Memiliki saudara kembar nyatanya membuat Kinara tetap mendapat perlakuan berbeda. Kedua orang tuanya hanya memprioritaskan Kinanti, sang kakak saja. Menuruti semua keinginan Kinanti. Berbeda dengan dirinya yang harus menuruti keinginan kedua orang tuanya. Termasuk menikah dengan seorang pria kaya raya.
Kinara sangat membenci semua yang terjadi. Namun, rasa bakti terhadap kedua orang tuanya membuat Kinara tidak mampu membenci mereka.
Setelah pernikahan paksa itu terjadi. Hidup Kinara berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 09
Kinara hanya duduk terpaku dan mendengar pembicaraan antara Rico dengan papanya. Sampai sekarang, gadis itu tidak menyangka jika sang papa akan serakah seperti itu. Yang ia tahu, papanya adalah orang yang cukup pendiam meski sangat keras kepala.
"Sekarang kamu tahu, 'kan? Betapa serakahnya orang tuamu."
Kinara bangkit. Lalu berjalan mendekati meja Rico. "Maaf. Kalau boleh tahu, memang berapa uang yang dibutuhkan oleh papa saya?"
"Dia meminta lima puluh juta." Rico menjawab cepat. Seketika bola mata Kirana membulat penuh mendengar jawaban itu. Namun, ia berusaha terlihat biasa saja setelahnya.
"Biar saya saja yang memberi. Saya masih punya tabungan," usul Kirana cepat. Walaupun uang dalam tabungan hanya sekitar lima belas juta, tetapi Kinara akan berusaha mencari kekurangannya.
Sementara itu, Rico justru tersenyum sinis. "Memangnya kamu punya uang sebanyak itu?" tanyanya meledek.
"A-Ada." Kinara menjawab ragu. Khawatir akan ketahuan oleh suaminya kalau ia sedang berbohong sekarang ini.
"Sudahlah. Untuk urusan ini kamu tidak perlu ikut campur. Semakin banyak orang tuamu meminta uang, itu artinya semakin lama pula kamu menjadi budakku." Rico berbicara tegas. Gadis itu hanya bisa diam tanpa mendebat lagi.
Rico bangkit. Lalu meminta Kinara untuk ikut dengannya. Gadis tersebut hanya menurut saja. Sama sekali tidak melayangkan pertanyaan sedikit pun tentang ke mana akan pergi. Bahkan, sepanjang perjalanan suasana di dalam mobil terasa begitu hening.
Ternyata, Rico membelikan Kinara sebuah ponsel. Agar pria itu lebih mudah menghubungi istrinya. Namun, Rico memberi peringatan bahwa ia tidak boleh menyimpan nomor siapa pun, kecuali atas izinnya. Buru-buru Kinara melihat telapak tangannya.
Tidak ada lagi nomor Danu di sana. Padahal Kinara mengingat jelas bahwa ia tidak menghapus tulisan itu. Namun, kenapa sekarang telapak tangannya sangat bersih. Entah mengapa, Kinara menjadi curiga.
Biarlah. Setelah ini aku akan minta nomor Danu lagi.
***
Tanpa terasa waktu pernikahan mereka sudah berlalu selama tiga bulan. Belum ada percintaan panas. Rico masih menahan diri. Hubungan mereka masih sebatas suami-istri di atas kertas. Bahkan, mereka masih tidur di kamar terpisah.
Sejak memiliki ponsel, Rico menjadi sering menghubungi wanita itu meski pesan yang dikirim adalah sebuah perintah. Soal nomor Danu, sampai sekarang Kinara belum mendapatkannya karena ia tidak bisa keluar rumah dengan bebas. Ke mana pun ia pergi, Pak Yanto selalu mengikuti dan setiap kali Kinara meminta mampir di restoran tempat Danu bekerja, Pak Yanto selalu menolak.
Hari ini, untuk pertama kalinya Kinara berkunjung ke rumah Pak Abas dan Ibu Ratmi, yang merupakan mertua Kinara. Sejak pernikahan itu, mereka tidak pernah bertemu. Bahkan, orang tua Rico pun tidak pernah datang berkunjung ke rumah pria itu.
Kinara merasa sangat gugup. Ia khawatir kalau kehadirannya tidak akan diterima dengan baik. Sementara Rico hanya diam tanpa berbicara apa pun sampai mobil mereka berhenti di depan sebuah rumah yang tak kalah mewah dengan rumah pribadi milik Rico.
Jantung Kinara berdebar sangat kencang ketika mereka sudah masuk ke rumah itu. Ibu Ratmi yang menunggu kedatangan putranya pun langsung memeluk pria itu. Seolah melepas kerinduan. Begitu juga dengan Kinara yang mendapat pelukan yang sama. Setelahnya, mereka pun mengobrol banyak hal. Suasana di rumah itu terasa hangat. Sangat berbeda dengan di rumah orang tua Kinara di mana gadis tersebut merasa 'cukup asing'.
"Saya tidur di sini?" tanya Kinara saat mereka masuk ke kamar yang mewah dengan ranjang king size di sana.
"Memangnya mau tidur di mana? Ini kamarku." Tanpa malu, Rico membuka kaos yang dikenakan hingga tubuh kekarnya kelihatan. Melihat itu pun Kinara langsung memalingkan wajah. Ia gugup sendiri.
"Tapi ... bukankah kita tidak tidur dalam satu kamar?" Kinara memberanikan diri untuk bertanya.
"Apa kamu mau orang tuaku curiga kalau kita tidak tidur dalam satu kamar? Kamu tahu, walaupun orang tuamu menjualmu padaku, tetapi berbeda dengan orang tuaku yang sangat senang dengan kehadiranmu."
Kinara terdiam. Tidak menyangka dengan Rico akan berbicara seperti itu. Pantas saja sikap mereka sangat hangat kepada dirinya.
"Mereka bahkan terus mendesakku untuk segera memberi cucu pada mereka."
Deg!
Cucu?
Bukankah itu berarti harus ehem ... ehem ....
"Tapi ...."
"Kamu tenang saja. Justru aku tidak akan menyentuhmu. Lebih baik sekarang kamu bersihkan diri lalu tidur."
Kinara mengangguk. Lalu bergegas menuju kamar mandi, sedangkan Rico menunggu gadis itu karena ia juga akan mandi setelah Kirana selesai.
***
Keesokan paginya, sebelum Rico bangun, Kinara sudah bangun terlebih dahulu. Ketika lewat dapur, ia melihat Ibu Ratmi sedang memasak dengan dibantu oleh dua orang pembantu. Kinara pun dengan segera mendekati wanita paruh baya itu.
"Tante ... sedang masak apa?"
"Eh, Ara. Sini, Sayang." Ibu Ratmi menyambut menantunya dengan antusias. "Panggil mama saja, jangan panggil tante."
"I-iya, Ma." Kinara mendekat. Ia melihat ibu Ratmi sedang memotong wortel untuk dijadikan soup. "Biar aku bantu, Ma."
"Tidak usah. Kamu cukup melihat saja."
"Tapi ...."
"Sudah. Kamu cukup temani mama saja. Kalau kamu sampai pegang pisau, bisa-bisa mama yang dimarahi suami kamu. Mama tahu, dia itu sangat posesif sama kamu," ujar Ibu Ratmi sambil tersenyum simpul.
Kinara hanya membalas senyuman itu meski canggung. Memang, sejak menikah ia belum pernah sama sekali memegang pisau. Bahkan, untuk mengupas atau memotong buah saja, Mbok Nah yang melakukan itu semua.
Kedua wanita itu pun mengobrol banyak hal. Walaupun ini pertama kali Kinara mengobrol langsung dengan mertuanya, tetapi mereka bisa langsung akrab. Tidak ada rasa canggung di antara keduanya. Setelah makanan siap, Kinara segera ke kamar Rico untuk membangunkan pria itu.
Berkali-kali menggoyangkan kaki Rico, tetapi lelaki itu tidak juga bangun. Kinara pun merasa bingung cara apa lagi. Ingin menepuk pipi lelaki itu, tetapi ia takut akan kena marah. Namun, jika dibiarkan saja, Rico tidak juga bangun.
Akhirnya, Kirana memberanikan diri. Menepuk perlahan pipi suaminya untuk membangunkan pria itu.
"Tuan ... sudah siang. Waktunya sarapan, Anda sudah ditunggu di bawah."
Tidak ada pergerakan sama sekali. Kirana pun menyerah. Namun, saat hendak bangun, tiba-tiba sepasang tangan merangkul pinggangnya hingga tubuhnya terdorong. Wajah Kirana dan Rico hanya berjarak satu centi saja. Kirana terkejut. Apalagi saat Rico membuka mata dan keduanya pun saling bertatapan dalam.
Detik yang berlalu, tanpa sadar Rico memajukan wajah hingga bibir mereka saling bersentuhan. Bukannya menolak, Kirana justru memejamkan mata dan menikmati momen itu.
"Maaf, mama menganggu kalian."
Suara dari arah pintu seketika membuat mereka berdua terkejut. Rico bahkan sedikit mendorong tubuh Kirana hingga jarak mereka cukup jauh.
"Bagaimana ini?" Kirana bingung sendiri. Ia belingsatan. Apalagi saat Ibu Ratmi langsung pergi begitu saja.
jangan² nanti minta anak kakaknya diurus oleh ara kalau iya otw bakar rumahnya
kinara masih bisa sabar dan berbaik hati jangan kalian ngelunjak dan memanfaatkan kebaikan kinara jika gk bertaubat takut nya bom waktu kinara meledak dan itu akan hancurkan kalian berkeping" 😏😂