Di tengah reruntuhan planet Zefia, Arez terbangun dari tidur panjangnya—sebuah dunia yang hancur akibat bencana besar yang dikenal sebagai Bang. Setiap seratus tahun, planet ini mengalami Reset, sebuah siklus mengerikan yang membawa kehancuran, memunculkan monster, dan membangkitkan kejahatan dari masa lalu. Dunia di mana perdamaian tak pernah bertahan lama, di mana peradaban selalu bangkit hanya untuk jatuh kembali.
Arez, seorang pahlawan yang terlupakan, bangkit tanpa ingatan tentang masa lalunya. Digerakkan oleh naluri untuk melindungi Zefia, ia harus bergabung dengan para Refor, pejuang pilihan yang memegang kekuatan elemen untuk menjaga keseimbangan dunia. Namun, Arez tidak menyadari bahwa ia adalah kunci dari siklus kehancuran yang terus berulang. Monster dan musuh dari masa lalu mengenali jati dirinya, tetapi Arez terjebak dalam kebingungan, tak memahami siapa dirinya sebenarnya.
Apakah di@ adalah penyelamat dunia, atau justru sumber kehancurannya? Apakah Arez akan berhasil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daffa Rifky Virziano, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehidupan dan Ras
... PETA ZEFIA...
Arez dan Erlana melaju perlahan menuju utara di atas kuda mereka, melewati hutan-hutan dengan pohon besar yang memayungi mereka dari terik matahari. Suasana begitu tenang, hanya diiringi oleh suara ranting yang bergemerisik dan burung-burung berkicau di kejauhan. Arez menatap lebatnya dedaunan di atas, merasakan sebuah ingatan samar mulai muncul di benaknya. Dia merasakan ada sesuatu yang familiar, sesuatu dari masa lalu yang kembali membayanginya.
"Erlana," Arez memecah keheningan, "Apakah peri dan elf masih ada di dunia sekarang?"
Erlana menoleh dengan sedikit terkejut. "Aku kira kau tidak mengetahuinya," jawabnya sambil tersenyum tipis. "Ya, mereka masih ada. Ras lain seperti elf masih bertahan, meskipun mereka tak lagi hidup di tempat yang dulu. Setelah 'reset,' para elf kini tinggal dan membangun negara, Negara mereka bernama Derminus. Mayoritas penduduk di sana memang elf, meski ada juga beberapa manusia lainnya."
Arez terdiam, pikirannya melayang ke masa lalu yang samar. "Wah, aku kira mereka sudah punah," katanya sambil mengerutkan kening. "Entah kenapa, hutan ini membuatku teringat pada mereka, tapi ingatannya kabur dan tak begitu jelas."
Erlana tersenyum lembut. "Tak apa, Arez. Kadang-kadang, ingatan samar itu bisa menjadi petunjuk. Siapa tahu itu bisa membantu dirimu memahami lebih banyak tentang dirimu sendiri."
Arez mengangguk, Lalu, Erlana melanjutkan, "Sebenarnya, di Trevia sendiri ada ras humanoid setengah hewan. Mereka disebut 'beastfolk.' Saat ini, mereka tinggal sedikit dan hampir punah karena perang yang mereka buat sendiri demi kekuasaan wilayah. Pihak Trevia pun sangat sulit mengatur mereka. Namun, pihak Trevia memberikan mereka wilayah tersendiri, Yaitu wilayah kebebasan dekat laut utara. Yah, nanti kita mungkin akan bertemu beberapa dari mereka di perjalanan."
Arez merasa penasaran. "Aku belum pernah mendengar tentang mereka sebelumnya," ujarnya. "Apa mereka berbahaya?"
Erlana menggeleng pelan. "Tidak, mereka sekarang lebih banyak hidup damai ya meski masih ada beberapa yang merepotkan. Setelah perang, kebanyakan dari mereka hanya ingin bertahan hidup. Mereka tak sekuat dulu lagi, tetapi mereka masih menjaga beberapa tradisi lama."
Arez merenung sejenak, membayangkan bagaimana ras-ras lain nya yang ada di Zefia "Dan bagaimana dengan ras lain? Apakah mereka juga masih bertahan?"
"Oh, tentu saja," jawab Erlana. "Di negara Troz, yang bertetangga dengan kita, ada ras dwarf. Mereka adalah para pengrajin ulung dan penambang yang tak tertandingi. Mereka bekerja sama dengan para hobbit, yang hidup damai dan sebagian besar bertani serta berkebun. Manusia di sana juga sangat baik. Setelah perang panjang, mereka semua belajar bekerja sama untuk bertahan hidup."
"Wah," Arez mengangguk penuh kekaguman, "Aku tak menyangka masih banyak ras yang bertahan di dunia ini. Aku pikir manusia telah menguasai segalanya."
Erlana tersenyum. "Meskipun banyak yang berubah sejak 'Bang dan Reset,' dunia ini masih penuh dengan keajaiban. Ras-ras itu mungkin telah berkurang, tetapi mereka masih bertahan, mencari cara untuk hidup berdampingan dengan yang lain. Namun, Juga ada beberapa Ras yang bertahan dengan perbuatan Jahat."
Arez terdiam, matanya menatap jauh ke depan, memikirkan perjalanan yang mereka hadapi. "Seperti biasa masih banyak yang harus kupelajari tentang dunia ini. Aku harap aku segera mengingat kembali ingatan ku. "
"Benar sekali," jawab Erlana. "Tapi kita punya banyak waktu untuk itu. Yang penting sekarang, kita harus fokus pada perjalanan ke Gunung Cageves. Akan ada banyak hal yang harus kita hadapi di sana."
Arez tersenyum kecil. "Ya, kau benar. Mari kita terus berjalan."
Dan begitu mereka terus melangkah maju, Arez merasa bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang mencapai tujuan fisik mereka, tetapi juga tentang menemukan jawaban atas misteri yang tersembunyi dalam dirinya, dan mungkin, juga tentang menemukan tempatnya di dunia yang lebih luas.
Arez dan Erlana melanjutkan perjalanan mereka di tengah hutan yang lebat, pepohonan menjulang tinggi, dan sinar matahari nyaris tak mampu menembus kanopi dedaunan di atas mereka. Arez tiba-tiba memperlambat langkah kudanya. Wajahnya tampak tegang, matanya mengamati sekitar dengan cermat.
“Erlana,” katanya perlahan, suaranya rendah namun penuh peringatan. “Ada sesuatu. Sepertinya kita sedang dipantau. Hati-hatilah.”
Erlana, yang duduk tegap di atas kudanya, langsung merespon. Ia menoleh cepat ke arah Arez, melihat sorot mata tajam rekannya yang sudah memperkirakan bahaya. Dia mengangguk tanpa sepatah kata, langsung meraih busurnya dengan satu gerakan cepat dan menarik sebatang anak panah dari tempatnya.
“Aku siap,” bisiknya sambil menyiapkan busur, matanya mulai menyusuri pepohonan yang lebat di sekitarnya.
Tiba-tiba, tanpa peringatan, suara geraman rendah terdengar dari balik semak-semak. Angin di sekitar mereka seakan berubah, membawa bau busuk yang menusuk hidung. Sebuah makhluk besar dengan kepala rusa dan tubuh beruang meloncat keluar dengan kecepatan luar biasa. Kukunya yang tajam mengarah langsung ke Arez.
WHOSSS!-Suara Lompatan yang mebelah angin menuju cepat kearah Arez.
Arez hanya punya waktu sepersekian detik untuk menarik pedangnya. "CTANG!" Suara pedangnya beradu keras dengan cakar makhluk itu, menahan serangan yang nyaris mematikan.
"Wendigo!" teriak Erlana, mengenali Monster yang dikenal karena kekuatan brutal dan kecepatannya yang menakutkan. Wendigo itu menatap Arez dengan mata merah menyala, giginya yang runcing terlihat saat ia mendesis marah.
...WENDIGO...
.
Erlana, tak mau kehilangan kesempatan, langsung melepaskan anak panahnya. "SWOOSH!" Panah itu meluncur cepat, menancap di bahu Wendigo, membuat makhluk itu menggeram kesakitan dan mundur selangkah.
"Bagus, Erlana!" Arez berteriak, masih menahan serangan cakar Wendigo dengan pedangnya.
Namun, belum sempat mereka bernapas lega, suara gemuruh dari sekitar mereka semakin keras. Dari arah lain, dua Wendigo lagi muncul dari balik pepohonan, mengintai mereka dengan tatapan buas.
“Kita dikepung!” Erlana berseru dengan nada cemas namun tetap fokus. Ia segera menarik panah berikutnya, bersiap menghadapi ancaman baru.
Arez menguatkan cengkeramannya pada pedang, mengalihkan perhatiannya pada makhluk-makhluk yang kini bergerak mengitari mereka. “Bersiaplah!” katanya tegas.
Salah satu Wendigo melompat ke arah Erlana, cakar-cakarnya siap merobek. Tapi Erlana sudah siap. “SWISH!” Panah yang mengeluarkan Api meluncur tepat ke arah Wendigo, menembus dada makhluk itu dan membuatnya terjatuh keras ke tanah, namun ia masih berusaha bangkit dengan darah mengalir deras dari lukanya.
Sementara itu, Arez menghadapi Wendigo yang lain dengan cepat. “CTANG CTANG!” Pedang Arez menari di udara, memblokir setiap serangan. Satu Wendigo berhasil mendekat dengan cakarnya yang menyasar Arez, namun Arez dengan cepat menebas balik, mengiris lengan makhluk itu hingga terdengar suara jeritan.
Arez melirik ke Erlana yang masih sibuk bertarung. “Kita harus selesaikan ini cepat!” teriaknya.
Erlana mengangguk, mengincar Wendigo terakhir yang tersisa. Dengan satu gerakan cepat, ia menarik napas dalam dan menyalurkan energinya. Panah yang ia genggam mulai berkilauan dengan energi sihir Api miliknya dan ia melepaskannya dengan kekuatan penuh.
FIRE BIG ARROW -SWOOSHH!! “THWANG!”
Panah itu meluncur, menembus udara dengan kecepatan luar biasa, langsung menghantam kepala Wendigo, membunuhnya seketika.
Arez, melihat hal itu, juga memfokuskan kekuatannya. “Twilight Slash!” teriaknya sambil mengayunkan pedang dengan kekuatan gabungan elemen cahaya dan kegelapan. Tebasan itu membelah Wendigo terakhir yang tersisa, tubuhnya runtuh tak berdaya.
Dengan napas yang terengah-engah, Arez dan Erlana saling bertukar pandang di tengah hutan yang kini hening.
“Sepertinya ini sudah semua,” kata Arez sambil menyarungkan pedangnya kembali. “Tapi kita harus tetap waspada. Hutan ini kita harus berhati hati, Mungkin ada lebih banyak Monster dari yang kita kira.”
Erlana tersenyum kecil meskipun wajahnya masih tegang. “Terima kasih, Arez. Aku akan berjaga lebih baik.”
“Kita akan baik-baik saja,” jawab Arez. “Selama kita bersama” Lalu tersenyum melihat ke arah Erlana.
Hari mulai gelap, dan sinar matahari yang tersisa perlahan memudar di balik puncak pepohonan. Hutan terasa lebih sunyi setelah pertarungan sengit mereka dengan para Wendigo. Arez, dengan napas masih sedikit tersengal, menyarankan untuk istirahat sejenak.
“Kita butuh istirahat, Erlana,” ucapnya sambil mengamati keadaan sekitar. "Malam sudah dekat, dan kita tidak bisa terus berjalan tanpa tenaga dan kuda kuda kita juga harus istirahat. Kita buat kemah di sini dan kumpulkan tenaga untuk perjalanan besok."
Erlana, yang mulai merasakan lelah, mengangguk setuju. “Kau benar, Arez. Kita sudah bertarung keras, dan malam di hutan ini bisa jauh lebih berbahaya. Aku akan membantumu menyiapkan kemah.”
Mereka berdua segera bekerja sama mendirikan kemah kecil di sebuah tempat yang terlindung dari angin, dikelilingi pohon-pohon besar yang memberi perlindungan alami. Arez menyalakan api unggun dengan cepat, menggunakan potongan kayu yang ia kumpulkan dari sekitar, dan dengan satu percikan dari pedangnya yang diselimuti sedikit energi api, kobaran api unggun segera menyala, menghangatkan suasana di tengah dinginnya malam hutan.
Sementara api unggun menyala, Erlana mengeluarkan beberapa potongan daging yang mereka bawa dalam perbekalan. Ia menusukkan daging-daging tersebut pada batang kayu dan memanggangnya di atas api. Aroma gurih daging mulai menguar, membuat perut mereka yang kosong kembali menggeram.
"Setelah pertarungan tadi, kita layak mendapat makan malam yang baik," kata Erlana, tersenyum kecil meskipun wajahnya tampak kelelahan. “Kau luar biasa di pertarungan tadi, Arez. Kita tidak akan bertahan tanpa kemampuanmu.”
Arez hanya tersenyum ringan, matanya tetap terjaga dan memperhatikan sekeliling. "Kau juga hebat. Panahmu tepat sasaran, dan itu membuat kesempatan besar."
Setelah beberapa saat, daging matang dan mereka mulai makan, mengisi kembali tenaga yang hilang. Api unggun memberikan cahaya yang nyaman di sekitar mereka, membelah kegelapan hutan yang semakin pekat. Angin malam berhembus lembut, membawa ketenangan setelah kegaduhan yang baru saja mereka alami.
Arez memandang ke arah langit yang mulai tertutup oleh bintang-bintang. “Kita harus melanjutkan perjalanan besok pagi. terima kasih untuk hari ini ya."
Erlana mengangguk sambil menatap api unggun yang berkedip-kedip. "hehe aku juga Arez,untuk malam ini, kita perlu beristirahat. Semoga malam ini tidak ada lagi kejutan tak terduga."
Arez tersenyum tipis. "Kita akan bergantian berjaga. Kau tidur duluan. Aku akan menjaga sekitar untuk sementara."
“Baiklah, terima kasih, Arez,” kata Erlana sambil membaringkan dirinya di dalam kemah, matanya perlahan menutup.
Arez duduk di dekat api unggun, matanya tetap awas mengamati kegelapan di sekitar. Di tengah malam yang sunyi, hanya suara api yang berderak dan hembusan angin yang menemani mereka. Di dalam hatinya, Arez tahu bahwa perjalanan ini masih panjang dan penuh bahaya, tetapi untuk saat ini, istirahat adalah hal yang paling penting.
Dengan api yang masih membara di hadapannya, Arez menatap bintang-bintang sejenak, lalu menarik napas dalam, merasa sedikit tenang dan tetap waspada.
Untuk tulisan bagus dan rapi melebih standar tulisan author2 di sini kebnyakan. Pendeskripsian juga sudah bagus namun aku saran lebih menerapkan showing ke konten yg ada di cerita.
Untuk Alur termasuk lambat, World Building ada untuk pengenalan cukup, ada beberapa narasi yg janggal namun untuk tidak terlalu mengganggu keseluruhan bacanya.
Saranku, lebih eksplor setting Post Apocalyptic-nya dlu baik sebelum bertemu Elara ataupun ketika baru bertemu dengannya.
Feelnya menurutku bukan seperti novel Post Apocalyptic kebnyakan dan malah seperti Novel isekai pada umumnya.
Skrng jadi emas /Facepalm/