Sebuah cerita perjuangan hidup seorang ayah yang tinggal berdua dengan putrinya. Meski datang berbagai cobaan, selalu kekurangan, dan keadaan ekonomi yang jauh dari kata cukup, tapi keduanya saling menguatkan.
Mereka berusaha bangkit dari keadaan yang tidak baik-baik saja. Ejekan dan gunjingan kerap kali mereka dapatkan.
Apakah mereka bisa bertahan dengan semua ujian? Atau menyerah adalah kata terakhir yang akan diucapkan?
Temukan jawabannya di sini.
❤️ POKOKNYA JANGAN PLAGIAT GAESS, DOSA! MEMBAJAK KARYA ORANG LAIN ITU KRIMINAL LHO! SESUATU YANG DICIPTAKAN SENDIRI DAN DISUKAI ORANG MESKI BEBERAPA BIJI KEDELAI YANG MEMFAVORITKAN, ITU JAUH LEBIH BAIK DARI PADA KARYA JUTAAN FOLLOWER TAPI HASIL JIPLAKAN!❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Sepatu Baru
"Jadi gini mas.. Aku kenal dia secara enggak sengaja di aplikasi ginian. (Menunjukkan ponselnya) Dia asik, lucu, nyambung dan enak diajak ngobrol. Nyampe akhirnya aku nembak dia di aplikasi itu juga. Kami jadian lah, kayak pacar pada umumnya ya aku sayang-sayangan sama dia.. Kadang ada rasa kangen kalau dia belum on di sini. Merasa kehilangan saat dua tiga hari dia tak memberi kabar. Huuft.. Pada akhirnya aku nekat ngajak ngopdar, saking bucinnya aku sama akunnya. Sebelum itu aku kasih lah fotoku, begonya.. Aku ngasih foto pas pake seragam kerja. Dan yang bikin aku kaget... Ternyata dia di real life enggak sesuai dengan yang ada di pikiranku mas.."
Ervin mengambil air mineral dan menenggak beberapa kali karena dirasa tenggorokannya kering.
"Lanjut." Ucap Teguh mulai mengerti kisah cinta bucin onlen di depannya.
"Dia kirim fotonya.. Ya Allah mas, aku bukan nilai orang dari fisik ya, tapi.. Tapi, dia jauh banget dari bayanganku."
"Karena dia gemuk? Penampilannya ngejreng mentereng?" Tebak Teguh. Ervin mengangguk.
"Iya.. Dia gendut banget ya Allah.. Mungkin ukuran bajunya tiga kali yang ku pakai sekarang." Ervin lesu.
"Hmmm.. Vin, boleh aku ngomong ni?" Tanya Teguh meminta ijin. Ervin mengangguk pelan.
"Kamu kenal dia di aplikasi ntah apa itu kan? Tanpa melihat wujud aslinya saja kamu bilang udah cinta banget sama dia. Lalu pas dia kasih foto aslinya kenapa perasaanmu berubah? Itu karena perasaan yang kamu miliki hanya permainan chat saja. Tidak ada ketulusan di sana." Terang Teguh. Ervin hanya diam makin merasa bersalah karena udah bikin orang baper dan ngejar-ngejar dia sampai ke real life nya.
"Iya mas aku salah..." Ervin mengakui kesalahannya.
Teguh hanya menggeleng kepala. Ada-ada aja kelakuan manusia di depannya ini. Sedang asyik sesi curhat, budhe Efa datang langsung menarik kursi di antara mereka. Duduk tanpa diperintah, sudut mata itu melirik ke arah Teguh. Mengisyaratkan bahwa Teguh harus pergi meninggalkan Ervin dan budhe Efa sendiri. Teguh mengangguk meninggalkan Ervin dengan tepukan ringan di pundaknya.
"Mau kemana mas? Ah mas Teguh rese deh ninggalin aku sama budhe." Kalimat itu terdengar pelan tapi masih bisa di tangkap indera pendengaran budhe Efa.
"Kamu enggak sadar ya kalau udah lakuin kesalahan? Heran sama anak muda sekarang, mau berbuat tapi enggak mau bertanggung jawab." Sinis. Budhe Efa mengatakan hal itu sambil melihat respon Ervin, lawan bicaranya.
"Apa sih budhe..? Jangan ngasih teka-teki yang sulit aku pecahkan deh.. Lagi males mikir ini aku." Jawab Ervin frustasi.
"Gimana enggak males mikir orang o_takmu di dengkul!" Ervin kesal tapi tetap diam.
"Harusnya tadi kamu temui aja itu kembarannya big balloon! Selesaikan urusan kelian, jangan malah ngumpet di pantry. Kesian dia kan, meski bentukannya kayak gitu, dia juga punya hati! Dibela-belain ke sini buat nyari kamu, malah kamu enggak menghargai usahanya. Itu namanya pengecut Vin! Makin enggak suka aku sama kamu!" Ucap budhe Efa semakin membuat Ervin pening.
"Dia aja nipu aku kok, masa ngasih foto akunnya cewek cakep bener, giliran liat aslinya kek gentong air gitu. Ya aku emoh lah!" Membela diri meski udah salah.
"Jangan hina fisik orang! Ku jepret karet juga itu lambemu! Seenggaknya dia punya keberanian mengakui jati dirinya. Bukan kek kamu! Lain kali jangan foto-foto pake seragam sini buat dipasang di akun medsos mu! Nambah masalah aja! Nih kerjain semua!" Budhe Efa pergi dengan panjangnya list pekerjaan yang harus dia selesaikan.
"Lho.. Budhe, aku kan cuma gantiin mas Teguh pas dia enggak masuk aja.. Kenapa jadi list ini budhe kasih ke aku. Moh lah." Protesnya.
"Emah emoh emah emoh, minta kerjaan apa kamu hah, nyikat WC, ngecat genteng apa nguras sumur? Teguh ada kerjaan lain. Enggak usah protes! Kerja sekarang!!"
Dengan turunnya titah dari baginda ratu yang menjadi julukan budhe Efa, Ervin yang tadinya kesel aja jadi kesel banget.
_____
"Pikirku pun melayang, dahulu penuh kasih..
Teringat semua cerita orang, tentang riwayatku.
Kata mereka diriku selalu dimanja, kata mereka diriku selalu ditimang.
Nada-nada yang indah, selalu terurai darinya.
Tangisan nakal dari bibirku, takkan jadi deritanya.
Tangan halus dan suci, telah mengangkat tubuh ini.
Jiwa-raga dan seluruh hidup,rela dia berikan..."
Lantunan lagu Bunda dari Melly Goeslaw disenandungkan Ayu. Tapi, sesaat dia diam. Bibirnya mengerucut. Seperti sedang berpikir.
"Lalu lanjutannya apa ya? Aah tadi harusnya Ayu nulisnya lebih cepet lagi biar bisa tahu lanjutannya."
Ayu mencoba mengingat lanjutan lagu Bunda tapi tetap tak ingat.
"Kata mereka diriku selalu dimanja, kata mereka, diriku selalu ditimang..
Oh Bunda ada dan tiada dirimu kan selalu ada di dalam hatiku.."
"Nah iya ituuu.. Bapaaak, bapak kok apal?!"
Ayu berbinar melihat bapaknya datang dan meneruskan sambungan lagu yang dia tak hafal tadi.
"Ya hafal Yu. Itu lagu lama kok. Kenapa? Kangen ibuk?"
"Iya kangen tapi, Ayu mau bawain lagu itu buat pentas seni di sekolah minggu depan pak. Yang kemarin Ayu kasih undangannya ke bapak lho.. Bapak lupa ya?"
"Tadi apa pak lanjutannya, biar Ayu tulis biar enggak lupa." Lanjut Ayu mengambil pensil dari dalam tasnya.
"Yu.. Ini buat Ayu." Sebuah kotak persegi panjang Teguh sodorkan di depan Ayu saat bocah itu sibuk dengan alat tulisnya.
"Pak.. Ini sepatu? Ye ye ye.. Sepatu.. Sepatu baru. Pak, makasih! Sepatu baru, Ayu punya sepatu baru!!"
Ayu bahkan sampai berloncat-loncat di atas bangku panjang saking senangnya. Teguh tahu betapa saat ini Ayu sangat senang. Sudah lama putrinya ini menginginkan sepatu. Ayu bukan meminta sepatu dengan harga mahal atau yang sangat bagus, hanya sepatu tali biasa warna hitam sebagai pelengkap atribut sekolah, untuk mengganti sepatu lamanya yang sudah kekecilan.
"Ayu seneng deh pak.." Ayu mencoba sepatunya. Terasa nyaman saat dipakai.
Ayu berlari ke depan cermin lemari, dari jarak itu dia bisa lihat pantulan dirinya yang sedang memakai sepatu baru. Senyum tak lepas dari wajah polosnya. Teguh ikut senang, apapun yang dirasakan anaknya.. sebagai orang tua, Teguh merasakan hal yang sama. Bahkan berkali-kali lipat dari yang buah hatinya rasakan.
"Pak.. Ayu seneng deh, makasih ya pak." Sekali lagi ucapan yang sama keluar dari bibir Ayu.
"Iya Yu."
Gubuk kecil itu menjadi saksi, di mana hidup seorang anak dan bapaknya yang penuh kebahagiaan, tersenyum meski keadaan mencekik mereka, dihimpit kekurangan dan sering tidur dengan kondisi kelaparan, tak membuat keduanya menjadi pemalas atau selalu mengeluh dengan keadaan.
mgkn noveltoon bs memperbaiki ini..