NovelToon NovelToon
Janji Yang Kau Ingkari

Janji Yang Kau Ingkari

Status: tamat
Genre:Tamat / Selingkuh / Wanita Karir / Penyesalan Suami
Popularitas:1.3M
Nilai: 4.6
Nama Author: husna_az

Adisti sudah mengabdikan hidupnya pada sang suami. Namun, ternyata semua sia-sia. Kesetiaan yang selalu dia pegang teguh akhirnya dikhianati. Janji yang terucap begitu manis dari bibir Bryan—suaminya, ternyata hanya kepalsuan.

Yang lebih membuatnya terluka, orang-orang yang selama ini dia sayangi justru ikut dalam kebohongan sang suami.

Mampukah Adisti menjalani kehidupan rumah tangganya yang sudah tidak sehat dan penuh kepalsuan?

Ataukah memilih berpisah dan memulai hidupnya yang baru?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29. Mempersiapkan perceraian

"Bu, kenapa Ibu menerima tawarannya untuk membuatkan gaun pernikahan?" tanya Nadia pada Adisty dengan wajah bingungnya. Padahal tadi dia berharap atasannya itu menolak.

"Memangnya kenapa kalau aku menerima pesanan dia untuk membuatkan gaun pernikahan? Dia kan juga pembeli di butik ini," jawab Adisti yang berpura-pura bod*h.

Dia bukannya tidak tahu maksud dan tujuan dari Sahna, hanya saja lebih baik bermain-main dengannya daripada harus marah-marah. Lagi pula istri kedua Bryan juga tidak secerdas yang dia kira.

"Saya hanya takut nanti dia akan membuat ulah atau malah akan memfitnah Ibu ataupun menghancurkan butik ini."

"Kamu kira aku selemah itu? Itu tidak akan mungkin terjadi. Sudah, kamu jangan terlalu khawatir begitu, lanjutkan saja pekerjaanmu. Aku juga harus membuat pelakor itu gaun pengantin. Nanti bisa dia pakai dalam acara resepsi pernikahan yang tidak akan mungkin terjadi," ucap Adisti yang segera berlalu dari sana, membuat Nadia terbengong.

Gadis itu berpikir kalau memang acara resepsi tidak akan pernah digelar, kenapa harus membuatkan gaun? Seharusnya serang saja wanita itu dan katakan jika pesta itu tidak akan pernah terjadi. Namun, Nadia tahu jika Adisti lebih pintar daripada dirinya. Pasti nanti atasannya akan lebih tahu apa yang harusnya dilakukan.

Begitu masuk ke dalam ruangannya, Adisti melihat ponselnya, ternyata ada satu pesan masuk dan itu dari adik iparnya. Dia memang jarang berkomunikasi dengannya, hanya sesekali bertanya tentang kuliah Erick. Begitu membaca pesannya, Adisti tersenyum. Di sana Erik mengatakan minta maaf atas apa yang sudah keluarganya lakukan. Dia juga merasa bersalah karena dirinya juga ikut menutupi semua yang terjadi selama ini.

Adisti yang menghela napas pelan, dia tahu Erik tidak bersalah karena ini wanita itu jadi kepikiran, bagaimana nasib adik iparnya itu. Adisti tahu kalau Erick sangat ingin lulus kuliah. Dia pun segera menghubungi laki-laki itu. Begitu panggilan tersambung, ternyata langsung diangkat.

"Halo, assalamualaikum, Kak, apa kabar?" tanya Erik yang berada di seberang telepon.

"Waalaikumsalam, kabar Kakak baik. Kalau kamu sendiri bagaimana?"

"Alhamdulillah, aku juga baik. Aku minta maaf, aku ...."

"Iya, aku tahu. Sudah tidak perlu dibahas lagi. Aku juga sekarang lagi malas membahas hal itu. Bagaimana kuliah kamu?" tanya Adisti mengalihkan pembicaraan.

"Alhamdulillah, lancar, kak. Meskipun terkadang kesel juga dengan tugas-tugas yang selalu menumpuk," jawab Erik dengan terkekeh, tentu saja hal itu membuat Adisti ikut tertawa.

"Erick, mengenai uang kuliah kamu, kamu tenang saja Kakak akan mengirimnya tiap bulan seperti biasa. Kamu tidak perlu takut putus kuliah, tugasmu hanya belajar."

"Tidak usah, Kak. Aku rasanya tidak pantas setelah apa yang sudah keluargaku lakukan pada Kakak selama ini."

"Ini tidak ada hubungannya dengan keluarga kamu. Aku sudah menganggapmu seperti adikku sendiri, mana mungkin aku membiarkan kamu putus kuliah. Bukankah kamu pernah mengatakan kalau kamu ingin menjadi orang hebat, ingin jadi pengusaha?"

"Iya, memang benar, tapi untuk saat ini aku tidak membutuhkannya aku juga sekarang sudah bekerja ya Meskipun hanya kerja sambil lengan dan kerjanya pun dengan gaji kecil, tapi Insya Allah cukup. Aku juga masih punya tabungan."

Adisti tersenyum, adik iparnya memang selalu seperti itu. Andai saja Bryan juga sama seperti Erik, pasti dia akan sangat bahagia. Mereka kakak beradik, tetapi sifatnya sangat jauh berbeda. Wanita itu menggelengkan kepala, tidak seharusnya membedakan orang lain meski bersaudara.

"Baiklah kalau begitu, tapi nanti kalau kamu membutuhkan uang jangan sungkan bilang sama kakak. Kamu 'kan sudah Kakak anggap adik sendiri."

"Iya, Kak. Nanti kalau aku butuh bantuan pasti akan menghubungi Kakak lebih dulu."

Dalam hati Erick, tak habis pikir dengan apa yang dilakukan mama dan kakaknya. Adisti yang begitu baik bisa-bisanya dicurangi sedemikian rupa. Namun, setelah dipikirkan kembali mungkin ini yang terbaik. Kakak iparnya berhak bahagia tanpa kakaknya.

Bisa saja Adisti memaksa Erick untuk menerima uangnya atau mungkin langsung saja mengirim ke rekening adik iparnya itu, tetapi wanita itu menghargai apa pun keputusan Erick. Biarlah nanti laki-laki itu berusaha sendiri untuk masa depannya. Mungkin nanti dia akan menanyakan pada salah satu dosen yang mengajar di sana, mengenai keadaan adik iparnya. Kalau memang baik-baik saja dia tidak perlu khawatir lagi.

Adisti pun kembali sibuk dengan pekerjaannya. Menjelang sore hari, wanita itu berniat untuk pulang lebih awal karena dia masih ada urusan. Tadi Adisti sudah membuat janji dengan pengacara untuk membahas mengenai perceraian dirinya dan Bryan. Dia sengaja tidak memberitahu Nadia karena belum sepenuhnya percaya pada gadis itu.

"Ibu, mau ke mana?" tanya Nadia begitu melihat Adisti keluar dari ruangannya.

"Aku mau pulang, di rumah sedang ada tamu," jawab Adisti yang terus melanjutkan langkahnya.

"Tamu siapa, Bu?"

Adisti seketika menghentikan langkah kakinya dan berbalik menatap Nadia dengan mengerutkan keningnya. "Kenapa akhir-akhir ini aku merasa kamu seperti selalu mau tahu urusanku? Memang ada apa? Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan?"

Nadia jadi gelagapan, dia tidak bermaksud seperti itu, hanya ingin memastikan jika atasannya baik-baik saja. "Bukan begitu, Bu. Saya hanya ingin tahu saja."

"Tidak ada yang penting dan tidak seharusnya kamu juga tahu apa saja kegiatanku. Meskipun sebenarnya hanya ada saudara jauh saya yang datang. Sebaiknya kamu lanjutkan saja pekerjaanmu."

Adisti kembali melanjutkan langkahnya dan meninggalkan butik sambil menggelengkan kepala saat melihat tingkah Nadia. Begitu sampai di depan, mobil sudah berada di depan pintu karena memang tadi dia sudah mengirim pesan pada Alex, bahwa sebentar lagi dia akan pergi. Adisti suka dengan cara kerja sopirnya yang sigap.

"Kita mau pulang, Bu?" tanya Alex begitu dalam perjalanan.

"Tidak, kita pergi ke restoran yang ada di dekat lampu merah itu."

"Baik, Bu," jawab Alex.

Tanpa banyak bertanya lagi dia melakukan mobil menuju restoran, suasana tampak sepi jadi tidak sulit untuk menemukan tempat parkir. Adisti meminta Alex untuk ikut masuk ke dalam, dia juga mewanti pria itu untuk berjaga di sekitarnya. Takut nanti ada seseorang yang menguping pembicaraannya dengan pengacara.

"Assalamualaikum, Pak, maaf sudah membuat Anda menunggu," ucapan Adisti sambil mengulurkan tangan ke arah pengacara yang sudah menunggunya.

"Waalaikumsalam, tidak masalah, saya juga baru sampai. Apa Anda sudah membawa apa yang saya butuhkan?" tanya Julio—pengacara Adisti.

Wanita itu pun mengambil beberapa berkas yang ada di dalam tas dan memberikannya pada pengacara. "Itu silakan dicek lagi apa ada yang kurang. Nanti biar saya siapkan lagi."

"Sepertinya ini sudah cukup, nanti kalau ada yang kurang saya akan kasih tahu lagi. Seperti yang Anda inginkan kemarin, bahwa Anda ingin mengajukan perceraian tanpa harta gono gini karena tidak ada harta bersama, bena"

"Itu benar, Pak. Mobil, rumah, butik, semuanya saya miliki sebelum menikah. Tidak ada harta apa pun yang kami beli setelah menikah, yang ada malah saya membayar hutang suami saya pada perusahaan yang sudah dia korupsi."

"Baiklah, saya akan melakukan seperti keinginan Anda. Ini tidak akan mudah mengingat Anda juga bukan orang miskin. Suami Anda bisa saja menuntutnya, tapi setelah mendengar cerita Anda, saya akan berusaha. Entah bagaimana nanti hasilnya, semoga kebenaran masih berpihak pada kita."

Adisti mengangguk dan kembali bertanya saat teringat sesuatu. "Saya mau tanya juga mengenai rumah yang dibeli oleh suami saya. Apa itu bisa menjadi tuntutan harta gono-gini karena bagaimanapun juga uang yang dipakai menggunakan uang perusahaan. Aku juga yang sudah membayar hutang."

"Kenapa Anda buru-buru membayar hutangnya? Kenapa tidak membayar hutang itu dengan harga rumah itu? Entah berapa pun nanti yang didapat sebaiknya Anda memberikan jaminan rumah itu sebagai pembayar hutang. Mengenai kekurangannya yang lain, barulah Anda membayarnya. Itu akan lebih mudah jika nanti Anda dituntut. Meskipun rumah itu dibeli dengan menggunakan uang Anda, tetap saja itu uang bersama karena uang itu didapat setelah kalian menikah."

"Kalau begitu, aku bisa mengaturnya," sahut Adisti dengan tersenyum.

1
niktut ugis
security lebih waras otaknya daripada si bryan
niktut ugis
eh si pelakor uring²an
Soraya
mampir thor
Nurhayati Nia
pagar makan tanaman kamu mah arsyla
Nurhayati Nia
mampir thorr
Dini Mariani s
Buruk
Dini Mariani s
cerdik Adisti...lanjut thor
vi
karyamu bagus Thor
Iyas Masriyah
Luar biasa
Iyas Masriyah
Lumayan
C I W I
Luar biasa
abu😻acii
aku suka karakter wanita tanguh ngk lemah👍
Dewa Dewi
iya betul
Warijah Warijah
Terimasih Thor novelnya, tetap semangat ya /Drool//Drool//Drool/
Warijah Warijah
Terimasih Thor novelnya, tetap semangat ya /Drool//Drool//Drool/
Reader
knp mesti selalu drama 'nolak dibawa ke RS' sii, dah pingsan jugaaa🤭
Hanisah Nisa
thanks Thor...
Putu Suciptawati
lanjut lanjut
Putu Suciptawati
akhirnya yg ditunggu2 up juga🙏🙏🙏
Hanisah Nisa
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!