Ellara, gadis 17 tahun yang ceria dan penuh impian, hidup dalam keluarga yang retak. Perselingkuhan ayahnya seperti bom yang meledakkan kehidupan mereka. Ibunya, yang selama ini menjadi pendamping setia, terkena gangguan mental karena pengkhianatan sang suami bertahun tahun dan memerlukan perawatan.
Ellara merasa kesepian, sakit, dan kehilangan arah. Dia berubah menjadi gadis nakal, mencari perhatian dengan cara-cara tidak konvensional: membolos sekolah, berdebat dengan guru, dan melakukan aksi protes juga suka keluyuran balap liar. Namun, di balik kesan bebasnya, dia menyembunyikan luka yang terus membara.
Dia kuat, dia tegar, dia tidak punya beban sama sekali. itu yang orang pikirkan tentangnya. Namun tidak ada yang tahu luka Ellara sedalam apa, karena gadis cantik itu sangat pandai menyembunyikan luka.
Akankah Ellara menemukan kekuatan untuk menghadapi kenyataan? Akankah dia menemukan jalan keluar dari kesakitan dan kehilangan?
follow ig: h_berkarya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tentang kehilangan dan kekecewaan
Siang ini, Ellara datang ke rumah sakit bersama Om Delon. Setelah mereka pernah membahas terkait rencana yang Gavin bilang waktu itu, akhirnya hari ini adalah waktu yang di tentukan untuk mereka datang membujuk mama Delina.
“Aku sakit apa emangnya Mbak?” Mama Delina bertanya dengan raut wajah bingung pada suster Erma.
Dia menatap mereka yang ada di kamarnya satu persatu.
“Mam, Ara aja yang jelasin ya..” Bujuk Ellara dengan suara pelan. Dia mendekati mamanya, menggenggam tangan wanita itu.
“Lepas!!” Bentak mama Delina menghempaskan tangan Ellara. Dia berdiri, menjauhkan dirinya dari mereka. Ellara kembali menghela nafas berat. Entah kapan, kapan mamanya bisa kembali mengingat dirinya.
Dia kembali berusaha, “Ini untuk kesehatan mama. Mama nggak kangen sama Ara? Aku di rumah itu berasa hampa ma.. Aku rindu Mama, maka dari itu, tolong kali ini dengarin Ellara ya Ma” gadis itu kembali menggenggam tangan mamanya, mencium lalu menatap wanita paruh baya itu penuh permohonan.
“Ellara..." lirihnya pelan.
"kamu kenal sama putriku? Dia tidak sendirian, aku masih bersamanya,” ujar Mama Delina sembari menyempilkan anak rambut Ellara ke belakang telinga.
Melihat perubahan kecil itu, Ellara tersenyum tipis.
“Iya, aku kenal. Ibu tahu, Ellara selalu sedih setiap hari karena ibu tidak lagi menemaninya. Dia selalu bilang pada aku kalau ibu tidak menyayanginya lagi, ibu nggak kasihan sama dia?” seberusaha mungkin Ellara membujuk mamanya.
Mama Delina berwajah murung, dia berjalan menuju ranjangnya. Mengambil boneka yang selalu ada di ranjangnya itu “ Kamu sedih sayang?” tanyanya mengusap mata boneka itu.
“Ibu mau ya berobat?” mama Delina menggeleng pelan.
Bersamaan dengan itu, Dokter Delon dan Dokter Elis masuk ruangan.
Melihat kehadiran dokter Delon, Ellara berdiri begitu pula dengan mama Delina. Bedanya, Mama Delina berdiri lalu berlari ke belakang pintu.
“kamu ngapain lagi ke rumahku pria jahat!” teriaknya di balik pintu. Kepalanya nyembul melihat ke arah mereka.
Ellara dan Dokter Delon saling pandang, kemudian kembali melihat ke arah Mam Delina.
“Pergi! Aku tahu kalian datang untuk membawaku kan? Kalian mau menjadikanku budak, iyakan? Jangan harap, pergi kalian berdua!!” teriaknya dengan jari telunjuk menunjuk ke arah mereka. Dia terus marah marah, tapi posisinya masih sama, tidak beranjak dari balik pintu.
“mam..”
“Enggak, enggak mau!! Awas!!” memukul mukul pintu itu dengan tangannya.
“Mam, jangan lakukan itu! Tangannya terluka nanti” Ellara meringis melihatnya.
“Kamu seorang pelakor sangat cocok dengan pria itu!!”
“Bu Delina..” suster Erma hendak menghampirinya. Belum sampai, mama Delina sudah berlari lebih dulu menghampiri meja yang ada di sana.
“PERGI KALIAN!!” dia mengangkat sebuah kursi, mengamuk.
Baik Ellara, dokter Elis, dokter Delon dan Suster Erma langsung keluar dari ruangan. Seketika, pintu ruangan terdengar terkunci dari dalam.
Ellara kembali menghela nafas berat. Seperti jauh jauh hari sebelumnya, lagi dan lagi dia tidak berhasil membujuk mamanya untuk berobat di luar.
“Dok, sebaiknya untuk hari ini tidak perlu di paksa lagi. Masih bisa di lakukan hari lain” usul Dokter Elis dengan suara yang sangat lembut.
“Kami pastikan akan berusaha membujuknya juga” sambungnya lagi dengan senyum tulus. Ellara dan Dokter Delon hanya mengangguk.
Tidak lama, Dokter Delon dan Ellara pamit pulang.
.
.
“Ellara, om boleh bicara sesuatu?” di kafe dekat rumah sakit, Ellara dan Om Delon duduk sambil menikmati minuman.
“Bicara apa om?” tanya Ellara menatap lekat om Delon.
“om rasa, mama kami di pengaruhi”
“maksud Om?” tanya Ellara bingung. Om Delon menarik nafas sebelum menjelaskan. Dia juga melihat ke sekitar, memastikan agar pembicaraan mereka nyaman.
“Iya, om bisa membaca sesuatu yang terjadi. Saat pertama kali om datang bersama Gavin waktu itu, mama kamu meneriaki om sebagai pria jahat, persis kayak tadi,” Ellara terdiam.
“Padahal secara logikanya, mama kamu baru melihatku saat itu, aku menjamin kalau kita tidak pernah saling bertemu sebelumnya, tapi dari mana dia bisa bilang kalau aku pria jahat?” jelas om Delon sedikit demi sedikit membuat Ellara paham.
Sebenarnya bukan hanya pria itu, Ellara yang notabenenya anak kandung saja di panggil pelakor oleh mamanya. Awalnya Ellara tidak berpikir sejauh itu, hal itu menurutnya wajar wajar saja, tapi saat Om Delon memberi sedikit pencerahan, seketika Ellara juga kepikiran ke arah sana.
“Oh iya, saat itu juga dia meneriaki Om sebagai penculik. Orang yang menculik putranya. Sekarang Om Boleh tanya sesuatu lagi?” pembahasan mereka makin serius.
“Apa kamu punya saudara laki laki?” tanya Om Delon dengan suara kecil yang nyaris tak terdengar. Ellara terdiam sesaat, pikirannya kembali ke masa lalu.
“Aku kurang tahu om, tapi kayaknya iya,” jawab Ellara pelan dengan mata yang sudah mulai berkaca kaca. Dia mendongak, menahan air mata yang hampir saja luruh.
“Dulu, aku sering melihat mama yang diam diam menangis sambil mengusap sebuah foto bayi kecil, aku pikir itu foto aku saat bayi, tapi ternyata.. Aku menemukan sedikit perbedaan dengan foto yang ada di album” jawab Ellara.
“ Di dalam album, hanya ada foto keluarga kami dan foto aku masih bayi. Memang terlihat ada persamaan dengan foto yang sering mama tangisi diam diam, aku tidak cari tahu lebih lanjut,” sambungnya. Om Delon mengangguk, mulai memahami apa yang terjadi.
“memasuki usia 10 tahunan, aku sering menyaksikan pertengkaran mama dan papa dari sudut kamar, dan mereka pasti akan membahas anak pada pertengkarannya”
“hingga suatu hari, mama terkena gangguan mental karena syok memergoki papa yang nyatanya telah menikahi wanita lain bertahun-tahun tahun lamanya” Entah kenapa, Ellara menjelaskan semua masalah mereka pada dokter Delon. Itu di luar ekspektasinya. Selama ini, Ellara tidak pernah seterbuka itu pada siapa pun, bahkan sama Ghea.
Tapi hari ini gadis itu menjelaskan semuanya, ada sedikit rasa lega di hati gadis itu. Dia seolah mengeluarkan batu yang menghimpit dadanya selama ini.
“Berarti kamu benaran punya kakak, atau kembaran mungkin?”
“Ada, tapi kayaknya sudah meninggal. Itu yang sering aku dengar di pembahasan mereka. Tentang kehilangan dan kekecewaan” ujar Ellara sendu.
...----------------...
“Baiklah, om paham masalahnya. Kita akan berusaha membujuknya lain kali ya.” Ellara hanya mengangguk.
“Oh iya, selama ini dia benaran tidak mengenalmu, Ellara? Apa ada orang lain yang sekiranya bisa membujuknya? Gimana menurutmu?” Om Delon benar benar berdiskusi dengan Ellara terkait hal ini. Ellara terdiam, dia berpikir tentang seseorang yang harusnya bisa membujuk mama Delina.
“Arkana” ujar Ellara dengan senyum tipis. Senyum dengan penuh harapan.
“Arkana? Siapa itu?”
“Ada Om, aku beberapa kali datang bersama dia ke rumah sakit. Dan mama terlihat sangat menyukainya, dia bahkan menganggap Arkana adalah putranya yang dia cari cari itu” jelas Ellara dengan senyum simpul.
“Oke, lain kali kita coba ajak dia datang” usai membahas hal itu, baik Ellara dan Om Delon meninggalkan kafe.
Ellara pergi menuju motornya, sementara Om Delon kembali ke mobil.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
kalau suka ceritanya, jangan lupa bantu Author untuk mengenalkannya pada orang luas ya.
kalian jangan lupa like, komen, subscribe, dan rate ya🥰🥰
Makasih🙏
"Kenapa diam? Anda sudah menyadarinya? Ya sudah, aku ke kam—"
Koreksi sedikit ya.