sudah bulat. Dan untuk kamu Melody, saya harap kamu memaafkan Lisa dan tidak memperpanjang masalah ini."
Melody mengangguk. "Baik, Pak."
"Kalau begitu, kalian boleh keluar."
Mereka segera keluar dari sana menyisakan 3 orang guru.
Lisa keluar dengan frustasi. Dia menatap sinis Melody lalu pergi begitu saja. Venda berdecih melihat tatapan Lisa. Di dalam saja dia terlihat seperti tikus, memohon-mohon pada Melody segala.
"Mampus lo!" seru Venda.
Melody menggelengkan kepalanya melihat tingkah Venda. Dia mengelus lengan sahabatnya untuk menenangkan. Melody tau kalau Venda masih sedih dan kecewa.
"Mau ke kantin?" tawar Gian.
"Emang boleh? Ini belum jam istirahat," tanya Melody.
Gian mengangguk. "Nggak papa, 5 menit lagi bel bunyi."
Melody mengangguk setuju. Mereka pun berjalan beriringan menuju kantin.
Di persimpangan koridor, Rangga menghadang jalan mereka. Matanya tertuju pada Venda yang menunduk. Gian, Laut dan Melody pun ikut memandang Venda.
Melody langsung pasang badan, dia berdiri di depan Venda dan mendongak menatap Rangga dengan tatapan tajamnya.
"Gak usah ganggu Venda lagi! Pergi sana!" sentaknya.
"Gue gak ada urusan sama lo. Minggir!" Rangga mendorong tubuh Melody agar minggir, tapi sebelum dia menggapai tangan Venda, Gian lebih dulu menghadang.
"Lo cowok, kan? Jangan kasar sama cewek," ucap Gian dengan datar.
Laut pun beralih berdiri di depan Melody, tepatnya di samping Gian.
Rangga tersenyum sinis melihat kedua cowok di depannya. Ah, sekarang backingan Melody bertambah?
"Udah gue bilang, gue gak ada urusan sama kalian. Jadi, minggir sebelum gue habis kesabaran," peringat Rangga. Dia memainkan lidahnya di dalam mulut, tanda sedang menahan emosi.
"Ayo, Nda." Melody menarik tangan Venda berjalan melewati ketiga cowok itu. Tapi, lagi-lagi Rangga menghadang, ia langsung memegang tangan Venda membuat Venda tersentak kecil. Gadis itu menatap tajam Rangga.
"Lepasin!" sentak Venda. Begitupun Melody yang berusaha melepaskan genggaman tangan Rangga.
"Pergi lo, sialan! Dasar cowok gak tau diri! Udah dibaikin malah ngelunjak! Lo gak pernah mikirin perasaan Venda!" pekik Melody penuh amarah. Dia mendorong tubuh Rangga sekuat tenaga sampai Rangga mundur beberapa langkah.
"Sialan lo!" Rangga balik mendorong Melody dengan keras sampai Melody terjatuh. Gerakannya terlalu cepat sampai Gian dan Laut serta Venda tak dapat mencegah.
Bugh!
Dengan gerakan cepat pula, Laut menendang perut Rangga hingga dia terjatuh dan terbatuk-batuk.
Venda membantu Melody berdiri. "Lo nggak apa-apa, kan?" tanyanya khawatir.
Melody mengangguk, dia sedikit meringis merasakan sakit di ulu hatinya karena tubuhnya terhentak keras dengan lantai.
Tanpa memperhatikan ketiga cowok yang asik baku hantam, Melody menarik lengan Venda menjauh dari sana. Biarlah Gian dan Laut yang mengurus Rangga.
"Gue gak ngerti lagi sama cowok kayak gitu, Nda. Kok lo betah sih?" kesal Melody. Dia memegang dadanya yang berdegup kencang.
"Mau gimana lagi..." Venda menunduk sambil terus berjalan. Apa dayanya jika cinta sudah menguasai?
Melody menghela nafas. "Gue harap sampai kapanpun lo gak balik lagi sama dia. Lo berhak bahagia."
Venda tersenyum kecut. Bahkan dia tidak yakin. Sampai detik ini, perasaannya pada Rangga masih sama. Dia sulit untuk lepas dari Rangga, ia sudah bergantung pada cowok itu.
"Hai gadis ku yang cantik," sapa Jaka yang entah datang dari mana. Seperti biasa, dia selalu bersama Putra dan Lutfi.
Melody memutar bola matanya malas. Malas sekali dia bertemu 3 kurcaci itu.
"Lo kenapa?" Putra bertanya pada Venda yang murung. Venda hanya menjawab dengan gelengan kepala.
"Gue tebak, pasti lo—"
"Berisik! Mulut lo bau jigong!" sela Melody. Dia langsung menarik tangan Venda menjauhi mereka, tapi ketiga cowok itu malah mengikuti.
"Jangan gitu dong, gue kan kepo," ucap Jaka.
Putra hanya diam memperhatikan wajah Venda yang menunduk. Jelas sekali kalau gadis itu tidak baik-baik saja, tapi, apa penyebabnya?
"Hidup lo ngurusin orang mulu ya?" sinis Melody. Jaka ini selalu kepo dengan urusan orang lain. Dia jadi muak sendiri.
"Ayolah, kasih tau..."
"Berisik Jaka Tingkir!"
"Sana jauh-jauh dari gue!" lanjut Melody.
"Sok banget lo! Ditolak ketos mampus!"
"Bodo amat!"
bersambung...
Mampir yuk, baru di publish hari ini🥰👇