Hilya Nadhira, ia tidak pernah menyangka bahwa kebaikannya menolong seorang pria berakhir menjadi sebuah hubungan pernikahan.
Pria yang jelas tidak diketahui asal usulnya bahkan kehilangan ingatannya itu, kini hidup satu atap dengannya dengan status suami.
" Gimana kalau dia udah inget dan pergi meninggalkanmu, bukannya kamu akan jadi janda nduk?"
" Ndak apa Bu'e, bukankah itu hanya sekedar status. Hilya ndak pernah berpikir jauh. Jika memang Mas udah inget dan mau pergi itu hak dia."
Siapa sebenarnya pria yang jadi suami Hilya ini?
Mengapa dia bisa hilang ingatan? Dan apakah benar dia akan meninggalkan Hilya jika ingatannya sudah kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
STOK 29: Tertuduh
Sekitar pukul 02.00 malam menuju dini hari, Tara masuk ke pekarangan kediaman Dwilaga. Ia merasa begitu senang akhirnya bisa kembali melihat rumah dimana ia tinggal dan dibesarkan. Tidak dipungkiri bahwa ia sangat rindu dengan semua tawa dan juga kasih sayang dari semua orang di rumah itu. Terutama sang bunda.
" Hilya sayang," panggil Tara lirih. Dia tidak ingin membuat istrinya terkejut.
" Ughh, maaf Mas. Aku bener-bener tidur. Kita udah sampai dimana?"
" Rumah."
Degh!
Meskipun Hilya sudah mempersiapkan hati, tapi tetap saja dadanya berdegup kencang. Rasa takut memenuhi hati dan pikirannya saat ini.
Sreet
Hilya menoleh ke arah Tara saat tangannya digenggam oleh sang suami. Bukan hanya itu, Tara juga mengecup singkat pucuk kepala Hilya. " Nggak apa-apa semuanya akan baik-baik aja. Jangan takut, jangan gugup oke."
" Huuuft, bohong kalau aku nggak takut ataupun gugup Mas. Tapi ayo." Hilya semakin erat menggenggam tangan Tara. Itu membuat Tara lega pasalnya wanita yang menjadi istrinya itu bukanlah wanita yang mudah ciut atau rendah diri. Meskipun terlihat jelas sekali dalam raut wajahnya penuh dengan kekhawatiran, tapi sebuah tekad keberanian dia coba untuk lakukan.
Tok! Tok! Tok!
" Assalamualaikum."
Percobaan pertama Tara untuk masuk ke rumah tidak mulus rupanya. Ini masih jam dua jadi belum ada yang bangun. Biasanya orang rumah ini akan bangun sekitar pukul 03.00 ke atas.
" Mas, apa kita tunggu di mobil aja sampai subuh, kasihan kalau ganggu tidur gini."
Tara menggeleng cepat, seandainya bukan ayah, bundanya pasti adiknya akan mendengar ketukan pintu dan salam yang ia lalukan.
Tok tok tok
" Ayah, Bunda, Visha, Abang pulang!"
Tap tap tap cekleek
" Alhamdulillaah akhirnya kamu pulan Ta ______ ra."
Kaluna, ya Kaluna lah yang keluar untuk membuka pintu diikuti oleh Yasa. Namun kedua orang tua itu amat sangat terkejut melihat putra mereka yang berdiri di depan pintu sambil menggenggam tangan seorang gadis cantik berhijab. Dilihat sepintas, usia gadis itu mungkin tidak jauh dati Visha. Hanya saja gesture tubuh dari si gadis itu terasa takut saat mereka berdua muncul.
" Abang, ini ... ."
" Hilya Nadhira, istri Tara."
" Aah istri, haaah apaaaa!"
Tubuh Kaluna terhuyung dan seketika itu ditangkap oleh Yasa sehingga tidak jatuh ke lantai. Wanita paruh baya itu memijit kepalanya yang saat itu langsung terasa berdenyut.
" Masuk dulu Tara, dan nak Hilya. Kita bicara di dalam," ucap Yasa sambil memapah istrinya.
Tara menuntun Hilya untuk masuk, tangan wanita itu semakin berkeringat dingin saat melihat reaksi dari ibu suaminya. Ia sungguh takut jika mereka benar-benar tidak menyukai keberadaan dirinya saat ini.
Rasanya saat ini bahkan Hilya akan menangis. Tapi sekuat hati ia menahannya.
" Nah Nak, duduklah. Tara ambil minum dulu, kasihan Hilya. Ambilkan juga untuk Bunda mu."
Tara mengerti, ia pun bangkit dari posisi duduknya. Tapi tangan Hilya seakan enggan untuk melepas tangannya. " Nggak apa-apa, Ayah Bunda nggak makan orang kok."
" Taraaa!"
Tawa keras kelua dari mulut Tara mendengar teriakan kedua orang tuanya. Hilya yang saat ini ditinggal Tara ke dapur hanya diam sambil menundukkan kepala. Ia bahkan tidak menyadari bahwa Kaluna sudah duduk si sebelahnya.
Sebuah sentuhan lembut yang dilakukan ibu mertuanya itu pada tangannya baru membuat Hilya sadar.
" Maaf ya Nak, bukan maksud Bunda seperti ini. Bunda hanya kaget aja anak itu aah maksud Bunda, Tara pulang sambil membawa gadis cantik sepertimu dan mengatakan kepada kamu bahwa kamu adalah istrinya. Ehmm, maaf kalau ini mungkin nggak pantes. Apa Tara udah berbuat jahat sama kamu, jadi kamu terpaksa menikah dengannya?"
Shaaah
Syut Syut
Hilya yang awalnya masih menunduk kepala nya seketika itu langsung mendongak untuk melihat wajah Kaluna. Ia pun seketika menggelengkan kepalanya untuk menyanggah semua praduga dari ibu mertuanya itu.
Saat ini tatapan mata Yasa dan Kaluna yang terarah padanya bukanlah tatapan marah melainkan iba dan sebuah rasa bersalah. Hilya menduga bahwa saat ini mereka sedang salah paham kepada putra mereka sendiri.
" Bapak, Ibu, mas Tara tidak pernah berbuat jahat atau buruk terhadap saya. Kami menikah atas dasar suka."
" Eiii, apa nih. Dikiranya aku ngapain Hilya, ish ish ish tak patut. Ayah Bunda suudzhon banget sama anak sendiri."
Plak!
Tara yang baru kembali dari dapur langung mendapat sebuah pukulan kecil di kepalanya dari sang Ayah. Terlihat sekali wajah marah dari Yasa itu. Tapi ia sebisa mungkin menahannya karena ada sang menantu di situ.
" Nak kamu jangan takut, jangan membela. Kalau emang anak ini buat salah, nanti Ayah yang akan hukum."
Agaknya ucapan dari Hilya tadi tetap masih belum meredakan kesalahpahaman Yasa dan Kaluna. Terlihat sekali Kaluna menganggukkan kepalanya dengan begitu kuat." Ya Nak, kami akan menghukum Tara dengan berat. Mau cambuk atau apapun boleh."
" Astagfurullaah Ayah Bunda, Aku nggak sebejat itu. Iih kenapa sih pikiran Ayah sama Bunda buruk banget ke anak sendiri."
" Hei Taraka Abyaz Dwilaga, bagaimana Bunda dan Ayahmu ini nggak berpikiran buruk. Kamu selama ini deket sama wanita aja nggak pernah, anti malah. Kok bisa-bisa nya bilang anak gadis orang sebagai istri. Kamu apakan dia hah!"
Hilya rasanya ingin bersembunyi di lubang tikus saat ini juga melihat kesalahpahaman ini.
" Bapak Ibu, saya sungguh tidak menikah karena terpaksa. Mas Tara menikahi saya dengan baik dan bahkan mahar yang sangat besar. Saya mau menikah dengan Mas Tara karena saya memang mencintainya. Jadi tidak ada unsur paksaan sama sekali. Mungkin Penjelasan lengkapnya biar Mas Tara saja."
Kaluna takjub mendengar suara Hilya yang lembut. Sebenarnya dalam hati dia suka dan bersyukur Tara mendapatkan gadis sebaik ini untuk jadi istrinya. Tapi dia tidak bisa tinggal diam jika Tara melakukan sebuah kesalahan. Ia takut akan pengalamannya dulu, meskipun semuanya adalah dari sebuah kesalahan yang tidak disengaja.
" Jadi Yah, Bund ceritanya begini."
Tara mulai menceritakan dari awal hingga akhir. Dia juga menjelaskan mengenai alasan mengapa dia harus berpura-pura untuk sakit parah, semua Tara katakan secara gamblang.
Terlihat Yasa dan Kaluna mulai mengerti, tatapan mereka kepada Hilya pun berubah menjadi tatapan penuh rasa terimakasih.
Greb
Kaluna memeluk tubuh Hilya, gadis yang sudah jadi menantunya itu sungguh memiliki hati yang baik. Tidak mudah menolong orang asing yang tidak diketahui identitasnya, resikonya juga bukanlah kecil.
" Terimakasih Nak, terimakasih udah nolongin anak Bunda. Dan maaf karena tidak memberikan pernikahan yang layak untukmu. Kami sungguh malu, haah anak itu bener-bener. Seharusnya kalau mau nikah tuh ngomong Taraaa!!!!"
Tara pikir setelah menjelaskan dengan baik kemarahan sang bunda berhenti, tapi ternyata tidak. Masih ada poin lain yang membuat ibu ratu dalam rumah itu murka.
" Hmmm, kayaknya ga akan habis satu dua hari ini mah ngomelnya."
TBC
banyak typo 🤭