NovelToon NovelToon
Transmigrasi Ke Tubuh Istri Terabaikan

Transmigrasi Ke Tubuh Istri Terabaikan

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / CEO / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:60.6k
Nilai: 5
Nama Author: eka zeya257

Emma tak pernah menyangka akan mengalami transmigrasi dan terjebak dalam tubuh istri yang tak diinginkan. Pernikahannya dengan Sergey hanya berlandaskan bisnis, hubungan mereka terasa dingin dan hampa.

Tak ingin terus terpuruk, Emma memutuskan untuk menjalani hidupnya sendiri tanpa berharap pada suaminya. Namun, saat ia mulai bersinar dan menarik perhatian banyak orang, Sergey justru mulai terusik.

Apakah Emma akan memilih bertahan atau melangkah pergi dari pernikahan tanpa cinta ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30

Malam itu, udara dingin menyelimuti rumah Edmund dan Hana. Di ruang keluarga yang temaram, Edmund menatap layar ponselnya, jari-jarinya ragu sebelum akhirnya mengetik pesan pada Eleanor.

"Hati-hati di jalan, Eleanor. Tidak perlu buru-buru," tulisnya lalu Edmund terhenti sejenak dan menghela napas panjang dan kembali mengetik. "Kami sangat menyayangimu putri kecilku, Eleanor Rosenthal."

Setelah selesai, Edmund segera mengirim pesan itu pada Eleanor. Entah mengapa, malam ini ia sangat ingin bertemu putrinya.

Hana yang duduk di sampingnya memandang penuh kekhawatiran. "Kamu yakin dia aman pergi sendiri? Jalanan agak sepi malam ini," ucapnya, suaranya pelan namun sarat kecemasan.

Edmund menarik napas panjang, berusaha menenangkan istrinya, meski jauh di lubuk hati ia menyimpan kegelisahan yang sama.

"Dia sudah cukup dewasa, Hana," jawabnya, memaksakan senyum. "Kita harus percaya padanya, dia bukan anak yang lemah kamu harus percaya itu."

Namun, sebelum Hana sempat membalas, suara ketukan keras menggema dari arah pintu depan. Tidak seperti ketukan biasa ini terdengar berat, cepat, seperti kode yang sengaja dibuat untuk menimbulkan kecemasan.

Edmund dan Hana saling bertatapan. Mereka tidak merasa memiliki tamu malam ini, Edmund sudah mengosongkan jadwal demi menghabiskan waktu bersama putrinya untuk malam ini.

"Siapa yang malam-malam begini bertamu?" bisik Hana, menggenggam lengan suaminya erat.

Edmund berdiri perlahan, tubuhnya tampak tegang. Tapi sebelum ia sempat melangkah, pintu rumah mereka terhempas terbuka dengan keras.

Edmund dan Hana mematung di tempatnya, tujuh pria berpakaian serba hitam menyerbu masuk, wajah-wajah mereka tersembunyi di balik masker hitam legam. Di tangan mereka, senjata berkilat memantulkan cahaya lampu ruang tamu.

Edmund spontan berseru, nadanya tegas meski ada kegoyahan di sana. "Siapa kalian?! apa yang kalian mau?!"

Salah satu dari mereka melangkah maju, tampak seperti pemimpin kelompok itu. "Diam," perintahnya dingin. "Atau kalian berdua tidak akan pernah tahu kenapa kami di sini."

Hana menahan napas, tubuhnya mulai gemetar. Dengan suara nyaris tak terdengar, ia berkata, "Edmund… Eleanor… kita harus pastikan dia aman…"

Edmund menggenggam tangan istrinya, menyalurkan keteguhan yang tersisa. Matanya tak lepas dari para penyusup itu.

"Siapa yang menyuruh kalian…" suaranya rendah, mengancam, "katakan apa perlu kalian datang ke sini?"

Senyum dingin tersungging di balik masker sang pemimpin. "Tenang saja," katanya pelan, hampir seperti ejekan. "Ini kami tidak akan menyakiti kalian, kami hanya ingin membunuh kalian."

Tubuh Hana menegang mendengar kata-kata itu. Ketujuh pria itu mulai menyebar ke seluruh penjuru rumah, memeriksa setiap ruangan dengan gerakan terlatih, seolah mereka mencari sesuatu yang sangat spesifik.

"Edmund," bisik Hana, suaranya gemetar namun penuh tekad, "kita harus lakukan sesuatu… sebelum terlambat."

Edmund hanya mengangguk. Pikirannya berpacu, menimbang setiap kemungkinan. Satu hal yang pasti malam ini, mereka harus bertahan. Apapun caranya.

Edmund merasakan darahnya berdesir cepat, adrenalin mulai membanjiri tubuhnya. Sementara para pria bertopeng itu menyisir rumah, ia tahu ini bukan saatnya berdiam diri.

Tangannya menggenggam lebih erat jemari Hana yang dingin.

"Pegang erat-erat," bisiknya cepat. "Apapun yang terjadi, kamu harus lari saat aku mengalihkan mereka"

Hana mengangguk, matanya berkaca-kaca. Ketakutan jelas terlihat di wajah wanita paruh baya itu.

Salah satu pria bersenjata mendekat, mengarahkan moncong senjatanya ke arah mereka.

"Tetap di tempat," gertaknya.

Namun, Edmund sudah memperhitungkan langkah itu. Dalam sekejap, ia menyambar vas bunga di meja samping dan melemparkannya tepat ke arah wajah si pria. Bunyi pecahan kaca mengiringi teriakan kaget.

"Edmund!" jerit Hana.

Tanpa membuang waktu, Edmund menerjang maju, tubuhnya menghantam pria itu dengan kekuatan penuh hingga mereka berdua terjatuh ke lantai. Ia merebut senjata yang terlepas, namun sebelum sempat mengarahkan, pria lain menghantamkan gagang senjatanya ke punggung Edmund.

Edmund mengerang, tapi ia menolak untuk jatuh. Dengan sisa tenaga, ia memutar tubuh dan menendang lutut penyerangnya, membuat pria itu kehilangan keseimbangan.

"Ayo, Hana! lari!" teriaknya sambil mengayunkan senjata tumpul ke arah musuh berikutnya.

Namun Hana tidak lari. Alih-alih lari, ia meraih benda pertama yang bisa dijadikan senjata bingkai foto keluarga di atas meja. Dengan keberanian yang tak terduga, ia memukulkannya ke kepala pria ketiga yang hendak menyerang Edmund.

Suasana rumah berubah menjadi kekacauan. Suara dentuman, jeritan, dan hentakan kaki bercampur aduk.

Pemimpin para penyusup melangkah maju dengan tenang di tengah kekacauan, matanya menatap Edmund dengan dingin.

"Kamu pikir bisa melawan kami ha?" suaranya rendah, namun penuh ancaman.

Edmund, dengan napas terengah, mengangkat senjata rampasan yang kini berada di tangannya.

"Selama aku masih berdiri, aku akan lindungi istriku," katanya tegas, matanya menyalakan api perlawanan.

Mereka bertatapan sejenak, dua kekuatan yang sama kerasnya. Pemimpin penyusup itu mengisyaratkan pada anak buahnya untuk mengepung Edmund. Tapi sebelum mereka sempat bergerak, Edmund melemparkan senjata itu ke arah lampu gantung, memecahkan bohlam dan membuat ruangan seketika gelap gulita.

"Turun!" seru Edmund sambil menarik Hana ke lantai, menggunakan kegelapan sebagai perisai.

Dalam gelap, suara langkah kaki dan desahan napas menjadi lebih nyata. Edmund meraba-raba, mencari jalur keluar sambil tetap melindungi Hana yang gemetar di pelukannya.

"Edmund…" bisik Hana, "aku takut."

"Aku juga," jawabnya jujur, suaranya lirih namun mantap, "tapi aku lebih takut kehilanganmu."

Dalam kegelapan, Edmund mencoba memandu Hana merangkak menjauh dari sumber suara, napas mereka memburu, saling bertumpuk dengan deru jantung yang memekakkan telinga.

"Ayo, Hana… sedikit lagi…" desisnya, berusaha keras menyembunyikan rasa sakit dari pukulan yang tadi mengenai punggungnya.

Namun malangnya, salah satu pria bertopeng ternyata lebih cepat menyesuaikan diri dalam gelap. Sebuah tangan kasar mencengkeram kaki Edmund dengan kuat.

"Kalian pikir bisa pergi, ya?" suara geram itu terdengar dekat, sebelum Edmund bisa menendang lepas, ia ditarik mundur dengan kekuatan brutal.

"Edmund!" Hana berteriak histeris, meraih suaminya, namun pria lain sudah lebih dulu menyeretnya juga, menarik rambutnya ke belakang hingga ia menjerit kesakitan.

Lampu darurat yang tersisa menyala samar, menyorot wajah-wajah dingin para penyusup. Pemimpin mereka berjalan pelan, penuh percaya diri. Dengan isyarat tangan, ia memerintahkan anak buahnya untuk memulai.

Pria pertama menghantamkan gagang senjata ke wajah Edmund, membuat darah seketika menyembur dari hidung dan bibirnya. Edmund jatuh tersungkur, namun tetap mencoba bangkit, hanya untuk menerima tendangan keras di tulang rusuknya yang membuat napasnya tercekik.

"Aku bilang, tetap diam!" bentak salah satu dari mereka, sambil menendang kembali tulang rusuk Edmund yang sudah rapuh.

Hana berusaha meronta, air mata mengalir di pipinya. "Hentikan! kumohon, hentikan!"

Tapi jawaban yang ia terima hanyalah bogem mentah mendarat di rahangnya, membuat sudut bibirnya robek dan darah menetes deras ke lantai.

"Berani-beraninya kalian melawan," dengus pemimpin mereka, suara dingin seperti baja.

Hana terbatuk-batuk, darah mengalir dari sudut bibirnya. Ia memandang Edmund yang dipukuli tanpa ampun, matanya berkaca-kaca penuh penderitaan.

"Edmund…" suaranya lirih, hampir tak terdengar. "Maafkan aku…"

Edmund, meski wajahnya berlumur darah, memaksa menoleh ke arah Hana. Dengan sisa kekuatan, ia berusaha bicara di sela napas yang nyaris putus.

"Jangan… jangan minta maaf…" lirihnya. "Aku… aku akan… melindungi kamu… sampai akhir, Sa-sayang..."

Tapi kekuatan itu pun tak bertahan lama. Hantaman berikutnya membuat Edmund terkulai lemas, darah menetes dari dahi, hidung, dan bibirnya. Tubuhnya nyaris tak bergerak, hanya napas berat yang tersisa tanda ia masih bertahan hidup.

Hana pun terhempas ke lantai, tubuhnya remuk oleh tendangan bertubi-tubi yang menghantam perut dan punggungnya. Dia terbatuk keras, dan setetes darah segar menyembur keluar.

Ruangan itu dipenuhi aroma besi darah yang menyengat. Lantai putih yang tadinya bersih kini bermandikan genangan merah pekat.

Pemimpin para penyusup itu berjongkok di hadapan Edmund yang terkulai.

"Lihat kamu sekarang," katanya pelan, penuh penghinaan. "Seharusnya kamu tahu sejak awal. Tidak ada yang bisa lolos dari kami."

Edmund hanya bisa memandang buram, kabur oleh darah yang mengalir dari pelipisnya. Genggamannya pada tangan Hana yang lemah tetap erat, seolah-olah dengan sisa-sisa tenaganya, ia menolak untuk melepaskan istrinya.

1
Noveni Lawasti Munte
aduhhhh lu duluan Sergey yg bersikap dingin ke lea giliran dibalas ga terima dasar kutu kupret
Aretha Shanum
jangan bertele2 Thor alurnya nih bosen
Uthie
sering up 🙏🙏
🍏A↪(Jabar)📍
next
🍏A↪(Jabar)📍
up
merry
hncur gk hrga dri sarge tu ditukar dgn tanah sm Lea wkkkkk
Muhammad Kevin
udh kn
Muhammad Kevin
hey anjing 🐶 jawa buat lagi ya kn anjing itu nurut klo di kasih tulang ups 🤣maaf sengaja ni ku kasih
Muhammad Kevin
jalang Jawa mati di kubur massal satu tumbuh seribu jalang Jawaaaaaaaaaaaa aw aw .........🤣🤣🤣🤣🤣
Muhammad Kevin
jalang Jawa aaaaaaa 🤣🤣🤣🤣mati kuburan massal satu tumbuh seribu 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 taubat lah sobat sebelum tempat mu kena bencana 🤭
Muhammad Kevin
jalang Jawa hilang satu tumbuh seribu 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Uthie
bukannya dengan bantuan Sergey jadi lebih bisa membantu kamu menemukan pembunuh kedua orang tua mu, Ele 🤨
🍏A↪(Jabar)📍
bukanya Aria sendiri ya yang minta bertemu Eleanor🤔
Noveni Lawasti Munte
waduhhhhh Sergey sainganmu udah muncul
Uthie
Wahhhh... parah banget itu mahhhh 😌😏😏😏
Uthie
sy memnag sudah suka sedari awal mampir nya.. dan menurut ku memang bagus banget cerita nya 👍
Soo.... jangan lupa up tiap hari.. tiap waktu yaa Thor 👍😘😁😍😍
Rossy Annabelle
pengen ku tendang sih😬
🍏A↪(Jabar)📍
Ohh,, ini masalahnya toh
ievy
pantes Sergey nggak respect sama adiknya ternyata oh ternyata
Wahyuningsih
Makin sru thor mantap d tnggu upnya kmbli yg buanyk n hrs tiap hri jgn lma2 upnya thor ntar lumutn lkau lma upnya 😁😁 sellu jga keshtn istrht yg ckp mkan tept wktu seeeeemaaaangaaaaaaaaat thor 😋😋😋
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!