NovelToon NovelToon
JANJI Yusuf Dan Sari

JANJI Yusuf Dan Sari

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / nikahmuda / spiritual / Pengantin Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: David Purnama

Kisah asmara antara Yusuf seorang pemuda yang sedang dalam pencarian jati dirinya dengan Sari sang bunga desa. Lika-liku perjuangan kehidupan dan jalan yang telah digariskan mempertemukan mereka. Novel ini bercerita tentang cinta, persahabatan, kondisi sosial dan semangat pantang menyerah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 26 JALAN PULANG

Jalanan ini masih sama

Rumput-rumput di sini sudah tumbuh dan berganti dengan rupa yang sama pula

Pohon-pohon di sini masih tetap membisu sama seperti waktu aku berangkat dulu

Udara di sini masih mengenaliku

Orang-orang itu masih tetap sama, hanya beberapa hari saja mereka bertambah tua

Tapi rasa dan keinginanku sudah tidak bisa lagi sama

Kumis yang sengaja tidak aku cukur dan rambut yang mulai panjang tampak tak rapi ini sebenarnya bukan tanpa alasan. Beserta kulitku yang juga bertambah hitam. Aku sebenarnya ingin membuatnya sekilas untuk tidak mengenaliku sebelum aku mulai mengejutkannya.

Sore itu aku sudah sampai di tempat dimana aku tumbuh dan melalui masa-masa umurku. Kenangan demi kenangan begitu saja terlintas dibenakku ketika aku mulai memasuki Tunggal yang tampak sedikit baru. Lalu lalang orang sudah mulai sepi karena waktu sudah masuk sore hari. Beberapa orang sedang menikmati sore mereka dengan berkumpul di pekarangan depan rumah dengan obrolan-obrolan ringannya. Seorang anak laki-laki berlari dikejar oleh ibunya dengan membawa sebuah gayung yang berisi air. Terlihat di kejauhan Pak Taufik yang sedang duduk di kursi rotannya ditemani beberapa orang yang juga sibuk bercengkrama dengan buku-bukunya.

Itu semua menimbulkan senyum diwajahku. Kupercepat langkah-langkah kakiku. Aku tak ingin orang tua yang sudah keriput dengan seluruh rambutnya yang telah beruban berjalan lebih lagi untuk menyongsongku. Aku berhasil menangkapnya dalam pelukanku. Ternyata dia masih bisa juga menangis aku kira air matanya sudah habis kerena umurnya yang sudah begitu renta.

Nenek dan juga Budhe Yati sedang duduk-duduk manis di depan rumah ketika aku datang. Aku pun menceritakan kepada mereka bahwasanya aku kemarin juga singgah dulu di rumahnya Pak Yanto dan juga sudah bertemu dengan Sapto.

Rasanya sungguh bahagia bisa melihat dan kembali berbicara dengan mereka. Lihatlah sekarang nenekku, dia sibuk dengan sebuah radio yang aku bawakan untuknya.

“Cuma kemresek Suf. Tidak ada suaranya.”

“Jangan-jangan kamu kena tipu. Memang katanya di kota besar itu banyak yang sikap dan penampilannya sopan tapi hatinya penipu.”

“Di puter-puter terus saja Mbah sampai ketemu suaranya. Nanti juga ada suaranya.”

Setelah berbincang-bincang denganku Budhe Yati beranjak masuk ke rumahnya. Mungkin dia ingin memberikanku waktu untuk beristirahat melihat penampilanku yang sudah kuyu ini.

Mau kemana Budhe Yati sore-sore begini? Dari jendela rumahku aku melihatnya keluar dari pintu rumahnya. Kemudian ia bersiap membawa sebuah karung yang sudah sejak tadi berada di depan rumahnya.

“Itu tadi Yati karena aku ajak ngobrol jadi dia kesorean begini.”

“Sana Suf kamu tolongin Budhemu.”

“Iya ini aku juga mau ke sana Mbah.”

Aku menghampiri Budhe Yati yang sedang mempersiapkan dirinya untuk membawa karung yang ternyata berisi beras itu.

“Biar aku saja Buhde”, kataku.

“Tidak usah Suf kamu juga baru saja sampai rumah.”

Aku menghiraukannya dan langsung mengangkat karung beras itu di atas punggungku dengan posisi menggendong.

“Segini saja Budhe. Ini mau diantar kemana? Ke rumah Pak Dul?”, jawabku enteng.

“Itu ruko yang ada di sebelah gapura.”

“Oh itu. Bukannya sudah tutup. Tadi aku melewatinya seperti sudah tidak buka rukonya.”

“Rumahnya yang disamping kirinya. Menghadap ke Timur. Nempel sama rukonya.”

“Oh...”, aku pun mulai berjalan membawa karung beras yang memang beratnya tidak seberapa itu.

“Tidak mau pakai selendang Suf?”, Budhe menunjukkan selendang yang biasa ia gunakan.

“Tidak usah Budhe”, aku meneruskan langkahku.

Sepintas tadi aku melihat mata Budhe menatapku dengan sendu. Jika memang itu hal yang dimaksudkan Budhe, aku pun sudah membalasnya dengan sebuah senyuman.

Aku berjalan menuju suara tangisan itu dengan sedikit berlari. Tangisannya yang semakin kencang membuatku mempercepat langkah-langkahku.

“Kalian kenapa? Temannya menangis malah dilihatin saja.”

“Ayo sini biar aku antar kamu pulang ke rumah.”

Gadis kecil yang menangis itu pun mengangguk sambil ia menyeka linangan air matanya. Ia pun tampak mencoba untuk menghentikan tangisannya meskipun isakannya masih terdengar. Aku meraih tangannya kemudian menggendong gadis kecil itu di atas punggungku.

“Sapto. Sudah sore. Ajak teman-temanmu pulang sana. Diculik wewe nanti kalian kalau sudah mau maghrib begini masih main saja”, aku mencoba menakut-nakuti Sapto dan gerombolannya.

Toko Sembako. Itulah nama yang tertera untuk ruko yang besar ini. Dengan ukuran bangunan yang sebesar ini pasti tersedia barang-barang yang lengkap. Entah siapa pemilik ruko sebesar ini. Sebagai penduduk Tunggal aku turut berterimakasih karena tidak perlu lagi kami pergi jauh-jauh ke pasar yang berada di Kecamatan.

Setelah sampai di depan ruko sesuai dengan arahan dari Budhe Yati tadi aku berbelok ke kiri. Terdapat sebuah rumah yang sepertinya masih baru berdekatan dengan ruko sembako. Terlihat sisa-sisa material-material bangunan yang berada di samping rumah. Tidak salah lagi pasti inilah rumah pemilik Toko Sembako yang dimaksud oleh Budhe Yati dimana aku harus mengantarkan karung berisi beras ini.

Aku lantas berjalan menuju rumah itu. Aku taruh karung itu begitu aku sampai di depan rumahnya. Meskipun tidak terlalu berat kalau lama-lama dipanggul rasanya menjadi berat juga. Aku duduk sejenak sebelum mengetuk pemilik rumah untuk sekedar melancarkan nafasku. Mataku tertuju pada bunga-bunga di taman depan rumah itu. Bunga-bungan itu tampak familiar untukku.

“Bawa beras dari siapa mas?”

“Eh mas. Saya niatnya mau istirahat sebentar habis panggul ini.”

“Dari Budhe Yati.”

“Tidak apa mas. Kebetulan saya dan istri saya lagi duduk-duduk di ruang depan. Saya lihat ada yang datang jadi saya keluar.”

“Mas ini siapa ya? Rasanya seperti tidak asing.”

“Iya mas. Mas pasti lupa sama saya. Saya perantauan mas kerjanya.”

“Ya sudah mas. Saya pamit dulu ya. Sudah mau gelap.”

“Tidak masuk dulu mas.”

“Sudah mau magrib mas.”

“Ya sudah. Terimakasih ya mas.”

“Iya mas. Mari.”

Aku pun berjalan meniggalkan rumah dan pemilik Toko Sembako itu. Seseorang yang samar-samar mengenaliku. Namun bagiku dia tidak banyak berubah aku masih bisa mengenalinya. Mas Bambang anak dari juragan toko sembako di Pasar Kecamatan.

“Dari siapa mas?”

“Mbak Yati.”

“Siapa yang mengantarnya? Sapto?”

“Bukan.”

“Oh Mas Hadi. Mas belum pernah bertemu denganyakan? Mas Hadi itu anak pertamanya Mbak Yati, masnya Sapto.”

“Dia bilangnya kerjanya di perantauan.”

“Memang mas Hadi dari dulu sudah merantau ikut bapaknya.”

“Tapi bukan ah.”

“Kenapa bukan?”

“Ya masa manggil ibunya sendiri dengan sebutan Budhe Yati.”

“Budhe Yati?”

“Iya.”

“Coba mas panggil orangnya siapa tahu aku mengenalinya.”

“Mas... Mas...”, suara mas Bambang sedikit berteriak memanggilku yang memang masih bisa terlihat dan belum terlalu jauh dari jarak pandang rumah itu.

Aku mengokkan wajah dan pandanganku padanya. Aku melihatnya. Aku kini melihat ada dua orang yang berada di depan rumah itu. Aku melihat mas Bambang yang melambaikan tangannya padaku. Aku pun juga membalas lambaian tangannya. Aku juga melihat istri mas Bambang yang memincingkan pandanganya untuk mengenali siapa aku. Dengan tersenyum aku juga melambaikan tanganku padanya sebelum akhirnya langkah kakiku membawa pandanganku pergi dari tatapannya. Itu Sari.

Seiring langkah-langkahku bunyi-bunyian turut mengikuti

Suara-suara itu lalu bernyanyi

Ingatan-ingatan itu menebal kembali

Menjadi teman jalanku yang sunyi

EPILOG

Yusuf tidak pernah tahu bagaimana rasanya mendapatkan rasa kasih sayang seorang bapak. Bahkan bagaimana rupa bapaknya pun dia tidak tahu. Ketika Yusuf kecil mulai bertanya dimana dan seperti apa sosok ayahnya. Bapak Yusuf bekerja sebagai TKI di luar negeri. Itulah jawaban yang selalu disampaikan oleh ibunya kepada Yusuf.

Jawaban itu masih sama seiring bertambahnya usia. Impiannya yang selalu mendambakan kepulangan ayahnya dengan berbagai macam-macam hadiah, mainan-mainan mulai hilang ditelan kebosanan akan omong kosong, bualan-bualan, dan janji-janji manis.

Ucapan-ucapan dari para tetangga, ejekan dari teman-temannya pun mulai mengisolasi pikirannya dan membawanya dalam tenangnya kesendirian. Saat itu Yusuf baru genap berusia tujuh tahun ketika sang Ibu memutuskan untuk mencari bapaknya yang telah bertahun-tahun tidak ada kabar.

“Ibu akan pulang bersama bapakmu. Kamu baik-baik di rumah. Dengarkan kata-kata simbahmu. Jangan jadi anak yang lemah. Ibu akan secepatnya pulang setelah menemukan bapakmu.”

Sejak saat itu hanya Yusuf seorang diri bersama neneknya yang menghuni rumah itu.

Itulah cerita-cerita yang kudengar dari orang-orang di desa ketika membicarakan tentang kawanku Yusuf. Kedatangan Sari di kehidupannya benar-benar sangat berarti. Awalnya aku mengira kejadian antara Yusuf dan Sari itu akan membawanya ke dalam kepedihan yang begitu dalam. Tapi setelah aku melihat secara terbuka dan lebih dalam lagi. Lihatlah, bahkan sejak awal pertemuannya dengan Sari yang pulang karena sudah selesai dengan sekolahnya Yusuf perlahan-lahan mulai keluar dari kesehariannya yang begitu diam dan menyendiri. Kini ia telah menjadi seseorang yang begitu tegar dalam menyikapi segala persoalan yang dihadapinya. Dan yang terpenting ia juga bisa menerimanya dengan hati yang begitu lapang pada akhirnya. Bahkan sahabatku itu kini telah berada jauh meninggalkan aku. Sekarang sudah sulit sekali untuk bisa sekedar berjumpa dengannya.

Sejatinya tidak ada yang datang secara tiba-tiba

Semua itu ada tanda-tanda jika kita teliti melihatnya

Kutipan sajak Poernomo

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!